Wednesday, November 30, 2016

Ini Rincian Jumlah Harta Kekayaan Agus Yudhoyono

Penasaran dengan jumlah daftar kekeyaan para calon kepala daerah yang akan bertarung memperebutkan kursi Gubernur pada Pilkada DKI 2017? Maka disini rasa penasaran Anda akan terjawab.

Menurut data yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta, salah satu calon Gubernur, Agus Harimurti Yudhoyono tercatat memiliki kekayaan Rp 15.291.805.024 dan US$ 511.322 (senilai Rp Rp 6.647.186.000 dengan kurs Rp 13.000 per US$1).

Agus Yudhoyono
Agus Harimurti Yudhoyono (photo: Merdeka.com)

Jadi secara total, putra sulung mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini memiliki kekayaan sebanyak lebih dari Rp 21 miliar

Apabila membuka data KPU secara detail, diketahui bahwa Agus memiliki bangunan seluas 90 meter di Jakarta Selatan, nilainya Rp 1.063.195.000. Agus juga memiliki tanah dan bangunan seluas 208 meter dan 60 meter di Jakarta Selatan senilai Rp 3.127.530.000. Keduanya hasil sendiri.

Calon Gubernur yang juga mantan Mayor TNI ini juga tercatat memiliki tanah seluas 978 meter di Kabupaten Bogor, yang berasal dari hasil sendiri dan hibah. Perolehan dari tahun 2005 sampai 2016 dengan nilai NJOP Rp 2.581.920.000.

Selain itu Agus juga memiliki sebuah mobil Toyota Vellfire produksi tahun 2012 dengan nilai jual Rp 550.000.000.

Bukan Cuma itu saja, Agus pun juga memiliki bisnis bernama PT EXQUISITE INDONESIA, yang merupakan usaha sendiri dari tahun 2010 hingga 2016 dengan nilai jual Rp.360.000.000.

Dia juga memiliki sejumlah barang berharga seperti logam mulia dari warisan dan hibah tahun 2011 sampai 2016 senilai Rp.199.800.000. Ada juga batu mulia hasil sendiri, warisan dan hibah dengan nilai jual Rp 40 juta.

(Kompas, dan sumber-sumber lain)

Motif Guru SMK Ini Sebarkan Isu Rush Money Menggunakan Dana BOS Sekolahnya

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga kini masih juga mendapat rongrongan yang bisa membahayakan negara. Rongrongan ini bukan datang dan dilakukan oleh negara asing, melainkan oleh rakyatnya sendiri. Dan ironisnya, salah satunya malahan dilakukan oleh seorang guru yang seharusnya mendidik generasi penerus.

Hingga kini, polisi masih berusaha menggali keterangan dari seorang Guru SMK Abdul Rozak alias Abu Uwais soal motifnya menyebarkan isu “Rush Money” di media sosial. Sejauh ini, Rozak mengaku yang dilakukannya itu hanyalah ikut-ikutan terhadap isu yang sedang berkembang di masyarakat.

Abdul Rozak, Guru SMK Penyebar Isu Rush Money
Salah satu postingan foto ajakan "Rush Money" yang disebarkan oleh Abdul Rozak di media sosial Facebook

"Motifnya masih kita gali, kalau dia bilang kan cuma ikut-ikutan saja. Kemudian ikut dalam kegiatan ini dia ikut, semacam arus informasi yang berjalan ini dia ikut-ikutan bermain pada upaya menciptakan suasana yang semakin keruh. Itu adalah tujuan yang dia sampaikan tapi kita masih gali terus, termasuk kemungkinan kemungkinan dia punya orang-orang yang bekerja sama dengannya sedang kita gali," ujar Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Boy Rafli Amar di Mapolda Metro Jaya, Senin 28 November 2016 malam.

Dalam pemeriksaan, Rozak mengaku bahwa uang dalam foto yang dipostingnya tersebut bukanlah uang miliknya, melainkan dana operasional sekolah (BOS) tempatnya mengajar.

Walaupun uang yang digunakan tersebut bukanlah uang pribadi milik Rozak, polisi belum mengindikasikan tindakan yang dilakukan Rozak tersebut sebagai tindak penggelapan. Namun polisi akan terus berupaya menggali motif dari Rozak".

Abdul Rozak, Guru SMK penyebar isu rush money
Screenshot bukti postingan Abdul Rozak di media sosial Facebook yang dianggap memprovokasi

Meski demikian, Boy mengatakan bahwa Rozak berinisiatif sendiri untuk melemparkan isu Rush Money hingga ramai di media sosial. Selain Rozak, polisi juga akan memburu pengguna medsos yang mengikuti jejak Rozak.

"Dia yang menginisiasi, dia meng-create konten. Nah sekarang UU yang baru itu secara tegas, mereka yang mengunggah konten-konten yang ada pelanggaran hukum juga kena, jadi bukan hanya orang yang menciptakan konten saja, orang yang mengunggah juga bisa menjadi tersangka di dalam UU ITE yang baru," tegas Boy.

Pak guru Rozak berpotensi masuk bui gara-gara tindakannya ini.

(dari berbagai sumber)

Tuesday, November 29, 2016

Keindahan Resor Nihiwatu Di Sumba, Resor Terbaik di Dunia

Indonesia memang sangat indah dan keindahannya membius banyak wisatawan dari seluruh dunia. Namun sayangnya belum semua wilayah dan pulau yang dipromosikan keindahannya, salahn satunya pulau Sumba di Nusa Tenggara Timur (NTT). 

Padahal Pulau Sumba dikenal memiliki pemandangan yang indah dan memukau siapa saja yang mengunjunginya.

Namun kini, pemerintah telah menggalakkan promosi dan pembangunan infrastuktur disana. Terlebih lagi Pulau Sumba kini telah diakui sebagai pulau dengan pantai dan ombak terbaik bagi penggemar olahraga surfing (selancar).

Namun, bukan hanya disitu aja, Pulau Sumba tanpa banyak yang tahu ternyata juga memiliki hotel dan resor terbaik yang diakui dunia.

Nihiwatu Resort Sumba

Nihiwatu Resort Sumba

Nihiwatu Resort Sumba

Nihiwatu Resort Sumba
Keindahan Nihiwatu Resort

Hotel resor Nihiwatu mendapat penghargaan tersebut tahun ini berdasarkan survei pembaca media Travel & Leisure.

Adapun Nihiwatu sendiri memiliki 32 kamar yang terinspirasi rumah-rumah jerami tradisional Sumba dan spa terpencil yang dapat dicapai 90 menit perjalanan.

Hasil dari survei tersebut juga dikuatkan dengan fakta-fakta berikut:
1. Ditemukan bersamaan dengan penemuan ombak terbaik untuk surfing.
Sepasang wisatawan asing menemukan ombak sempurna untuk surfing di tempat ini pada 1988. Ombak sempurna yang ditemukan di depan resor ini hanya boleh dimainkan oleh 10 peselancar setiap harinya.

2. Mereka yang bukan penggemar surfing bisa mencoba atraksi lain.
Properti dengan luas hampir 600 hektare ini juga bisa dinikmati mereka yang tidak berminat untuk berselancar.

3. Resor ini memiliki kolam renang tanpa batas yang menghadap langsung ke laut.

Pengunjung juga bisa menjelajah alam sekitar dan mencari air terjun biru. Bisa juga beryoga, berkuda, atau bermain paddleboard di Sungai Wanukka.


Desain hotel dan resor sebagian besar terinspirasi budaya setempat. Staf Nihiwatu 90 persennya adalah orang asli Sumba dan pendapatan digunakan untuk mendukung komunitas lokal.

Yuk, promosikan Pulau Sumba apabila kita melancong ke luar negeri. Sambil menyelam minum air. Apalagi resor ini benar-benar luar biasa dan layak untuk "diperjuangkan"
(This Insider)

Video Ibu-ibu Pengendara Motor Baku Hantam Di Jalan Raya Gara-gara "Manuver Cantik" Ini Menjadi Viral

Para pengguna jalan raya pasti merasa maklum dengan aksi para wanita khususnya Ibu-ibu saat mereka mengendarai kendaraan mobil atau motor di jalan raya.

Aksi mereka kala berkendara sering membuat para pengendara lainnya geleng-geleng dan tepok jidat karena mereka sering tanpa merasa bersalah kalau cara berkendaranya bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain.

Nah, kali ini aksi ibu-ibu menjadi pembicaraan ramai dan membuat geregetan. Bagaimana tidak, "manuver cantik' yang sering dilakukan ibu-ibu saat berkendara sering menjadi bahan ledekan di media sosial.
Dalam video yang diunggah ke Youtube memperlihatkan sebuah kejadian perkelahian yang melibatkan 4 orang ibu-ibu di jalan raya.

Ibu-ibu baku hantam di jalan raya
Keempat ibu ini saling baku hantam dan tidak mau dilerai. Akibatnya timbul kemacetan

Ibu-ibu ini saling menjambak rambut, memukul dan beradu argumen. Tampak pula beberapa pria mencoba untuk melerai perkelahian tersebut, akibatnya menimbulkan kemacetan karena ibu-ibu tersebut tidak mau dilerai.

Setelah ditelusuri, ternyata 4 ibu-ibu tersebut saling berkelahi di tengah jalan karena lampu sein dan salah satunya shock, yang berakibat mereka bertabrakan"



Dari video tersebut, terlihat nomor polisi kendaraan yang dipakai ibu-ibu yang berkelahi ini berseri BG yang merupakan kode untuk kendaraan di wilayah Sumatera Selatan.

Dasar ibu-ibu.

Monday, November 28, 2016

Siapa Yang Menjadi Bodoh Gara-gara Pilkada DKI 2017?

Menjelang Pilkada DKI Jakarta 2017, suhu politik pun semakin panas. Terlebih lagi saat Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dituduh melakukan penistaan agama Islam dengan mengutip isi Surat Al Maidah.

Kasus penistaan agama serta makin panasnya suhu politik ini, sedikit banyak membuat publik melupakan kasus lahan Rumah Sakit Sumber Waras yang ”katanya” menjerat Ahok.

Pasangan calon Pilkada DKI 2017
Para pasangan calon Gubernur yang akan bertarung dalam Pilkada DKI 2017 

“Jangan pilih saya kalau saya memang salah”, itulah ucapan Ahok saat itu kepada wartawan ketika ditanya tentang kasus lahan rumah sakit tersebut. Saat sekitar bulan April 2016, Ahok mengatakan akan maju lagi dalam Pilkada Gubernur DKI mendatang lewat jalur independen.

Menjelang pilkada banyak orang saling sikut, saling menyudutkan. Banyak orang baik dihadang dengan segala cara. Lihat saja Jokowi saat mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI dan Presiden RI, banyak tingkah lawan yang ingin mematikan.

Dalam pemilihan kepala daerah yang paling mudah dilibas adalah calon independen karena tidak punya partai, dukungannya hanya dari pemilih murni. Meski demikian jauh-jauh hari Ahok sudah mendapat dukungan banyak pihak, terbukti tim sukses “Teman Ahok” sudah bisa mengumpulkan tanda tangan lebih dari yang dibutuhkan.

Tapi apa yang terjadi? Formulir dukungan diubah karena harus menyebutkan siapa calon wakil gubernur pasangannya sehingga “Teman Ahok” harus secepatnya mengundang para pendukung untuk mengisi formulir baru. Setelah ini selesai muncul lagi persyaratan baru, formulir harus memakai meterai. Bayangkan formulir-formulir yang sudah terkumpul tak bisa dipakai sehingga harus dibuat yang baru.

Syarat yang terkesan “dibuat-buat” tersebut dianulir oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun tak lama kemudian muncul lagi syarat yang amat berat dimana calon perseorangan harus bisa mengumpulkan dukungan minimal 10-15 persen dari jumlah penduduk. Sebelumnya hanya 6,5 persen dari jumlah pemilih, sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi tanggal 29 September 2015.

Jadi putusan itu baru akan digunakan sekarang tapi sudah mau diubah lagi. Ini tertuang dalam rancangan revisi UU Pilkada yang kini dibahas DPR. Lantas apa bedanya dengan akal-akalan pembentukan Undang Undang MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) dari Koalisi Merah Putih untuk menjegal PDIP di Parlemen? Sekarang PDIP ikut malah mereka.

Seandainya ini lolos bukan hanya Ahok korbannya tapi seluruh calon independen akan mengalami hal serupa. Indonesia akan kehilangan calon-calon pemimpin terbaik. Alangkah bodohnya kalau hanya untuk menghadang Ahok seluruh calon perseoragan jadi korban.

Nah, jadi “bola panas” pun ada di tangan Presiden Joko Widodo. Sampai saat ini dia menolak usulan DPR dan minta syarat itu tetap sesuai putsan MK.

Namun, upaya menjegal Ahok bukan hanya sampai disitu saja. Kasus pembelian sebagian tanah Rumah Sakit Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta kini menjadi senjata lawan-lawannya untuk menjatuhkannya.

Awal mula masalahnya adalah tanah RS Sumber Waras dibeli dengan harga Rp 755 miliar sesuai dengan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Rp 20 juta per meter. Luasnya 36.441 meter persegi, lokasinya di Jalan Kyai Tapa.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berpendapat lokasi tanah ada di Jalan Tomang Utara yang NJOP nya Rp 7 juta/meter sehingga ada kerugian negara Rp 191 miliar. Ketua BPK Harry Azhar Azis mengumpamakan, Pemprov DKI ibarat membeli mobil harga mercy dapatnya cuma bajai. DPRD DKI pun melaporkannya ke KPK.

Namun, menurut pemilik RS Sumber Waras, tanah itu ada di Jalan Kyai Tapa sesuai PBB yang dibayarnya setiap tahun, jadi tak ada yang salah.

Kasus lain yang lagi menelikung Ahok adalah soal reklamasi Teluk Jakarta. Sejumlah perusahaan sudah mendapat izin, reklamasi sudah berjalan. Tiba-tiba kini semua berubah.

Masalahnya bermuka ketika DPRD membahas rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi, tapi di tengah pembahasan Ketua Komisi B DPRD DKI Ir Muhammad Sanusi (Fraksi Gerindra) tertangkap KPK karena menerima suap dari sebuah perusahaan yang akan melakukan reklamasi. Kini pembahasan dihentikan dan nasib reklamasi masih karut marut hingga kini.

Padahal saat itu, pembahasan sebenarnya hampir selesai, tinggal soal kompensasi saja yang belum sepakat dimana Ahok meminta perusahaan untuk memberi kompensasi sebesar 15% untuk pemprov yang akan dikembalikan untuk upaya program pembangunan masyarakat, sedangkan DPRD hanya mau 5%. Dari sini saja orang awam pun sudah heran, ada apa dengan DPRD?

Akhirnya, masalah reklamasi ini menjadi melebar ke isu-isu lain. Akibatnya beberapa menteri menjadi marah dan Pemerintah DKI dituding melakukan pelanggaran karena tidak melalui analisa dampak lingkungan, mematikan usaha nelayan dan lain sebagainya.

Padahal reklamasi Teluk Jakarta berdasarkan pada Keppres No 52 tahun 1995 sudah lama berjalan atau sejak masa Orde Baru. Namun entah kenapa baru sekarang masalah ini diributkan. Ujung-ujungnya Presiden menghentikan reklamasi sambil membenahi peraturannya.

Dari sini kita bisa melihat secara jelas bahwa kepentingan politik telah merecoki ini semua. Partai mana yang tak ingin menguasai DKI yang amat prestise, apalagi APBD nya paling fantastis dibandingkan daerah-daerah lain.

Apabila ingin menilai secara jujur, kita sebenarnya bisa melihat bahwa Ahok tidak hebat-hebat amat, bicaranya pun sering tidak terkontrol. Namun Ahok merupakan orang yang tegas, berani, jujur dan terbuka. Makanya, ia menantang rakyat agar tidak memilihnya kalau memang terbukti bersalah. Apakah betul begitu, KPK sudah membuktikan bahwa Ahok tidak bersalah dalam kasus Sumber Waras ini.

Masalah satu selesai, timbullah masalah lain yang menjerat Ahok. Secara kasat mata kita pun melihat bahwa upaya lawan-lawan politik Ahok amat sistematis untuk menjatuhkannya. Terakhir kali adalah kasus video “fitnah” yang ditenggarai disebarkan oleh seseorang berinisial BY yang menyebabkan timbulnya demonstrasi besar yang berujung ricuh pada 4 November 2016 lalu.

Kalau membaca media sosial yang nyaris tanpa sensor terlihat, rakyat memang semakin dibuat tidak beradab oleh para elite politik. “Perang Saudara” pun pecah di media sosial. Hujatan, cacian, postingan yang menebar kebencian berseliweran tanpa ada yang memantau.


Kalau begini, rakyat Indonesia pun menjadi pelanduk gara-gara Pilkada Jakarta karena mereka menjadi terprovokasi dan terpecah belah sehingga bisa menyebabkan potensi bubarnya NKRI. Jadi siapa yang bodoh, rakyat atau para elite politik?

Saya akan merasa sedih apabila NKRI yang ikut diperjuangkan dengan senjata oleh alm. Ayah dan Eyang saya, bubar. Sudah saatnya kita sedikit menjadi lebih cerdas agar bisa menjadi bangsa yang besar dan maju.

UU ITE Yang Baru Mulai Berlaku Hari Ini. Ini Perubahan-perubahannya

Bagi yang sering berkicau di media sosial, khususnya mengenai isu sensitif dan penyebaran hoax (kabar bohong dan fitnah), maka sebaiknya mulai berhati-hati terhitung sekarang karena Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang baru direvisi sudah dinyatakan sah berlaku mulai hari ini, Senin 28 November 2016. 

"Berdasar UU no 12 tahun 2011 Pasal 73, suatu RUU disahkan melalui tanda tangan Presiden paling lambat 30 hari setelah disetujui DPR dan Presiden," demikian pernyataan rilis Ketua Tim Panitia Kerja (Panja) RUU ITE Henry Subiakto Senin 28 November 2016.

hoax
Para penyebar hoax dipastikan tidak akan bebas berkeliaran (photo: SleuthSayers)

Lalu, apa bedanya dengan UU ITE lama? Pada UU ITE yang baru ada 4 perubahan yang diaplikasikan.

Pertama, adanya penambahan pasal hak untuk dilupakan, yakni pasal 26. Dimana pasal ini menjelaskan bahwa seseorang boleh mengajukan penghapusan berita terkait dirinya pada masa lalu yang sudah selesai, namun diangkat kembali.

Salah satunya contohnya adalah apabila seorang tersangka yang terbukti tidak bersalah di pengadilan, maka dia berhak mengajukan ke pengadilan agar pemberitaan tersangka dirinya agar dihapus.

Kedua, yakni durasi hukuman penjara terkait pencemaran nama baik, penghinaan dan sebagainya dikurangi menjadi di bawah lima tahun.

Nah, oleh karena itu, berdasarkan Pasal 21 KUHAP, tersangka selama masa penyidikan tak boleh ditahan karena hanya disangka melakukan tindak pidana ringan yang ancaman hukumannya penjara di bawah lima tahun.

Ketiga, tafsir atas Pasal 5 terkait dokumen elektronik sebagai bukti hukum yang sah di pengadilan.

UU ITE yang baru mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan dokumen elektronik yang diperoleh melalui penyadapan (intersepsi) tanpa seizin pengadilan tidak sah sebagai bukti.

Yang terakhir adalah penambahan ayat baru dalam Pasal 40.

Ayat tersebut menyatakan bahwa pemerintah berhak menghapus dokumen elektronik yang terbukti menyebarkan informasi yang melanggar undang-undang. Informasi yang dimaksud terkait pornografi, SARA, terorisme, pencemaran nama baik, dan lainnya.

Jika situs yang menyediakan informasi melanggar undang-undang merupakan perusahaan media, maka akan mengikuti mekanisme di Dewan Pers. Namun, apabila situs yang menyediakan informasi tersebut tak berbadan hukum dan tak terdaftar sebagai perusahaan media (nonpers), pemerintah tanpa ampun bisa langsung memblokirnya tanpa kecuali.

"Persetujuan DPR dengan Pemerintah untuk RUU ITE sudah dilakukan pada 27 Oktober, 30 harinya berarti hari ini harus sudah dinomori di Sekretariat Negara," kata Henry lagi.

Jadi mulai sekarang jangan lagi asal posting di sosial media dan blog (khususnya blog “abal-abal”) karena kini sudah tidak ada ampun lagi.

(dari berbagai sumber)

Thursday, November 24, 2016

Pensiunan Guru Ini Diblacklist Gara-gara Menang Judi Terus Menerus

Malang benar nasib pria bernama Richard Saul, seorang mantan guru matematika asal Camden Town, Inggris. Ia dimasukkan ke dalam daftar hitam karena sebuah alasan yang tidak masuk akal.

Pensiunan pak guru Richard ini ini hampir memenangkan semua jenis judi yang dimainkannya, sehingga kini akibatnya seluruh bandar judi menolak taruhannya karena mereka takut mengalami kebangkrutan.

Guru Matematika Menang Judi Terus
Pak Guru Richard Saul memamerkan kupon judinya (photo: Camden New Journal)

Bagaimana Pak Richard ini bisa sampai nyaris selalu menang dalam memasang taruhan di rumah judi? Ternyata rahasia dalam memenangkan semua taruhannya adalah berkat sistem berbasis matematika yang ia temukan.

Setiap kali sebelum ia mengajukan pendaftaran pasang taruhan, Pak Richard membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk berkonsentrasi. Setelah siap, ia langsung bertaruh dan hasilnya tak pernah kalah.

Meski di setiap taruhan ia hanya menang sekitar 600 Poundsterling, tapi mengingat banyaknya judi yang ia taklukkan, maka jika dihitung secara keseluruhan ia telah mengumpulkan ribuan Poundsterling.

Sayangnya, kini nama Richard telah masuk daftar hitam para penyelenggara taruhan di Camden Town.

(Camden New Journal)

Penelitian: Bukan Karena Materi, Ini Alasan Wanita Cantik Lebih Memilih Pasangan Yang Tidak Ganteng

Semakin hari kita semakin sering melihat postingan kegalauan kaum jomblo di media sosial, karena tidak kunjung mendapatkan jodoh. Kegalauan mereka umumnya (apabila diteliti) berangkat dari rasa tidak percaya diri, khususnya akan penampilan fisiknya.

Nah, tahukah Anda? Ternyata wanita cantik kadang lebih cenderung memilih pria yang tidak ganteng, karena sebenarnya wanita dalam mencari pasangan tidak hanya berdasarkan (penampilan) fisik, melainkan karena kebutuhan emosional mereka.

Pria Jelek dan Wanita Sexy
Ilustrasi pria berwajah tak tampan, dikerubungi gadis cantik (foto: ceriwis.com)

Namun, hal sebaliknya berlaku kepada kaum pria. Berdasarkan penelitian para ahli, ditemukan fakta menarik yaitu bahwa pria benar-benar mencari pasangan berdasarkan fisik wanita. Tapi, ini tak berlaku bagi wanita. Meski penampilan merupakan salah satu hal penting.

Lebih lanjut, didapati fakta bahwa wanita jauh lebih peduli pada banyak aspek penting lainnya dalam diri seorang pria. Wanita tidak butuh hanya sekadar tampilan fisik seorang pria saja.

Wanita butuh ratusan alasan pada pria untuk membuatnya tertarik. Berdasarkan penelitian, wanita ternyata lebih memilih karakter pria yang kuat.

Meskipun tidak ganteng, minimal wanita memandang seorang pria dapat diandalkan, konsisten, dan berjiwa pria sejati.

(Daily Mail)

Ini Alasan Resmi Kapolri Melarang Demo 2 Desember 2016

Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian telah mengisyaratkan bahwa Polri tidak akan mengizinkan pelaksanaan demonstarsi (demo) pada 2 Desember 2016. 

Terkait dengan hal tersebut, ia mengatakan bahwa pihaknya mengeluarkan maklumat untuk melarang kegiatan tersebut dengan memberikan dan mengedarkan selebaran berisi imbauan melalui udara.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kapolri Jenderal Tito Karnavian (foto: Tribunews)

Menurut Tito, penyampaian pendapat memang merupakan hak konstitusi. Namun hal itu tidak berarti bersifat absolut. Mabes Polri pun melarang aksi 2 Desember yang akan digelar di Jakarta itu dengan beberapa alasan.
.
"Menyikapi (aksi) tanggal 2 Desember. Akan ada kegiatan yang disebut bela Islam ketiga dalam bentuk gelar sajadah Salat Jumat di jalan Thamrin. Kegiatan tersebut, penyampaian pendapat di muka umum hak kontitusi. Namun tidak bersifat absolut," kata Tito.
.

"Penyampaian pendapat tidak boleh mengganggu ketertiban umum, ibu-ibu mau melahirkan terganggu, angkutan bisa terganggu, bisa lebih memacetkan Jakarta, maka kami akan melarang demo 2 Desember, kalau melawan akan kita bubarkan," tegas Tito.
(dari berbagai sumber)

Tuesday, November 22, 2016

Sekjen PB NU: "Bagaimana (Caranya) Menjadi Umat Beragama Yang Baik"

Kita mungkin susah mempercayai bahwa di negara kita yang bersemboyan "Bhinneka Tunggal Ika" (berbeda-beda tapi tetap satu jua) kita masih melihat terjadinya tragedi kemanusiaan. Belum lama ini hati kita tercabik-cabik mendengar kabar gadis kecil berusia belum genap 3 tahun, Intan Olivia Banjarnahor harus kehilangan nyawanya akibat (maaf) dijadikan "tumbal" oleh mereka yang menyebut dirinya berjihad dan mencari surga.

Intan menjadi korban pelemparan dan peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda yang dilakukan secara sengaja oleh Jo, yang ternyata merupakan anggota jaringan teroris Pepi Fernando dan sebelumnya pernah menjadi narapidana terorisme.

Tak lama setelah kejadian ini, juga terjadi pelemparan bom molotov di Vihara Budi Dharma, Singkawang, Kalimantan Barat. Kita semua merasakan kesedihan yang teramat mendalam. Berulang kali kita harus memeriksa diri kita sendiri, sedemikian kejinya kah kita? Sebegitu kejinya kah umat beragama?

KH Mustofa Bisri (Gus Mus) dalam bukunya "Saleh Sosial Saleh Ritual" dengan sangat kontemplatif atau bahkan intuitif, menyindir dengan sangat halus namun menusuk mengenai perilaku beragama kita di Indonesia yang seringkali masih sangat kekanak-kanakkan-untuk menghindari kata "ingusan".

Dikatakan bahwa kita masih cenderung ndeso dan primitif dalam beragama. Cenderung tekstualis dan konservatif. Orang yang berbeda dengan kita berarti musuh yang harus kita perangi, yang harus dilawan, yang harus diberangus, yang harus dibinasakan, dan harus dimusnakkan kalau perlu sampai tak bersisa sama sekali.

Walau buku tersebut diterbitkan pada tahun 1990an, namun pada saat ini isi tulisan buku tersebut masih sangat relevan dengan keadaan pola keberagaman kita. Tulisan atau renungan Gus Mus-kah yang melampaui zaman hingga menembus ruang dan waktu, ataukah kita memang tidak pernah bisa beranjak untuk dewasa

Nampaknya, pilihan kedua adalah gambaran utuh pola keberagaman kita. Hingga saat ini kita masih juga belum bisa menjadi umat yang dewasa. Umat yang bisa menghargai perbedaan, umat yang menjadikan perbedaan sebagai sebagai bahan baku persatuan: unity in diversity. Umat yang pada tingkat adiluhung menjadikan perbedaan sebagai rahmat.

Untuk sebaris pertanyaan, "bukankah Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin?" Pada saat ini, realitasnya tidak bisa kita jawab secara tegas, padahal secara teoritis amat mudah menjawabnya. Kredo agama Islam memang rahmatan lil alamin. Namun, namun apabila kita pindahkan kredo tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka dengan jujur dan sangat berat hati kita mengatakan dan mengakui bahwa perilaku kita belum mencerminkan profil yang kehadirannya mengasihi sesama

Bagaikan sebuah surau yang roboh

Sastrawan AA Navis dalam novelnya "Robohnya Surau Kami" dengan cerdas menyindir bahwa kondisi (dalam menyikapi) keberagaman di kalangan masyarakat kita memang masih sangat primitif. Sama primitifnya dengan Haji Soleh, tokoh utama dalam cerita novel tersebut yang memiliki pemahaman bahwa yang penting dalam hidup manusia adalah kesalehan ritual, yaitu jenis kesalehan yang takarannya bersandar kepada seberapa taat hamba dalam menjalankan sholat 5 waktu, puasa, zakat, seberapa panjang zikir-zikir sesudah shalat, dan seberapa intens shalat-shalat sunat dia kerjakan.

Menurut pandangan Haji Soleh, kesalehan itu ditentukan oleh urusan legal-formal ritualistik. Orang dikatakan beragama dengan baik jika shalat, zikir, puasa atau ibadah hajinya berkali-kali. Sebuah cara pandang yang bersifat kuantitatif. Agama dihadirkan sebagai sebuah entitas yang kalkulatif dan hitung-hitungan. Pemahaman seperti ini tentu saja pemahaman yang hitam putih. Pendekatannya selalu transaksional. Kita menyetorkan apa kepada Tuhan, maka Tuhan akan membalas dengan setimpal. Itulah gambaran umumnya pendekatan ini.

Pada alas yang paling mengkhawatirkan, pada suatu saat cara pandang beragama seperti ini akan melahirkan sebuah pemahaman yang keliru: ritus ibadah dijadikan sebagai ukuran atau output dalam menilai tingkat serta kualitas kesalehan  seseorang.

Dalam pemikiran seperti ini, orang dikatakan saleh jika ia selalu berdiam dan sepanjang hari berada di masjid meskipun pada saat bersamaan di lingkungannya sedang ada kerja bakti sosial membersihkan selokan. Orang dikategorikan sebagai Muslim yang taat jika shalatnya tidak pernah bolong-bolong. Bahkan pada tingkat yang paling konyol, bawah sadar masyarakat kita pelan-pelan masuk ke dalam lubang pemahaman bahwa tanda purnanya kemusliman seseorang terletak pada seberapa hitam jidatnya. Ini merupakan persoalan yang rumit dalam hemat saya.

Pada titik ini saya ingin mengatakan bahwa akar radikalisme, eksklusivisme, menolak liyan, dan terorisme berpangkal dari pandangan beragama yang sebagaimana saya sebutkan di atas, yang tidak kunjung beranjak dari kesalehan ritual. Dari sinilah sesungguhnya di kemudian hari lahirlah pemahaman-pemahaman keliru lainnya: jihad, kafir, toghut, dan lain sebagainya. Dan itu semua bermula dari cita-cita paripurna:menjadi  Muslim yang baik.

Redefinisi Kebaikan

Mengutip pandangan Taman Hassan (2008) dalam Al Quran setidaknya memuat 5 istilah yang dalam bahasa kita sama-sama diterjemahkan sebagai kebaikan. Istilah tersebut antara lain: al-khoir, al-ma'ruf, al-birr, al-ihsan dan as-sholeh. Kelima kata atau istilah tersebut semuanya diterjemahkan sebagai kebaikan dalam bahasa Indonesia. Padahal, pada tingkat aplikatif, masing-masing diantara satu sama lain memiliki nuansa dan dimensi yang berbeda.

Meminjam istilah Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun (2011), al-khoir adalah kebaikan yang murni dari Allah. Al-ma'ruf: kebaikan dalam wilayah sosial. Al-birr: kebaikan pada diri seseorang untuk menjadi lebih baik. Al-ihsan: kebaikan yang sesungguhnya bukan kewajiban bagi kita, melainkan kita bersedia untuk melakukannya. As-sholeh: kebaikan yang diterapkan dalam semua aspek kehidupan, meliputi ranah sosial, politik, dan juga budaya.

Sunday, November 20, 2016

Rabbi Yahudi Ini Banjir Hujatan di Israel Karena Pernyataannya Soal Agama dan LGBT

Masalah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) merupakan isu yang amat sensitif di belahan dunia manapun. Tak terkecuali di Israel yang Yahudi.

Belum lama ini, masalah LGBT cukup membuat sedikit "kisruh dan kegaduhan" di negara Zionis ini.

Para tokoh politik dan masyarakat Israel menyerukan dipecatnya seorang pemuka agama Yahudi, atau lazim disebut rabbi, yaitu Rabbi Shlomo Amar, di Yerusalem karena mengatakan bahwa agama Yahudi menganjurkan hukum mati bagi kaum LGBT.

Rabbi Shlomo Amar
Rabbi Shlomo Amar mengatakan bahwa LGBT harus bisa "melawan nafsu-nafsu mereka" (photo: AFP)

Rabbi Shlomo Amar mengatakan kepada koran IsraelHayom bahwa homoseksualitas adalah "kecenderungan penuh kekejian," yang oleh Taurat "dihukum ... dengan hukuman mati."

Pernyataan Rabbi Shlomo ini tak terlalu berbeda dengan pernyataan beberapa kalangan di Indonesia mengenai isu LGBT.

Terkait pernyataan Rabbi Shlomo ini, beberapa anggota parlemen menyampaikan pengaduan kepada Perdana Menteri Israel.

Rabbi Shlomo bukan kali ini saja membuat kontroversi karena ia sebelumnya sudah berkali-kali mendapat kecaman oleh karena sikap dan pernyataannya mengenai kaum gay.

Pada tahun lalu ia panen hujatan dan cercaan akibat pernyataannya bahwa mengatakan sebagian besar orang merasa 'jijik' pada homoseksualitas, dan menyebut parade tahunan Gay Pride di Yerusalem sebagai 'fenomena yang memalukan dan menghina Tuhan.'

Gay Pride di Yerusalem
Parade Gay Pride di Yerusalem (photo: Haaretz)

Kala itu, ketika diwawancarai oleh media Israel Hayom, Rabbi Shlomo mengatakan "jelas bahwa (homoseksualitas) itu adalah kekejian. Taurat menghukumnya dengan kematian. Ini tertulis di baris pertama dari dosa-dosa besar."

Sebagaimana sebagian kalangan agama di Indonesia, Rabbi Amar mengatakan bahwa homoseksualitas adalah 'nafsu' yang bisa dilawan 'seperti jenis nafsu yang lain.'

Kendati ia adalah pengecam keras homoseksualitas, pada 2015 Rabbi Shlomo mengecam pembunuhan seorang remaja Israel oleh seorang Yahudi ultra-Ortodoks dalam Gay Pride Yerusalem, dan menyebut pembunuhan itu 'tindakan menumpahkan darah yang mengerikan... tidak ada yang bisa membenarkannya"

Kendati kitab Taurat secara teori menahbiskan hukuman mati untuk beberapa jenis 'pelanggaran,' persyaratan-persyaratan historis yang ketat membuat penerapan menurut tradisi Yahudi Ortodoks ini hampir mustahil.

Terkait pernyataan terbaru ini, beberapa anggota parlemen dan pemimpin komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), mengatakan Rabbi Shlomo harus dipecat.

"Seorang tokoh masyarakat yang menempatkan kehidupan warga Israel 'berisiko oleh hasutan dan pengucilan, harus langsung dipecat," kata tiga anggota parlemen dalam sebuah surat kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Shirley Kleinman, seorang aktivis LGBT menyampaikan pengaduan ke polisi. Ia melaporkan Rabbi Shlomo dengan tuduhanmelakukan hasutan untuk membunuh.

"Mari kita upayakan dan pastikan bahwa orang ini tidak akan terus di posisi kunci yang didudukinya sekarang," kata Kleinman di halaman Facebook-nya.


"Ini bukan masalah anti-agama ... Saya punya kepentingan untuk melindungi hak-hak saya dan hak Anda untuk hidup, dan (hidup dengan) bermartabat."
(BBC)

Ini Alasan Kesehatan Mengapa Ulama Arab Saudi Melarang Wanita Mengemudi

Ketika di bagian dunia lain, hak-hak dan kesetaraan kaum perempuan diperjuangkan agar tidak dibatasi, namun hal sebaliknya terlihat di Kerajaan Arab Saudi. Di negara kerajaan ini, hak-hak dan ruang gerak wanita masih dibatasi dengan berbagai alasan.

Salah satu hal yang dilarang bagi wanita Arab Saudi adalah larangan kaum wanita untuk mengemudi kendaraan.

Wanita Saudi mengemudi mobil
Ilustrasi wanita Arab Saudi mengemudi mobil (photo: The Guardian)

Terkait hal ini, menurut seorang ulama Arab Saudi, mengendarai mobil dapat merusak rahim wanita dan menyebabkan "gangguan klinis" pada anak-anak mereka.

Sheikh Saleh al-Lohaidan, sang ulama tersebut, mengatakan hal tersebut untuk menanggapi kampanye online yang bertujuan untuk mengangkat hak perempuan Arab Saudi agar dapat mengemudikan mobil.

Kampanye kesetaraan hak perempuan ini digulirkan menjelang program tanggal 26 Oktober yang ditujukan untuk mengupayakan pencabutan larangan mengendarai mobil bagi kaum wanita di Arab Saudi.

Namun, Al-Lohaidan mengatakan sebuah perkecualian yaitu bahwa wanita boleh mengemudikan mobil bila suami mereka terluka atau mereka berada di hutan belantara.

Sekadar info, kaum wanita dilarang mengemudikan mobil di Arab Saudi namun tidak ada larangan resmi yang mengatur hal tersebut.

Adapun kampanye mendukung hak mengemudi bagi kaum perempuan ini disebutkan sudah mendapatkan dukungan sekitar 12.000 tanda tangan. Arab Saudi.

Lalu apa alasan Al-Lohaidan untuk mengemukakan larangan bagi kaum wanita untuk mengemudikan mobil?

"Ilmu fisiologi menyebutkan mengemudikan mobil secara otomatis mempengaruhi rahim dan menekan panggul, Inilah sebabnya kita temukan mengapa anak-anak yang lahir dari sebagian besar wanita yang selalu menyetir mengalami gangguan klinis," ujar Al-Lohaidan.

Sontak, komentar sang ulama ini panen kritikan di jejaring sosial Twitter yang telah menjadi platform bagi sebagian warga Saudi untuk menyuarakan komentar mereka.

"Mentalitas seperti apa itu. Orang-orang pergi ke ruang angkasa dan Anda masih melarang perempuan menyetir," kata salah satu komentar
(BBC)

Friday, November 18, 2016

Mengapa Juru Parkir Liar dan Pak Ogah Di Jaktim Diamankan?

Sudah rahasia umum kalau di Jakarta sejak dahulu banyak berkeliaran juru parkir liar dan Pak Ogah (istilah untuk pengatur lalu lintas liar) yang selalu meresakhkan masyarakat. Nah, Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Timur menangkap 7 Pak Ogah di beberapa putaran jalan (U-turn) yang wilayah Jakarta Timur pada Senin 14 November 2016.

Menurut Kasi Operasi Satpol PP Jakarta Timur, Sadikin, razia terhadap juru parkir liar dan Pak Ogah ini rutin dilakukan oleh jajarannya.

pak ogah diamankan
Salah seorang Pak Ogah yang diamankan oleh Satpol PP di kawasan Duren Sawit

Hal ini merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat karena setiap hari selalu saja ada laporan masuk dari warga melalui aplikasi Qlue. Para warga yang melaporkan ini mengaku resah dengan keberadaan para juru parkir liar dan Pak Ogah yang sering meminta uang kepada pengendara dengan cara memaksa.
"Kalau tidak ngasih uang, mobilnya digores. Warga lapor melalui aplikasi Qlue atau SMS. Kami menindaklanjuti laporan warga ini," kata Sadikin. Satpol PP mengamankan ketujuh juru parkir liar danPak Ogah lokasi berbeda, yakni di Kecamatan Cakung dan Duren Sawit.

Di kawasan Cakung, para juru parkir liar itu diamankan di Jl Pulogebang Raya, sedangkan di Kecamatan Duren Sawit, mereka diamankan di Jl I Gusti Ngurah Rai, Jl Raden Inten, dan Jl Raya Kalimalang.

Para  juru parkir liar dan Pak Ogah yang diamankan tersebut akan dikirim ke Panti Sosial Bina Insan Bangun Daya 2 di Ceger, Cipayung.

(Kompas)

Wednesday, November 16, 2016

Ini Kata Ketua PB NU Mengenai Pengeboman Gereja Oikumene dan Penistaan Agama

Kasus penistaan agama yang dianggap dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum juga ada tanda-tanda akan segera damai, malahan Republik ini sudah kembali diguncang oleh perbuatan radikalisme dengan sasaran umat agama lain seperti yang terjadinya peledakan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu 13 November yang menyebabkan jatuhnya korban tewas.

Terkait peristiwa menyedihkan ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengutuk pengeboman tersebut. Ia menilai, tindakan itu telah mencoreng kesucian Islam.

Ketua PB NU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (foto: Jurnal Muslim)

"Yang ngebom-ngebom itu juga melakukan penistaan agama. Penistaan itu berupa ucapan, juga perilaku yang mencoreng, mengotori kemurnian dan kesucian Islam," kata Said Aqil.

Menurut Said Aqil, ajaran agama Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan dimana ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin dan jauh dari kekerasan. "Nabi Muhammad juga tidak pernah melakukan kekerasan. Yang dilakukan ISIS itu demi Allah bertentangan dengan Islam," tegasnya

Ia menambahkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara yang kaya dengan kebhinekaan dan keberagaman. Oleh karena itu, keberagaman tersebut harus terus dijaga dan tidak boleh diwarnai aksi kekerasan.
"Kesimpulannya, mari rakyat kita bersatu. Kita kawal kebhinekaan, keberagaman," kata dia.

Pria yang menjadi pelaku pelempar bom molotov di Gereja Oikumene adalah Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Pelaku sebenarnya pernah menjadi narapidana dan dipenjara dalam kasus terorisme.

Joh pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 karena terlibat dalam peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.

Ia divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014.
(dari berbagai sumber)

Tuesday, November 15, 2016

Ini Alasan Siswa SMP DI Samarinda Ubah Tulisan OSIS Di Seragamnya Menjadi ISIS

Beberapa hari sebelum peledakan bom molotov di Gereja Oikumene di Samarinda, kini kembali digegerkan oleh kelakuan para pelajar SMP dan SMA yang sungguh membuat siapapun mengelus dada dan wajib mewaspadai bahaya.

Anggota Kepolisian Kota Samarinda dari satuan Sat Sabhara Polresta Samarinda menangkap dan mengangkut para pelajar ke truk Pengendali Massa (Dalmas), karena tertangkap tangan berkeliaran saat jam pelajaran sekolah alias membolos pada 8 November 2016.

Siswa ISIS di Samarinda
Mau dibawa kemana bangsa ini apabila generasi mudanya sudah seperti ini?

Total para pelajar yang diamankan ke Mapolresta Samarinda sebanyak 8 pelajar yang terdiri dari 4 siswa SMA dan 4 siswa SMP. Para pelajar ini dicokok di warnet yang terdapat di Jalan Danau Jempang dan Jalan Kemakmuran.

Parahnya lagi, disaku beberapa siswa, didapati kotak rokok yang masih terisi. Selain itu, didapati juga siswa yang rambutnya pirang.

Bukan hanya itu saja, yang membuat para polisi yang menangkap mereka terkejut adalah didapati 2 siswa SMP yang mengganti tulisan OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) di seragamnya menjadi tulisan ISIS. Mereka ialah NF dan FK. Keduanya mencoret huruf O menjadi I.

Dari pengakuan siswa tersebut, dirinya hanya iseng mengganti tulisan OSIS menjadi ISIS, namun dirinya sama sekali tidak berkeinginan untuk menjadi terorisme.
"Ini bukan saya yang melakukan (mengganti OSIS menjadi ISIS). Teman saya ini (FK, Red) yang mencoret-coretnya waktu saya tidur di kelas," kata NF.
Tuduhan NF itu dibenarkan FK. Dia mengaku hanya iseng.
"Saya tidak punya maksud apa-apa. Saya tahu ISIS dari nonton berita di TV," kata FK.
"Hanya iseng saja, tidak ada maksud apa-apa. Saya terlambat masuk sekolah, jadi main game di warnet," tutur NF (12) siswa kelas VIII SMP Swasta  itu.
Selain dijemur di lapangan Mapolresta Samarinda, siswa tersebut juga disuruh untuk baris berbaris, menyanyikan lagu wajib nasional, hingga menghapal perkalian. Parahnya lagi ada siswa SMA yang masih belum hapal perkalian.

Bangsa kita adalah bangsa yang mempunyai banyak sejarah dalam perjalanannya. Namun dalam perjalanannya, bangsa ini sudah melupakan sejarah dan malahan terinfeksi virus radikalisme.

Nampaknya ini pekerjaan rumah yang amat fatal dan mendesak bagi jajaran pemerintahan di Kalimantan Timur dan Samarinda khususnya.
(Samarinda Post)

Monday, November 14, 2016

Tanggapan Atas Tulisan Amien Rais Soal Penistaan Agama Oleh Ahok Di Harian Republika

Pada 28 Oktober 2016 Amien Rais menulis di harian Republika dengan judul "Bung Jokowi, Selesaikan Skandal Ahok". Menurutnya, ada dua jenis penistaan. Menista yang berdimensi duniawi dan menista langit. Antara lain Amien Rais menulis yang berikut:

"Ketika hukum dilaksanakan secara tebang-pilih atau diskriminatif, rakyat marah, tetapi tetap tidak bergerak. Ketika korupsi berskala raksasa jelas-jelas dilindungi, sejak dari skandal BLBI, Bank Century, deforestasi (penghancuran hutan), sampai yang terbaru skandal Sumber Waras dan reklamasi Teluk Jakarta, rakyat hanya berkeluh-kesah, geram, marah, nyaris putus asa. Tetapi mereka tidak bergerak. Sabar dan tetap sabar."

Abdillah Toha
Abdillah Toha

"Nah, Bung Jokowi, kasus Ahok merupakan skandal dari jenis yang sangat berbeda. Berbagai skandal yang saya sebutkan di atas, cuma skandal berdimensi dunia, walaupun sangat menohok rasa keadilan rakyat."

"Bung Jokowi, kasus Ahok mengguncangkan Indonesia karena Ahok sudah menyodok kesucian langit. Ahok sudah benar-benar kelewatan."

Pada bagian awal tulisannya, Amien Rais mengatakan "Saya, sebagai seorang Muslim, sangat-sangat tersinggung dan terhina dengan ucapan Ahok bahwa ayat 51 Surah al-Maidah digunakan untuk membohongi masyarakat." Kemudian AR mewanti-wanti Jokowi agar segera turun tangan, atau menghadapi situasi yang bisa "menjadi bom waktu yang daya ledak sosial-politiknya dapat mengguncangkan sendi-sendi stabilitas nasional dan persatuan bangsa."

Perlu digarisbawahi disini bahwa tulisan ini tidak berniat membahas apakah Ahok benar bermaksud menghina Islam dan Alquran atau tidak, karena ada paling sedikit dua pendapat yang berbeda. Juga penulis tidak akan masuk ke dalam kontroversi tafsir ayat Al-Maidah 51 karena ada berbagai pandangan dan penafsiran yang berbeda. Ini juga bukan tulisan yang akan berargumentasi tentang benar tidaknya sinyalemen Amien Rais tentang berbagai 'kegagalan' pemerintahan Jokowi. Yang ingin dicermati di sini adalah mengenai pandangan Amien Rais tentang penistaan agama secara umum, dalam hal ini agama Islam pada khususnya.

Sangat disayangkan tokoh sekaliber Amien Rais dengan pendidikan tinggi dan pernah menduduki jabatan-jabatan sangat terhormat di negeri ini mempunyai kesamaan dengan banyak Muslimin awam dalam cara memandang yang (menurut saya) tidak tepat tentang esensi Islam.

Pertama, Amien Rais lebih marah dan lebih tidak sabar ketika ada yang menghujat Tuhan daripada penyebab timbulnya ketidak-adilan di masyarakat. Hal ini memang telah menjadi ciri dari berbagai ulama dan awam pengikutnya yang menyebut diri sebagai pembela Islam. Kita nyaris tidak pernah menyaksikan gerakan-gerakan pembela Islam yang membela kaum miskin, kaum buruh, para penganggur, pendidikan yang mahal, atau menentang koruptor dan berbagai ketimpangan lain, tapi gerakan-gerakan itu rajin berontak ketika hal-hal yang diharamkan dalam Islam seperti minuman keras, pornografi, prostitusi, dan sejenisnya muncul ke permukaan. Buat para "pembela" itu, biarkan rakyat miskin dan menderita asalkan minuman keras dan sejenisnya dilarang di negeri ini. Pandangan Amien Rais tak jauh berbeda. Sabarlah dan jangan cepat marah terhadap adanya ketimpangan dan ketidakadilan, tapi segera bertindak bila ada yang menghujat agamamu.

Kedua, Amien Rais rupanya ingin mewakili fungsi pengadilan dunia dan akhirat. Bukankah ketika yang dinista langit seharusnya kita biarkan langit yang menghukum? Apalagi bila penistaan itu bukan dalam bentuk perbuatan, tetapi dalam kata-kata atau tulisan. Apakah si penista akan selamat di dunia dan akhirat, biarkan langit yang memutuskan. Itu sudah bukan urusan kita lagi. Tugas kita sebagai khalifah di bumi adalah untuk menciptakan kehidupan yang sejahtera, damai, dan tenteram di bumi. Bukan untuk menghukum mereka yang tidak beriman atau menista Allah.

Benar kita punya pasal 156A KUHP tentang penodaan agama tetapi menurut banyak ahli, undang-undang itu adalah sebuah kecelakaan hukum yang berisi pasal karet yang bisa disalahgunakan oleh berbagai pihak untuk kepentingan kelompoknya. Sama seperti di Eropa dulu ketika diberlakukan hukuman berat terhadap apa yang disebut sebagai “blasphemy” penistaan agama) yang kemudian dalam sejarah kita tahu telah memicu gerakan reformasi agama Kristen besar-besaran.

Ketiga, Amien Rais, seperti banyak Muslimin lainnya, telah cenderung mempersonifikasikan (memanusiakan) Tuhan seakan Tuhan punya sifat-sifat makhluk-Nya yang mudah tersinggung, marah jika dinista, dan tidak sabaran. Seakan-akan Tuhan dirugikan dengan adanya orang yang menista kemuliaanNya. Tuhan yang maha kaya tidak sedikitpun butuh pujian, sembahan, atau bahkan ibadah apapun dari manusia. Kewajiban shalat, umpamanya, dalam Islam bukan untuk kepentingan Tuhan, tapi untuk kemaslahatan manusia sendiri.

Begitu pula Tuhan, sedikitpun tidak akan berkurang kemuliaan-Nya dan tidak akan merasa dirugikan bila ada makhluk-Nya yang mencerca atau menghina-Nya. Kalau sudah begitu, kenapa kita harus menempatkan diri kita sebagai pengganti Tuhan dan marah-marah serta bernafsu menghukum penista, seakan kita diberi wewenang untuk mewakili Tuhan. Begitu pula junjungan Nabi kita Muhammad SAW dengan akhlaknya yang agung, tidak pernah membalas hinaan bahkan lemparan batu hingga berdarah-darah terhadapnya, akan tetapi justru berdoa memohon Allah mengampuni pelakunya karena mereka dianggap termasuk golongan orang yang tidak tahu hakekat kebenaran.

Keempat, salah satu masalah besar agamawan termasuk sebagian Muslimin adalah menjadikan agama sebagai bagian dari identitas diri, lebih dari sekadar sarana untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Ketika orang lain yang tidak paham kemudian mencela atau mencerca agamanya, maka dia akan merasa dirinya atau kelompoknya telah dihina.

Itulah yang terjadi dalam kasus-kasus pembunuhan para penista agama Islam di Negeri Belanda, Perancis, Swedia dan lain-lain yang kemudian mencederai citra Islam dan menganggap Islam sebagai agama yang penuh kekerasan. Begitu pula fatwa mati Imam Khomeini terhadap penulis Inggris Salman Rushdi yang dibela oleh pendukungnya sebagai pelaksanaan hukum terhadap seorang Muslim yang murtad dan menista agama, telah ditolak oleh berbagai pihak karena telah merusak citra Islam. Ucapan Allahu Akbar yang sangat agung telah menjadi teriakan yang mengerikan bagi banyak pihak karena kebiasaan teroris meneriakannya sebelum menggorok leher orang tak bersalah atau melakukan bom bunuh diri, atau dalam khoibah-khotbah yang penuh kebencian.

Kelima, andai kata benar di negeri ini atau di tempat lain banyak pembenci Islam, bagaimana mungkin dakwah kita akan berhasil bila kita membalas kebencian itu juga dengan kebencian dan kemarahan. Islam adalah agama akhlak dan damai. Penggunaan kekerasan dalam Islam hanya dibolehkan sebagai upaya defensif terakhir ketika  musuh menyerang lebih dulu dan ketika semua jalan untuk berdamai telah buntu. Islam adalah agama pemaaf seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW ketika menaklukkan kafir Quraish di Makkah dan memberi maaf kepada semua bekas musuh-musuhnya.


Saya tidak bisa berharap banyak kepada berbagai ustad dan ulama karbitan yang banyak beredar di negeri kita. Namun, bila orang sangat terhormat setingkat pak Amien Rais, seorang Muslim yang taat dan terpelajar, gagal menyampaikan pesan-pesan Islam yang universal dan benar, maka siapa lagi yang dapat kita harapkan untuk membimbing umat Islam yang mayoritas di negeri tercinta ini. Mudah-mudahan Allah memberi hidayah dan membukakan jalan terbaik bagi kita semua. Amin.
("Menista Langit" Tulisan Abdillah Toha, pemerhati Sospolek di Republika Online 1 November 2016)

Tulisan Abdilah Toha ini menjadi viral di internet.

Sunday, November 13, 2016

Membandingkan Habib vs Ahok Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Linguistik

Ulasan ringan untuk mereka yang bertanya pada saya: “Kenapa publik merespon video Habib Rizieq berbeda dengan cara mereka merespon video Ahok?”
Sebelum membaca, ucapkan doa masing2. Pastikan kepala dingin, logika gak karatan, hati gak kusam, tendang jauh prasangka. :D Saya hanya ingin membatasi ulasan sesuai judul di atas. Siapkan kopi dulu karena tulisannya agak panjang.

Habib Rizieq vs Ahok
Meme sindiran yang beredar di dunia maya mengenai maraknya politisasi agama di Indonesia akhir-akhir ini

Dimulai...(pakai) bismillah 

Bayangkan situasi berikut:

A. Kamu terbaring di rumah sakit. Kemudian datang seorang pengunjung, dan berkata “umurmu sudah tidak lama lagi.”
Bagaimana kamu akan merespon? Kaget, tersinggung, marah, menganggap pengunjung kurang ajar, atau bahkan menganggap dia menyumpahi kamu lekas meninggal.
Bagaimana jika yang berkata adalah doktermu? Doktermu masuk kamar dan berkata, “umur anda sudah tidak lama lagi.”
Apakah kamu akan merespon ucapan dokter sama seperti kamu merespon ucapan si pengunjung? Tidak.
Kenapa? Karena kamu yakin dokter berkata benar dan tidak bermaksud menyumpahi kamu meninggal. Karena kamu percaya dokter lebih tau kondisi kesehatanmu, bahkan lebih dari dirimu sendiri.
Apakah kamu telah bersikap tebang pilih kepada pengunjung dan dokter? (bisa jawab sendiri, kan?) :D
Situasi tersebut menggambarkan bahwa:
Pesan yang sama, disampaikan oleh orang yang berbeda, dapat memberikan makna yang berbeda!

B. Di tengah keriaan bersama teman-teman, kamu mengeluarkan lelucon dan tertawa terbahak-bahak. Bagaimana kira-kira teman sekitarmu merespon? Kemungkinan mereka akan senang dan ikut tertawa terpingkal-pingkal.
Coba bayangkan jika kamu melemparkan lelucon dan tertawa terbahak-bahak saat sedang takziah. Apakah teman dan orang sekitar akan merespon dengan cara yang sama? Katakanlah niatmu baik untuk menghibur kesedihan mereka. Apakah mereka akan ikut tertawa? Tidak. Mereka akan mengusirmu keluar dari rumah duka!
Konteks situasi menentukan apakah perkataan dan sikapmu dapat diterima atau tidak. Saya harap kamu mengerti bahwa temanmu tidak sedang melakukan standar ganda atas sikapmu. (LOL) :D
Situasi tersebut menggambarkan bahwa:
Pesan yang sama, disampaikan oleh orang yang sama, dalam konteks situasi yang berbeda, dapat menyampaikan makna yang berbeda.

C. Temanmu datang menanyakan pendapatmu tentang cara dia berpakaian, dan kamu berkata, “Penampilamu terlihat buruk, baju itu tidak pantas untuk bentuk tubuhmu.” Apa yang akan dilakukan temanmu? Berterima kasih, mengganti pakaiannya, dan menanyakan pendapatmu kembali.
Bagaimana jika kamu menyampaikan perkataan yang sama kepada seseorang yang tidak ada ikatan emosi denganmu? Misalnya kepada orang yang kamu temui di mall, atau seorang tamu yang datang ke rumahmu untuk keperluan lain, kamu berkata, “Penampilamu terlihat buruk, baju itu tidak pantas untuk bentuk tubuhmu.”. Bagaimana mereka akan merespon? Jika kamu lakukan pada orang pertama, kemungkinan dia akan menggamparmu dengan tas belanjaannnya. :D :D Jika pada orang kedua, tamumu akan langsung pergi, mungkin setelah dia menyiramkan air minum ke wajahmu. Hihihihihi... :D
Temanmu bukan saja memiliki ikatan lebih dekat denganmu; dia mempercayai kompetensimu untuk menilai dan juga datang dengan kondisi siap untuk mendengar penilaianmu tentang penampilannya. Sedangkan tamu kedua datang tidak untuk mendengarmu mengkritisi penampilannya.
Situasi tersebut menggambarkan bahwa:
Orang yang sama, mengatakan hal yang sama, pada pendengar (recipient) yang berbeda, dapat menyampaikan makna yang berbeda.

Sampai di sini kamu masih belum paham kenapa orang merespon video Ahok berbeda dengan video Habib? Mungkin kamu butuh minum kopi...hehehehe...

Pragmatik (Pragmatics) seperti halnya semantik (Semantic) adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji makna. Jika semantic mengkaji makna satuan lingual secara internal, pragmatic mengkaji makna satuan lingual secara eksternal. Yule (1996:3) menyebutkan ada 4 definisi pragmatic, yaitu mencakup (a) bidang yang mengkaji makna penutur, (b) makna menurut konteksnya, (c) tentang makna yang diujarkan, dan (d) bidang yang mengkaji bentuk ekpresi menurut jarak sosial yang membatasi participan yang terlibat dalam percakapan tertentu.
Lebih lanjut Om David Crystal (1987), mendefinisikan pragmatic sebagai berikut: “pragmatics studies the factors that govern our choice of language in social interaction and the effect of our choice on others. In theory, we can say anything we like. In practice, we follow a large number of social rules (most of them unconsciously) that constrain the way we speak.”
Lebih jelas ya...? Jadi, dalam berkomunikasi yang penting bukan hanya apa yang dituturkan (ujaran / utterance), tetapi juga siapa yang menuturkan (penutur / speaker), kepada siapa kita bertutur (petutur / recipient) dan dalam konteks apa tindak tutur dilakukan. Secara tidak langsung Om David juga berkata, dalam interaksi sosial terdapat pilihan bahasa (yang harus diperhatikan) dan efeknya terhadap orang lain (pendengar). Walaupun dalam teori kita dapat mengatakan apa saja, namun praktiknya kita mengikuti aturan sosial yang membatasi cara kita berbicara.

Adakah di antara kamu yang berkomentar, “saya yakin banget kalo ini pasti bukan penistaan agama soalnya yang ngomong Habib Rizieq, jadi gak mungkin dia salah maupun didemo!”
Jawabnya: Ya, memang itulah intinya! Masih tidak paham juga? Coba sesap kopimu dan aktifkan sel-sel kecil kelabu di otakmu itu... qiqiqiqi... :D

Utterance (Tuturan)
Ahok: “...bapak ibu jangan mau dibohongi pakai al-maidah ayat 51...”
Habib: “...nipu umat pakai ayat quran, nipu umat pakai hadist...” (Silakan cari video lengkap masing2).
Sudah paham dong struktur kalimat di atas?
Siapa yang berbohong? Orang! Mereka yang menggunakan ayat.
Bukan ayatnya? Bukan!
Lantas apa peran ayat di sini? Alat untuk berbohong atau alat kebohongan.
Lalu mengapa respon publik berbeda atas ucapan yang sama? Simak poin di bawah

Speaker (Penutur)
Ahok: Siapa Ahok? Seorang gubernur / pejabat pemerintah, beragama Nasrani.
Apakah Ahok dipandang (oleh pendengarnya) sebagai orang yang mengerti Quran? Tidak.
Mengerti tafsir Quran? Tidak.
Berkompetensi dalam menyampaikan ayat Quran? Tidak.
Mengimani Quran? Tidak.
Habib: Siapa Habib Rizieq? Seorang guru (ustad) yang memiliki jamaah (pengikut) yang mempercayainya sebagai orang yang berilmu agama.
Apakah Habib dipandang (oleh pendengarnya) sebagai orang yang mengerti Quran dan Hadist? Ya.
Berkompetensi dalam menyampaikan ayat Quran? Ya.
Mengimani Quran? Ya.

Publik merespon Habib seperti pasien merespon dokternya. Habib dianggap lebih tau dan berilmu dari jamaahnya, memiliki kompetensi untuk membahas Quran, dan mengimaninya. Jamaah percaya yang disampaikan Habib adalah kebaikan. Sementara Ahok bukanlah orang yang diharapkan mengeluarkan komentar berkenaan ayat Quran. Selain tidak mengerti, tidak dapat membaca, dia juga tidak mengimani Al Quran. Walau Ahok berkata tidak bermaksud menistakan, publik menganggapnya tidak pantas.

Situational Context (Konteks Situasi)
Ahok: Menyampaikan dalam pertemuan kunjungan kerja yang ditujukan untuk mensosialisasikan prestasi kerja / program kerja pemerintah. Secara implisit, menyisipkan pesan kampanye politiknya dengan menyinggung ayat Quran. Disampaikan dalam ruang terbuka, di hadapan pendengar yang majemuk.
Habib: Menyampaikan dalam majelis ilmu, dalam tema yang ditujukan untuk membahas fenomena munculnya ulama yang memelintirkan ayat, menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Disampaikan dalam lingkup tertutup (terbatas), di hadapan jamaahnya sendiri.
Ucapan Habib sesuai dengan tema pembahasannya, pada media (waktu dan tempat) yang sesuai. Seperti orang yang tertawa di tengah keriaan; pada tempatnya. Ibarat ucapan dokter yang pedih namun dinilai sebagai kebenaran. Publik meresponnya sebagai peringatan.
Sementara Ahok mengucapkannya tidak pada konteks situasi yang dapat diterima. Publik meresponkan sebagai tuduhan (mereka yang berbohong) dan penistaan (alat kebohongan).

Recipients (Petutur)
Ahok: Penduduk pulau dan pegawai Pemda. Pendengar majemuk (beragam agama). Tidak terdapat ikatan yang kuat dan kepercayaan antara pendengar dan pembicara terkait apa yang dituturkan. (Kemudian disebarkan dan mendapat perhatian publik yang lebih luas).
Habib: Jamaahnya sendiri. Pendengar tunggal (kaum muslim). Terdapat ikatan yang kuat dan kepercayaan antara pendengar dan pembicara terkait apa yang dituturkan.
Pada kasus Ahok, pendengar hanya berharap Ahok berbicara terkait agenda kunjungan kerjanya dan tidak berharap Ahok menyinggung ayat Quran dalam pemaparannya. Seperti tamu yang datang berkunjung, mereka tidak berharap tuan rumah mengkritisi penampilannya. Itu dianggap tidak sopan. Sedangkan Habib berhadapan dengan jamaah yang memang datang untuk mendengar tausiyah sesuai tema. Jamaah siap mendengar apapun yang dikatakan Habib. Seperti teman yang memang dengan sadar datang meminta saran, dia akan bersiap dengan penilaian buruk.

“Jadi, subjektif dong?” Benar!
Makna bahasa itu tidak mutlak sama. Jangan karena A berkata hal yang sama seperti B, lantas pendengar dituntut merespon dengan cara yang sama. Jika tidak sama, maka pasti benci dengan salah satunya.
Aaaah, terlalu sempit untuk cepat berprasangka demikian. Coba nikmati kopimu...  :D

Julia T Wood, dalam bukunya Interpersonal Communication (2010) berkata “The meanings of language are subjective.”
Because symbols are abstract, ambiguous, and arbitrary; the meaning of words are never self-evident or absolute (Duck, 1994a, 1994b; Shotter, 1993). Kita mengkonstruksi makna dalam proses interaksi dengan orang lain melalui dialog yang mengalir dan tercerna di kepala kita.

Language use is rule-guided! (Wood, 2010). Kalian yang pernah ikuti kelas Bahasa Inggris (saya) tentu paham dengan aturan yang mengatur pengucapan (rules that govern pronunciation / phonology) dan struktur kalimat (sentence structure / syntax). Selain dua aturan tersebut ada aturan komunikasi (communication rules), yang terbagi pemahaman atas apa arti komunikasi dan jenis komunikasi apa yang pantas (sesuai) dalam situasi tertentu.
Kalian yang pernah ikuti kelas Public Relations (saya) tentunya juga lazim dalam menyusun perencanaan komunikasi strategis, kita selalu lebih dulu menganalisa target audience, merancang key messages, menentukan key speaker, dan media yang digunakan untuk menyampaikan pesan (key messages).
Why? Because that all matters!

Jadi, jika ingin berteriak, pastikan kamu sadar apa yang kamu teriakkan.
Silakan berkomentar, namun pastikan komentarmu tidak asbun :D
“Pasti karena Ahok Cina Kristen...!” --> karena Ahok Kristen, mungkin saja, tapi tidak ada hubungannya dengan Ahok Cina. Ini contoh komentar asbun :D

“DR. Zakir Naik juga suka ngutip kitab agama lain, kenapa Ahok dipermasalahkan?” --> Jika Ahok adalah seorang ahli perbandingan agama, berbicara di tengah forum yang memang diperuntukkan membahas perbandingan agama, di hadapan audience yang memang datang dengan kesadaran dan bersiap mendengarkan apa yang dikatakan sesuai tema seperti apa yang dilakukan Doktor Zakir Naik, tentunya silakan saja... :D

“Ini pasti dipolitisasi!” --> Ahok adalah seorang politisi, yang bergabung dalam partai politik, yang sedang melakukan kampanye politik, pernyataannya keluar dalam ranah politik, saat sedang menyelipkan pesan politiknya. Apa yang kamu harapkan jika kenyataannya seperti ini? :D

Get up, leave your cocoon and take some fresh air! Mengharapkan kasus ini bebas politisasi adalah tidak mungkin.

Tahukah kamu, sebuah tabung akan tampak seperti lingkaran jika kamu hanya melihatnya dari sisi atas. Coba berkeliling mendapatkan perspektif lain. Andaikan kamu tidak mendapati bentuk tabung dengan jelas, setidaknya kamu tidak ngotot mempertahankan yang kau lihat adalah lingkaran.

Jangan mudah menuduh mereka yang bergerak adalah orang yang penuh kebencian. Nyatanya mereka yang mudah menghujat orang lain penuh kebencian adalah mereka yang tidak dapat melihat hal lain selain kebencian. Jika kamu tidak bisa mengerti apa yang orang lain rasa, jangan paksa mereka menuruti pemahamanmu.

Tahukah kamu kenapa kain flannel terlihat indah? Karena masing-masing kotak menjaga proporsinya dan mendekatkan diri dengan kotak lainnya, sehingga tercipta pola yang indah. Bayangkan jika kotak satu mengambil porsi kotak lainnya dan saling menjauh? Tidak akan ada selembar kain flannel :D

Aaah..., kopi saya sudah menjadi dingin. Mari minum teh saja...! ;)

Silakan share jika mencerahkan; jangan share jika untuk saling menyerang.

Crystal, David. 1987. The Cambridge Encyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University Press
Duck, S.W. 1994a. Meaningful Relationships. Thousand Oaks, CA: Sage.
Duck, S.W. 1994b. Steady as (s)he goes: Relational Maintenance as a Shared Meaning System.
Shotter. J. 1993. Conversational Realities: The Construction of Life through Language. Newbury Park, CA: Sage

Wood, Julia T. 2010. Interpersonal Communication: Everyday Encounters. 6th Edition. Wadsworth: Wadsworth Cengage Learning

Friday, November 11, 2016

Ini Alasan Forum Alumni HMI Laporkan SBY Ke Bareskrim Polri dan Lampirkan Bukti Lengkap

Situasi politik menjelang Pilkada DKI 2017 yang sudah memanas karena pernyataan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Kepulauan Seribu yang dianggap menistakan Surat Al Maidah 51 kini makin melebar dan terdampak ke pihak elite politik lainnya.

Kali ini yang kena imbas getahnya adalah Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dilaporkan oleh Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, pada Kamis 10 November 2016 kemarin.

SBY kala pidato di Cikeas
SBY kala berpidato di Cikeas (foto: detik)

HMI melaporkan SBY karena yang bersangkutan dianggap telah melakukan tindak pidana penghasutan saat berpidato di kediamannya di Cikeas, Bogor pada Selasa 2 November 2016 lalu.

Dalam isi pidatonya, SBY mengutarakan pernyataan sikap mengenai aksi unjuk rasa sejumlah ormas Islam, yang mendesak proses hukum terhadap Ahok.

Dalam pernyataannya, Koordinator Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Mustaghfirien menduga, pidato SBY tersebut mengandung hasutan dan kebencian. Menurut Mustaghfirien, hal tersebut bisa dilihat dalam kalimat yang dilontarkan SBY saat berpidato, "Kalau (pendemo) sama sekali tidak didengar, diabaikan, sampai Lebaran kuda masih ada unjuk rasa itu."

Atas dasar tersebut Mustaghfirien menilai bahwa kalimat tersebut telah memprovokasi masyarakat, yang ingin melakukan aksi damai untuk berbuat anarkistis.

"Awal penyampaian itu cinta damai, tetapi setelah dipelajari pada pidato SBY itu mengandung hasutan dan kebencian kepada etnis tertentu," kata Mustaghfirien, di Kantor Bareskrim. Selain itu, Mustaghfirien juga menduga pernyataan SBY yang mendorong proses hukum terhadap Ahok bermuatan politik karena momennya semakin mendekati pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta 2017.


Menurut Mustaghfirien, pernyataan SBY tersebut dapat menguntungkan kandidat gubernur dan wakil gubernur lain.

Mustaghfirien pun menyesalkan pernyataan sikap SBY dalam pidatonya tersebut. "Seharusnya, mantan kepala negara memberi pernyataan menyejukkan, bukan malah memprovokasi," sesalnya.

Rasa sesal dan kecewa terhadap isi pidato SBY tersebut pun juga diungkapkan oleh Sekretaris Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi, Adhel Setiawan. Sebab, menurut Adhel pidato SBY memprovokasi kerusuhan ketika aksi damai.

Menurut Adhel, penangkapan terhadap kader HMI pascademonstrasi tak terjadi jika tak ada provokasi. "Kasihan adik-adik kami di HMI. Adik-adik HMI menjadi tumbal atas hasutan dan provokasi dari aktor-aktor politik di balik demo itu," kata Adhel.

Forum Silaturahmi Alumni HMI Lintas Generasi telah melampirkan berkas laporan ke Bareskrim Polri. Dalam berkas tersebut, SBY dianggap melakukan tindak pidana penghasutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 160 KUHP juncto Pasal 16 UU No 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Bukan cuma itu saja, pihaknya juga telah menyertakan bukti berupa video lengkap pidato SBY.

Sejarah akan selalu berulang, bahwa siapa yang menabur angin maka akan menuai badai.
(dari berbagai sumber)