Thursday, October 22, 2015

Kesaksian Anak Penulis Lagu "Genjer-genjer" dan Penyebab Lagu "Genjer-genjer" Diharamkan

Bagi yang pernah menonton film "Pengkhianatan G30S/PKI" yang rutin diputar pada masa pemerintahan Orde Baru setiap tanggal 30 September pasti akan selalu mengingat sebuah lagu sederhana berbahasa daerah khas Banyuwangi yang amat fenomenal, yaitu lagu "Genjer-genjer". Bagaimana ceritanya hingga lagu ini bisa amat fenomenal dan identik dengan citra G30S dan komunis?

Mari simak penuturan Sinar Syamsi (61 tahun), yang merupakan anak dari Muhammad Arif, pnulis sekaligus pencipta lagu "Genjer-genjer" mengenai peristiwa tragedi sejarah kelam bangsa Indonesia pada subuh 1 Oktober 1965.

Sinar Syamsi, menunjukkan foto ayahnya, Muhammad Arif dan naskah asli lagu "Genjer-genjer" gubahan sang ayah

Syamsi menceritakan secara detail peristiwa mencekam yang dia saksikan pada beberapa hari setelah 7 Jenderal TNI AD dibunuh di Jakarta pada 1 Oktober 1965. Saat itu ia masih duduk di kelas 4 SD. Beberapa hari setelah pembunuhan para Jenderal, rumahnya di Kelurahan Temenggungan, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur dikepung dan diobrak-abrik oleh ratusan massa yang beringas. Sang ayah, Muhammad Arif, ditangkap oleh massa tersebut dengan tuduhan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). Muhammad Arif pun tidak pernah kembali pulang dan tidak diketahui bagaimana nasibnya.

Syamsi dan sang ibunda, Sayekti hanya bisa memandang kepala keluarga mereka digelandang. Di antara ribuan buku koleksi ayahnya yang berserakan disana dan disini, dia lantas mengambil 3 buah buku. Syamsi sangat tahu di salah satu buku tersebut, Muhammad Arif, ayahnya, sering menulis syair lagu beserta notasinya. Dan tentu saja ada notasi lengkap dan asli dari lagu "Genjer-genjer". Lagu "Genjer-genjer" dan notasinya ada di lembar kesebelas di satu buku itu. Syamsi menyimpan buku yang sarat "sejarah kelam" tersebut sekenanya saja, dengan dibungkus kertas koran bekas dan tas plastik. Walau warnanya telah memudar menjadi kecoklatan, namun tulisan tangan di dalamnya masih bisa dibaca dengan jelas.


Inilah ketiga buku milik Muhammad Arif yang diselamatkan oleh anaknya dan masih tersimpan hingga kini

Setelah peristiwa penangkapan ayahnya oleh massa yang marah tersebut, ia dan ibunya lantas pindah ke rumah neneknya. Rumah mereka lantas dijual karena amat meninggalkan trauma di benak ia dan ibunya. Mereka pindah dengan hanya membawa satu kursi dan meja kayu milik Muhammad Arif, dan tentu saja tiga buku berisi notasi lagu ciptaan ayahnya tersebut.

Siapakah Muhammd Arif?

Muhammad Arief adalah seorang petani biasa di Banyuwangi yang juga pandai memainkan alat musik angklung dan mencipta lagu. Setelah Indonesia merdeka, Arif bergabung dengan Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo), organisasi yang didirikan Amir Sjarifuddin yang di kemudian hari namanua menjadi Pemuda Rakyat. Pada tahun 1950-an, Arif menjadi Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra), salah satu organisasi dalam naungan PKI. Jabatannya di Lekra adalah sebagai Ketua Bidang Kesenian. Setelah Pemilu 1955, Arif menjadi anggota DPRD Banyuwangi sebagai wakil seniman.

Setelah bergabung dengan Lekra, Arif lantas mendirikan grup angklung bernama Srimuda, kependekan dari Seni Rakyat Indonesia Muda. Anggotanya 30 orang, mulai pemain angklung, sinden dan penari.

Grup Angklung Srimuda ini cukup terkenal sehingga mereka sering melakukan pentas di berbagai tempat serta menjadi sering pengisi acara-acara resmi yang diadakan oleh PKI di Surabaya, Semarang hingga Jakarta. Syamsi menceritakan yang pernah diceritakan sang ayah, bahwa setiap kali tampil, "Genjer-genjer" menjadi lagu wajib (yang paling sering diminta untuk dimainkan) karena lagu tersebut menyuarakan penderitaan rakyat. Sebagai informasi, pada masa tersebut, ekonomi Indonesia lemah dan banyak masyarakat yang hidup susah dan melarat. Itulah sebabnya mengapa lagu Genjer-genjer menjadi populer. Di bawah label Irama Records, Lilis Suryani dan Bing Slamet merekam lagu ini pada 1965 dalam bentuk album kompilasi Mari Bersuka Ria.

