Kasus penistaan agama yang dianggap dilakukan oleh Gubernur
DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) belum juga ada tanda-tanda
akan segera damai, malahan Republik ini sudah kembali diguncang oleh perbuatan
radikalisme dengan sasaran umat agama lain seperti yang terjadinya peledakan
bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur pada Minggu 13
November yang menyebabkan jatuhnya korban tewas.
Terkait peristiwa menyedihkan ini, Ketua Umum Pengurus Besar
Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj mengutuk pengeboman tersebut. Ia
menilai, tindakan itu telah mencoreng kesucian Islam.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj (foto: Jurnal Muslim) |
"Yang ngebom-ngebom itu juga melakukan penistaan agama.
Penistaan itu berupa ucapan, juga perilaku yang mencoreng, mengotori kemurnian
dan kesucian Islam," kata Said Aqil.
Menurut Said Aqil, ajaran agama Islam tidak pernah
mengajarkan kekerasan dimana ajaran Islam adalah rahmatan lil alamin dan jauh
dari kekerasan. "Nabi Muhammad juga tidak pernah melakukan kekerasan. Yang
dilakukan ISIS itu demi Allah bertentangan dengan Islam," tegasnya
Ia menambahkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
adalah negara yang kaya dengan kebhinekaan dan keberagaman. Oleh karena itu, keberagaman
tersebut harus terus dijaga dan tidak boleh diwarnai aksi kekerasan.
⠀
"Kesimpulannya, mari rakyat kita bersatu. Kita kawal
kebhinekaan, keberagaman," kata dia.
Pria yang menjadi pelaku pelempar bom molotov di Gereja
Oikumene adalah Joh alias Jo bin Muhammad Aceng Kurnia. Pelaku sebenarnya pernah
menjadi narapidana dan dipenjara dalam kasus terorisme.
Joh pernah menjalani hukuman pidana sejak 2012 karena
terlibat dalam peledakan bom buku di Jakarta pada 2011.
Ia divonis 3,5 tahun dan dinyatakan bebas bersyarat setelah
mendapatkan remisi Idul Fitri pada 28 Juli 2014.
(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment