Monday, September 30, 2019

KPK Menguat(irkan)?

Kalimat yang paling tepat untuk menggambarkan daya rusak korupsi di negeri ini adalah darurat korupsi. Kegentingan semakin serius karena elite politik tidak merasakan kegawatan bangsa ini. Penjarahan kekayaan negara mulai dari sumber daya alam sampai penggerogotan nilai-nilai kehidupan bangsa dilakukan untuk membangun imperium kekuasaan.

Isu Pelemahan KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi

Korupsi adalah ancaman paling berbahaya karena mampu merenggut jiwa dan semangat kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi dengan canggih telah menuangkan racun serasa madus kepada pemegang kekuasaan sehingga mereka lupa diri dan bertekuk lutut terhadap kekuasaan yang mendatangkan kenikmatan badaniah tanpa batas.

Tragedi berikutnya, mereka menjadi mati nuraninya. Diperlukan usaha dan tekad ekstra keras untuk menggulung pelaku kejahatan luar biasa itu agar lembaga politik dan negara tidak semakin membusuk.

Perjuangan masyarakat melawan korupsi setelah reformasi berhasil membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan terbitnya Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kewenangan KPK sangat besar karena manifestasi gelora hasrat dan semangat rakyat menaklukkan keserakahan penjahat negara.

KPK kemudian menunjukkan kedigdayaannya karena berani dan berhasil membuat elite politik dan penguasa korup masuk bui. KPK berprestasi menggempur koruptor yang melampiaskan nafsu dan naluri primitifnya dalam menimbun harta agar semakin berkuasa.

Oleh karena itu, dapat dipahami kalau masyarakat sangat percaya dan memuja KPK, bahkan cenderung memitoskan institusi yang lahir dari rahim reformasi sebagai "Sang Penyelamat" atau Ratu Adil. Mitilogi yang mempercayai datangnya penyelamat yang akan membuat masyarakat sejahtera dan berkeadilan. Masyarakat yang nyaris putus asa dan frustasi menghadapi korupsi merasa terselamatkan oleh kehadiran dan sepak terjang KPK.

Fenomena semacam ini sangat manusiawi, namun harus dijaga agar KPK tidak dikeramatkan. Sakralisasi lembaga yang dikelola manusia rentan terhadap godaan kekuasaan. Terlebih jika mitilogi dijadikan instrumen ideologis untuk meraih kekuasaan oleh para petualang politik.

Oleh sebab itu, revisi Undang-undng KPK tak perlu menjadi kontroversi yang seakan pilihan antara  hidup atau mati. Tak perlu ada demo-demo berlebihan, apalagi muncul tandingan yang memecah masyarakat. Agenda lebih penting adalah mengedukasi dan meliterasi masyarakat, terutama generasi  muda, soal pentingnya kontrol terhadap lembaga politik dan negara.

Sari pati perubahan UU KPK adalah pentingnya pengawasan dan akuntabilitas KPK agar lembaga itu tetap digdaya. Apabila tanpa kontrol yang efektif, dikhawatirkan KPK menjadi lembaga "superbody". Padahal, lembaga apapun apabila dikelola manusia yang dalam dirinya bersemayam niat mulia dan hasrat durhaka, maka perlu pengawasan. Manusia tak akan pernah (bisa) menjadi malaikat.

Bahkan, dikenal sebuah pepatah populer: "lebih baik iblis berkuasa yang dapat dikontrol, daripada malaikat yang berkuasa tanpa pengawasan". Karena, siapapun yang berkuasa harus dikontrol oleh kekuasaan yang setara besarnya dengan pemegang kekuasaan. Pakem itu makin valid karena melekat erat dalam tata kelola kekuasaan negara demokrasi.

Kekhawatiran publik soal politisasi mitologi cukup sah karena dua hal. Pertama, demokrasi sejak reformasi lebih sibuk soal prosedur daripada mengelola aspirasi masyarakat. Pendangkalan pemahaman makna kedaulatan rakyat sejalan badai populisme dan amukan hoax yang merupakan produk paham pasca-kebenaran yang melanda dunia.

Kedua, kejernihan masyarakat sipil dalam mengelola kewarasan publik makin surut karena paham kesetaraan menjadi absolut. Setara dimaknai oleh masyarakat (yang sialnya) tuna literasi sebagai kebebasan tanpa batas, termasuk menghasut publik untuk mematahkan  tiang-tiang konstitusi dan ideologi bangsa hasil kesepakatan para "founding fathers" (pendiri negara).

Politisasi mitologi amat berbahaya karena kebenaran partikular akan menjadi mutlak. Ia juga akan mengobrak-abrik rasionalitas karena politik bukan lagi sarana saling asah ketajaman rasionalitas serta kepekaan terhadap kepentingan umum, tetapi menjadi wilayah yang memutlakkan argumentasi dan dalil eksklusif.

Merosotnya kualitas perdebatan publik dan masyarakat sipil memunculkan fenomena oklokrasi dan mobokrasi. Gejala pergeseran masyarakat sipil menjadi "mob" (Jasmin Hasanovic, Ochlocracy in the practices in civil society: a threat for democracy?: 2005).

Intinya, praktik demokrasi hanya terbatas pada prosedur tanpa mewacanakan isu-isu kepentingan umum akan terjebak dalam perangkap oklokrasi atau mobokrasi. Sebuah pemerintahan yang diurus dan dipimpin oleh warga yang tak kompeten mengelola rumitnya kekuasaan negara. Demokrasi yang seharusnya menjadi lembaga yang mengatur regulator konflik justru menjadi generator perseteruan.

Oleh karena itu, KPK akan menguat justru karena mempunyai akuntabilitas yang jelas dan kontrol yang proporsional.
(J. Kristiadi - Peneliti Senior CSIS, Kompas 26 September 2019)

Menelusuri Jejak Digital Postingan Ketua BEM UGM: M. Atiatul Muqtadir

Sebelum kita membahas ke inti pokok bahasan, kami ingin menyampaikan bahwa reporter kami juga pernah merasakan menjadi mahasiswa, oleh karena itu tentu saja sangat memahami apa dan bagaimana situasi di kampus.

Ketua BEM UGM: M. Atiatul Muqtadir
Ketua BEM UGM, M. Atiatul Muqtadir

Dan kali ini topik bahasan adalah mengenai salah satu Ketua BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Universitas Gadjah Mada (UGM) yang yang lagi trending kalangan netizen. Ketua BEM tersebut adalah Muhammad Atiatul Muqtadir.

M. Atiatul Muqtadir
Ketua BEM UGM, M. Atiatul Muqtadir

Mari kita mulai membahas sekilas tentang dirinya.

Muhammad Atiatul Muqtadir (Fathur), lahir di Palembang, 1 Agustus 1998. Dia masuk ke UGM dengan jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada tahun 2015.

Pada tahun pertama di UGM, Atiatul Muqtadir menjadi bagian dari Keluarga Mahasiswa Muslim Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKG. Menginjak tahun kedua, Atiatul menjadi ketua BEM FKG. Di tahun yang sama, Fathur juga menjadi anggota Senat FKG se-Indonesia.

Dia memiliki akun twitter yang beralamat di https://twitter.com/fathuurr_

Dia juga memiliki alamat instagram di https://www.instagram.com/fathuurr_/

Fathur memiliki cita-cita menjadi Menteri Kesehatan Republik Indonesia suatu saat nanti. Sebuah cita-cita yang mulia sebenarnya.

Melalui penelusuran yang mendalam kami menemukan salah satu cuitannya yang menolak undangan Presiden Jokowi seperti yang terlihat berikut ini:



Dia menolak undangan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk berdiskusi langsung, padahal dalam acara diskusi di salah satu TV swasta beberapa waktu yang lalu, terlihat jelas jika dia sendiri yang mengatakan bahwa kekerasan hanya akan menghasilkan kekerasan, lalu dia mengajak untuk melakukan hal-hal yang lebih humanis, dan dia sendiri mengatakan daripada capek keliling di kampus, kita omong di istana saja seperti yang terlihat dalam cuplikan berikut ini:


Dan baru beberapa hari yang lalu, ketua BEM UGM ini ingin bicara langsung di Istana Negara dan sekarang dia menolak undangan Presiden Jokowi?

Jadi sudah kelihatan “wataknya” seperti apa, masih bisa dipercaya???

Kami  juga menemukan postingan di akun Instagramnya seperti yang terlihat berikut ini:

Postingan IG Ketua BEM UGM


Dalam postingan di akun instagramnya tersebut, dia membagikan foto aksi demo yang salah satunya berbunyi cabut Perppu Ormas!

Apakah ini artinya dia juga tidak setuju dengan Perrpu Ormas?

Bukankah dengan Perppu tersebut, pemerintahan Presiden Jokowi bisa membubarkan ormas yang mengancam keutuhan NKRI atau ormas yang bertentangan dengan Pancasila? Sumber

Penulis sendiri secara pribadi MENDUKUNG Perppu Ormas karena bisa membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia yang merupakan salah satu “antek" asing yang sudah banyak melakukan perebutan kekuasaan (kudeta) berkedok menegakkan khilafah!

Bagi yang ingin mengetahui fakta beberapa kudeta yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir, silahkan klik laman https://kumparan.com/@kumparannews/deretan-upaya-kudeta-oleh-hizbut-tahrir

Yang lebih mengejutkan lagi, kami mendapatkan informasi tentang postingan ketua BEM UGM terkait Suriah. Kemudian kami melihat langsung postingan tersebut dalam akun instagram milikya berikut ini:

Ketua BEM UGM terkontaminasi paham radikal


Dalam postingannya, dia menuliskan secara jelas kalimat berikut ini:

Ya Allah, turunkanlah hukuman-Mu pada Bashar Asad dan para penolongnya yang telah melakukan kezhaliman dengan membunuh saudara-saudara kami di Aleppo khususnya dan Suriah umumnya...

Apakah ini artinya dia ”anti” terhadap Presiden Bashar Al Assad yang merupakan Presiden Suriah yang sah di sana???

Yang mirisnya, di salah satu postingannya yang lain, dia (sok) paling peduli tentang Palestina seperti yang terlihat berikut ini:

Postingan radikal ketua BEM UGM


Sudah bisa menangkap "keanehan" yang ada disini kan

Di satu sisi, dia (sok) paling peduli tentang Palestina, tetapi di sisi yang lain dia “anti” terhadap Presiden Suriah Bashar Al Assad!

Apakah dia tahu jika dalam Liga Gaza-Arab di Doha, Qatar pada tahun 2009 silam, Presiden Suriah adalah orang yang berani meminta negara Arab untuk menutup semua kedutaan Israel di Arab dan meminta negara-negara Arab untuk membantu rakyat Palestina seperti yang terlihat dalam video berikut ini:



Apakah Ketua BEM UGM yang lahir kemarin sore ini tahu jika Menlu Amerika, Menlu Turki dan pimpinan pemberontak Suriah pernah melakukan pertemuan bersama seperti yang dimuat dalam situs https://www.voaindonesia.com/a/as-janji-gandakan-bantuan-bagi-oposisi-suriah/1645855.html

Ketua BEM UGM terindikasi HTI


Apakah Ketua BEM UGM ini tahu jika Amerika, Israel dan sekutunya adalah pihak yang berada di belakang dan membiayai pemberontak Suriah seperti yang diberitakan oleh media nasional dan internasional berikut ini:

https://www.merdeka.com/dunia/terkuak-israel-diam-diam-pasok-bantuan-buat-pemberontak-suriah.html

https://www.merdeka.com/dunia/amerika-jelas-jelas-lebih-menghajar-assad-ketimbang-isis.html

Pemberontak Suriah yang "dibeking" Amerika bekerjasama dengan Al-Qaeda:

https://www.wsj.com/articles/rebels-begin-evacuating-syrian-city-of-homs-1399450862

CIA memasok senjata kepada pemberontak Suriah:

https://edition.cnn.com/2013/09/12/politics/syria-arming-rebels/index.html

Barack Obama minta parlemen setujui 500 juta dollar untuk pemberontak Suriah:

http://www.bbc.com/news/world-middle-east-28042309

Pemerintah Israel membayar gaji pemberontak Suriah:

http://www.newsweek.com/israel-secretly-paying-salaries-syrian-rebels-golan-heights-627155

Jadi semakin jelas jika Amerika, Zionis dan sekutunya adalah pihak yang ingin menggulingkan Presiden Suriah yang sosoknya jelas-jelas berani melawan Israel!

Jadi sungguh sangat aneh ada yang (sok) paling peduli Palestina tetapi malah “anti” terhadap Presiden Suriah yang berani melawan Israel!!!

Logika sajalah, jika Presiden Suriah jatuh, siapa yang untung??? Sudah pasti Amerika, Israel dan sekutunya!

Dan Ketua BEM UGM yang bernama Muhammad Atiatul Muqtadir ini malah mendoakan agar Presiden Suriah yang sah dihukum oleh Tuhan???

Hai Ketua BEM UGM, anda mau “menyukseskan” misi Amerika untuk menggulingkan tujuh negara di Timur Tengah dalam lima tahun, dimulai dari Irak, lalu Suriah, Libanon, Libya, Somalia, Sudan, dan akhirnya Iran seperti yang diberitakan dalam situs https://www.merdeka.com/dunia/keterlibatan-hizbut-tahrir-dalam-agenda-as-gulingkan-rezim-timteng.html

Bukan hanya itu, kami juga menemukan postingannya untuk membebaskan Dhandy yang katanya ditangkap karena benar.


Faktanya, Dhandy Dwi Laksono ditangkap dan dijadijan tersangka terkait cuitannya tentang kerusuhan di Jayapura dan Wamena seperti yang diberitaka laman: https://news.detik.com/berita/d-4723837/ini-cuitan-soal-papua-yang-bikin-dandhy-laksono-jadi-tersangka

Jadi sebenarnya Dhandy ditangkap karena benar atau karena cuitannya “provokasinya” terkait kerusuhan di Jayapura dan Wamena?

Apakah Ketua BEM UGM berani jawab?

Katanya aksi yang kalian lakukan murni, tidak ada kepentingan lalu membela Dhandy juga? Padahal Dhandy secara tegas mengatakan jika ada Presiden yang jatuh, anggap saja sebagai bonus:


Bahkan Dandhy dalam postingannya jelas-jelas melecehkan Presiden Republik Indonesia yang sah, sebagai berikut:



Jadi sebenarnya apa yang kalian inginkan, wahai Ketua BEM UGM? Terus menerus demo yang bisa membuat situasi bangsa dan negara tidak kondusif???

Membela Dhandy yang katanya benar tetapi terbukti melecehkan Presiden Indonesia yang sah dipilih oleh mayoritas rakyat Indonesia?

Kesimpulan:

Beberapa hari yang lalu di dalam salah satu acara diskusi, Ketua BEM UGM ini mengatakan ingin diskusi langsung di Istana, namun kini dia menolak undangan diskusi langsung dengan Presiden.
Jadi apakah omongan orang seperti ini bisa dipercaya?

Dalam postingannya di Instagramnya, dia memuat postingan yang salah satu fotonya adalah ada orang demo tolak Perppu Ormas. Apakah ini artinya dia juga menolak Perppu Ormas yang sudah berhasil membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah banyak tendensi melakukan perebutan kekuasaan (kudeta) dengan kedok menegakkan agama dan koar-koar tegakkan khilafah?

Di salah satu postingannya, dia (sok) paling peduli tentang Palestina tetapi “anti” terhadap Presiden Suriah yang BERANI melawan Israel sejak tahun 2009!

Jika Presiden Suriah Bashar Al Assad didoakan olehnya untuk mendapatkan hukuman dari Tuhan, jika Presiden Suriah jatuh yang untung pasti Amerika, Israel dan sekutunya yang memang ingin menggulingkan 7 negara di Timur Tengah termasuk Suriah dengan membentuk dan membiayai pemberontak Suriah!

Apakah doanya kepada Presiden Suriah tersebut untuk “menyukseskan” misi Amerika, Israel dan sekutunya untuk menguasai Suriah?

Masih percaya jika aksi BEM ini murni?

Membela Dhandy yang katanya benar tapi terbukti melecehkan Preside Jokowi yang merupakan Presiden Indonesia yang sah?

Silahkan pembaca untuk menilai apa dan sendiri siapa sebenrnya Ketua BEM UGM yang bernama Muhammad Atiatul Muqtadir ini.

Thursday, September 26, 2019

Jenderal Ahmad Yani yang Tak Pernah Sempat....

Tragedi 1 Oktober 1965 membuat Ahmad Yani gagal menuntaskan misinya.

Saat ba'da Isya pada 30 September 1965 itu, Menteri/Panglima Angkatan Darat, Letnan Jenderal (Letjen) Ahmad Yani menerima Brigjen Basuki Rahmat di kediaman pribadinya di Jalan Lembang 58, Menteng.

Pahlawan Revolusi Jenderal Ahmad Yani
Jenderal Ahmad Yani

Basuki Rahmat yang menjabat sebagai Panglima Kodam VII/Brawijaya melaporkan situasi dan kondisi terkini di Jawa Timur yang menjadi wilayah militernya terkait pergerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta elemen-elemen dan ormas-ormasnya.

Basuki Rahmat, seperti dikutip dalam "Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional" terbitan tahun 1983 halaman 284, yang baru saja tiba di Jakarta dari Surabaya langsung melaporkan kepada Yani bahwa pergerakan PKI di Jawa Timur semakin berbahaya dengan maraknya aksi-aksi sepihak (klaim-klaim sepihak) serta unjuk rasa yang selalu berujung ricuh.

“Dilihat dari keseluruhan, maka peristiwa-peristiwa yang terjadi di Jawa Timur dan berbagai aksi sepihak PKI, bisa dipastikan adalah gerakan yang sistematis... yang sedang berjalan,” kata Basuki Rahmat.

Jenderal Yani menyimak laporan itu dengan serius. Ia mengatakan kepada Basuki agar esoknya pada 1 Oktober 1965 bersama-sama ke istana menghadap Presiden Soekarno untuk melaporkan situasi genting tersebut. “Memang keadaannya semakin meruncing. Kita menghadap bersama-sama besok. Secepatnya ini perlu dilaporkan,” tegasnya.

Namun sayangnya, pertemuan dengan Basuki pada hari itu merupakan malam terakhir dalam kehidupan Yani. Yani tidak pernah sempat lagi menjalankan misinya menemui Bung Karno karena pada dini hari 1 Oktober 1965, perwira tinggi militer kepercayaan dan kesayangan Presiden Soekarno dibunuh oleh para penculik berseragam Tjakrabirawa di kediamannya.

Yani gugur. Tubuhnya yang berbalut piyama dan bersimbah darah kemudian diseret di lantai rumahnya dan diangkut dengan truk untuk dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur. Jenazahnya  bersama jenazah 6 orang koleganya sesama perwira Angkatan Darat lainnya baru ditemukan 2 hari kemudian.

Semasa muda, Yani pernah mendapat julukan juru selamat dari rakyat Magelang, Jawa Tengah. Tak lama setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Yani bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) untuk turut menghadang Belanda yang ingin berkuasa kembali.

Yani yang saat itu ditugaskan di Magelang, membentuk batalion dalam pertempuran melawan pasukan Inggris (Sekutu). Setelah melalui beberapa pertempuran sengit, tentara Inggris diam-diam meninggalkan Magelang pada 21 November 1945 karena kewalahan menghadapi gempuran Yani dan pasukannya.

Yayu Rulia Sutowiryo (1981:76), istri Yani mengisahkan dalam buku "Ahmad Yani: Sebuah Kenang-kenangan", proses mundurnya pasukan Inggris dari Magelang ternyata berlangsung sangat sulit lantaran dihadang TKR dan laskar-laskar pemuda di sepanjang jalan. Pihak Inggris sendiri mengakui hal tersebut, mereka menyatakan hanya satu kompi saja yang bisa meloloskan diri.

Kegemilangan Ahmad Yani di Magelang tidak terjadi hanya sekali itu saja. Beberapa bulan berselang, tepatnya pada 23 Juli 1947, Resimen 19 dari batalion yang dipimpin Ahmad Yani juga berhasil memukul mundur pasukan Belanda kembali ke Ambarawa (Moh Oemar, dkk., Sejarah Daerah Jawa Tengah, 1994:217).

Dua tahun kemudian, saat Belanda tengah menggencarkan agresi militer-nya yang kedua, Ahmad Yani kembali unjuk gigi. Jelang Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, ia memainkan andil yang sangat penting untuk menunjang kesuksesan pertempuran besar yang menjadi bukti bahwa Republik Indonesia masih berdiri itu.

Pada 19 Februari 1949, pasukan Ahmad Yani kembali menghadang tentara Belanda yang sedang menuju ke Yogyakarta, ibukota RI saat itu. Ahmad Yani yang saat itu berpangkat Mayor memimpin Brigade IX dengan wilayah operasinya mencakup Kedu bagian utara hingga Semarang barat (Sekolah Staf dan Komando AD, Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta: Latar Belakang dan Pengaruhnya, 1990:55).

Aksi ini menjadi pembuktian bahwa Ahmad Yani tidak hanya piawai memimpin penyerangan. Ia ulung pula dalam menerapkan taktik bertahan dengan menjadikan wilayah utara Magelang sebagai garis pertahanan yang sangat tangguh sehingga Belanda terpaksa menyerah dan akhirnya mundur (Yayu Rulia Sutowiryo, 1981:76).

Ahmad Yani memang bukan aktor utama yang mengambil peran sentral dalam adegan inti, ia tidak bertempur di Yogyakarta sebagai pusat Serangan Umum 1 Maret 1949. Namun, aksi Ahmad Yani dari pinggiran justru menjadi kunci keberhasilan serangan massal, serentak namun singkat yang akhirnya membuka mata dunia bahwa RI ternyata masih ada.
Pembasmi Pengkhianat NKRI
Setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sejak awal 1950, problem internal bermunculan secara bergantian. Ahmad Yani pun berkali-kali berada di garda paling depan untuk menghadapi perlawanan-perawanan dari berbagai daerah terhadap pemerintahan di Jakarta.

Tahun 1952, Ahmad Yani turut meresmikan dibentuknya pasukan khusus bernama Banteng Raiders. Para prajurit yang tergabung dalam kesatuan ini dilatih dengan amat keras sehingga memiliki tingkat kedisiplinan dan kemampuan militer yang sangat bisa diandalkan. Salah satu tujuan dibentuknya Banteng Raiders adalah untuk membasmi aksi-aksi separatisme.

Cikal-bakal pasukan Banteng Raiders sudah diujicobakan sebelum resmi dibentuk, yakni menghadapi aksi perlawanan Angkatan Oemat Islam (AOI) di Kebumen, Jawa Tengah, pada 1950. AOI berafiliasi kepada Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang berambisi mendirikan negara Islam di Indonesia (Andito, Politik Demi Tuhan: Nasionalisme Religius di Indonesia, 1999:190).

Setelah AOI dapat dipadamkan, giliran DI/TII pimpinan Maridjan Kartosoewirdjo yang disasar oleh Ahmad Yani dan Banteng Raiders. Setidaknya ada dua aksi militer penting yang dilancarkan Banteng Raiders, yakni pada Mei 1952 dan Juni 1954 (Cornelis van Dijk, Darul Islam: Sebuah Pemberontakan, 1995). Pasukan khusus ini menangkap orang-orang DI/TII di Jawa Tengah yang bermaksud kabur ke Jawa Barat.

DI/TII pun akhirnya bisa dibasmi. Namun, ancaman separatisme belum berakhir. Ahmad Yani kembali mengerahkan Banteng Raiders untuk memadamkan aksi-aksi berbau separatis lainnya, termasuk PRRI/Permesta. Banteng Raiders juga turut ambil bagian dalam operasi pembebasan Irian Barat.

Akhir Riwayat Sang Jenderal
Ahmad Yani merupakan salah satu perwira TNI-AD kepercayaan Presiden Soekarno. Memburuknya hubungan presiden dengan A.H. Nasution selaku Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KASAD) karena peristiwa yang kerap disebut sebagai upaya kudeta pertama di Indonesia pada 17 Oktober 1952 berdampak mulus bagi karier Ahmad Yani.

Pada 23 Juni 1962, Yani diangkat sebagai KASAD atau Menteri/Panglima Angkatan Darat yang baru menggantikan Nasution. Posisi Nasution sendiri dialihkan sebagai Menteri Pertahanan Keamanan yang secara struktural lebih tinggi namun kurang strategis.

Angkatan Darat di bawah Nasution memiliki loyalitas terbatas kepada Presiden Soekarno (Taufik Abdullah, dkk., Malam Bencana 1965: Dalam Belitan Krisis Nasional Bagian 3 Berakhir dan Bermula, 2012:18). Nasution yang sangat anti-komunis dianggap sebagai penghalang presiden yang saat itu gencar mengkampanyekan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme), termasuk merangkul PKI sebagai salah satu pilarnya selain militer dan kelompok Islam.

Bung Karno menilai Yani lebih lunak daripada Nasution soal Nasakom. Namun, anggapan Presiden ternyata tidak sepenuhnya tepat. Dalam isu-isu strategis yang dilontarkan PKI, seperti wacana Angkatan Kelima dan Nasakomisasi Angkatan Bersenjata, Yani secara tegas menentangnya (Taufik Abdullah, 2012:18).

Sikap yang tidak selalu sepakat ini membuat Yani menjadi salah satu target utama Gerakan 30 September (G30S) 1965 yang ditengarai diinisiasi oleh petinggi PKI, di antaranya D.N. Aidit, serta melibatkan faksi militer terutama Angkatan Darat.

Tragedi kelam ini yang memutuskan riwayat Sang Jenderal.

Wednesday, September 25, 2019

(Foto) "Massa Demo yang Rusuh Sekitar DPR Bukan Mahasiswa"

Demonstrasi mahasiswa di Gedung MPR/DPR Senayan yang berlangsung pada Selasa 24 September 2019 kian memanas ketika hari beranjak gelap. Kerusuhan pun pecah di sekitar gedung parlemen.

Tak pelak, kerusuhan seusai demonstrasi mahasiswa di luar Gedung DPR pun pecah.