Album kompilasi piringan hitam asli "Mari Bersukaria" yang dinyanyikan oleh Lilis Suryani dan Bing Slamet yang didalamnya juga memuat lagu "Genjer-genjer"

Syamsi menegaskan, apabila ditelisik lebih dalam, lirrik lagu "Genjer-genjer" sebenarnya bercerita tentang penderitaan rakyat Banyuwangi akibat kekejaman tentara Jepang. Kelaparan yang meluas pada masa penjajahan Jepang membuat penduduk Banyuwangi terpaksa memakan genjer (Limnocharis flava) gulma di persawahan yang biasanya diperuntukan sebagai makanan bebek.

Genjer (Limnocharis flava), gulma sawah yang terpaksa menjadi makanan karena meluasnya kelaparan pada zaman Jepang. Peristiwa ini menjadi ilham bagi Muhammad Arif untuk menciptakan lagu "Genjer-genjer"

Selain lagu "Genjer-genjer", Muhammad Arif juga banyak mencipta lagu mars paduan suara untuk Ganefo (olimpiade tandinga yang diprakarsai oleh Presiden Soekarno), Lekra, Aksi Tani dan Harian Rakyat. Lirik-lirik asli lagu-lagu mars tersebut tersimpan lengkap dalam tiga buku yang disimpan Syamsi.


Bing Slamet (kiri) dan Lilis Suryani, duet penyanyi yang membuat lagu "Genjer-genjer" menjadi hits pada era 1960-an

Peristiwa G30S membuat hidup Syamsi sengsara. Selama duduk di bangku SD hingga SMA, ia selalu diperolok sebagai anak PKI. Ia bahkan sempat ingin menghilang jauh-jauh saja ke tempat siapapun yang tidak mengenalnya.

Karena citranya sebagai anak PKI ia pun tidak bisa ikut seleksi masuk menjadi anggota TNI Angkatan Laut kandas lantaran dicap anak PKI. Dia kemudian lantas bergabung ke salah satu grup musik dangdut. Saat manggung di Magelang pada 1981, dia bertemu dengan Titik Puji Rahayu yang kemudian menjadi isterinya. Kecocokan mereka berdua salah satunya karena sama-sama mendapat stigma sebagai anak PKI. Karena undangan pentas dangdut tidak rutin datang, maka Syamsi pun juga bekerja serabutan. Kini ia juga membuka usaha catering.

Sayangnya, walaupun peristiwa G30S sudah 50 tahun berlalu, namun teror pada keluarga Syamsi belum reda hingga saat ini. Rumahnya sering menjadi sasaran lemparan batu segenggaman tangan.

Syamsi menduga tiga buku ayahnya yang dia simpan sebagai pemicu teror. Pernah suatu kali dia berniat membakar buku-buku itu. Pernah seorang warga Denmark berniat membeli buku-buku tersebut seharga Rp 100 juta namun hingga kini belum ada tindak lanjutnya.

Apabila ketiga buku tersebut laku, ia ingin segera meninggalkan Banyuwangi untuk menyusul istri dan ketiga anaknya di Tangerang. Di Banyuwangi, ia hanya hidup sendirian saja menunggui rumah sembari berharap ada yang membeli rumah tersebut.

Lagu "Genjer-genjer" yang dinyanyikan oleh penyanyi aslinya, Lilis Suryani, bisa dilihat dan didengarkan dari video berikut:


Lirik asli lagu "Genjer-genjer" dalam bahasa Osing Banyuwangi adalah sebagai berikut:
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Genjer-genjer nong kedokan pating keleler
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Emake thulik teka-teka mbubuti genjer
Ulih sak tenong mungkur sedhot sing tulih-tulih
Genjer-genjer saiki wis digawa mulih

Genjer-genjer isuk-isuk didol ning pasar
Genjer-genjer isuk-isuk didol ning pasar
Dijejer-jejer diuntingi padha didhasar
Dijejer-jejer diuntingi padha didhasar
Emake jebeng padha tuku nggawa welasah
Genjer-genjer saiki wis arep diolah

Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Genjer-genjer mlebu kendhil wedang gemulak
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak
Setengah mateng dientas ya dienggo iwak
Sego sak piring sambel jeruk ring pelanca
Genjer-genjer dipangan musuhe sega

Sedangkan terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut;

Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Genjer-genjer di petak sawah berhamparan
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Ibu si bocah datang mencabuti genjer
Dapat sebakul dia berpaling begitu saja tanpa melihat
Genjer-genjer sekarang sudah dibawa pulang


Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Genjer-genjer pagi-pagi dijual ke pasar
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ditata berjajar diikat dijajakan
Ibu si gadis membeli genjer sambil membawa wadah-anyaman-bambu
Genjer-genjer sekarang akan dimasak


Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Genjer-genjer masuk periuk air mendidih
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Setengah matang ditiriskan untuk lauk
Nasi sepiring sambal jeruk di dipan
Genjer-genjer dimakan bersama nasi


Lagu "Genjer-genjer" tidak bersalah karena tidak berisi hasutan atau propaganda PKI. Yang membuatnya "berdosa besar" hanyalah karena kebetulan sang penciptanya menjadi anggota Lekra dan Pemuda Rakyat, organisasi yang dibina oleh PKI.
(Tempo dan berbagai sumber-sumber lain)

No comments:

Post a Comment