Demo Mahasiswa di DPR
Ketika hari mulai beranjak petang, massa mahasiswa yang ditenggarai disusupi oleh elemen tak dikenal mulai menyerang polisi dan berbuat rusuh

Terkait kerusuhan tersebut, Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Trisakti menegaskan massa yang rusuh itu bukanlah mahasiswa, apalagi kelompok mereka.

"Bisa saya pastikan ini bukan dilakukan oleh mahasiswa," kata Wakil Presiden Mahasiswa Universitas Trisakti Dheatantra Dimas Selasa malam 24 September /2019 malam.

HTI Tunggangi Demo Mahasiswa
Bendera HTI dalam aksi mahasiswa Selasa 24 September 2019 di sekitar Senayan

Dimas menjelaskan, aksi demonstrasi sepanjang hari ini bukan hanya dilancarkan mahasiswa. Ada elemen lain yang ikut serta. Namun, berkaca dari demonstrasi Senin 23 September 2019 kemarin, mahasiswa mampu menahan diri dari aksi rusuh.



"Saya yakin sejatinya mahasiswa tidak membuat rusuh," kata Dimas.

Dari pemantauan di temat, gas air mata terpaksa ditembakkan oleh petugas polisi karena massa yang tak jelas identitasnya ini melempari polisi dengan batu. Pos polisi dibakar. Api menyala di flyover Slipi. Hingga menjelang pergantian hari ini, kerusuhan masih berlangsung.
Sumber: pantauan langsung di lapangan dan Detik)

Tuesday, September 24, 2019

"Affair" Gelap Para Jenderal (Sejak) Zaman Orde Lama

Beberapa Jenderal AD merupakan sosok womanizer (penakluk wanita), kawin berkali-kali atau mempunyai istri simpanan sehingga membuat hubungannya dengan sesama kolega di Angkatan menjadi tegang.

Soe Hok Gie, mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Indonesia yang legendaris itu, pernah menuliskan secara rinci mengenai kehidupan hedonisme para pejabat di tingkat elit zaman Orde Lama.

“Tiap minggu diadakan pesta-pesta yang dekaden di Istana dengan ngomong cabul dan perbuatan-perbuatan cabul,” coret Soe Hok Gie sekitar 1966 dalam buku harian yang dibukukan menjadi Catatan Seorang Demonstran (1983).

Letnan Jenderal Ahmad Yani, yang sejak 1962 menjadi orang nomor satu di Angkatan Darat dan menjadi salah satu orang di Ring 1 Presiden Soekarno dengan jabatan Menteri/Panglima Angkatan Darat (Menpangad), di mata Soe Hok Gie sebenarnya bukan tipe orang yang mata keranjang. Dalam catatannya pada sekitar 1962, Hok Gie menuliskan bahwa Yani pernah membuat sebuah “peraturan yang melarang prajurit-prajurit Angkatan Darat (AD) mengambil istri kedua (berpoligami) tanpa izin komandan dan istri pertama”.

Poligami Jenderal Ahmad Yani
Letnan Jenderal Ahmad Yani pernah mempunyai hubungan yang dingin dengan Jenderal AH Nasution. Dalam foto kanan, Jenderal AH Nasution yang menjabat Menko Hankam/Kasab (kini disebut sebagai Panglima TNI) melantik Ahmad Yani menjadi Menpangad (kini disebut sebagai Kepala Staf Angkatan Darat/KSAD)

Tentu saja banyak orang di lingkaran Presiden Soekarno yang tidak senang dengan aturan yang dibuat Yani. Menurut penuturan Hok Gie, Yani kemudian dipancing lewat perempuan. Menurut Hario Kecik dalam Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia (2010), Yani punya kelemahan dalam urusan satu ini. Dan ternyata, Yani terpancing dan memakan "umpan".

Maka Yani pun mengesampingkan Yayu Rulia Sutowiryo, istrinya yang menemani perjuangan Yani sejak zaman perang revolusi kemerdekaan dulu. Apa sebab?

“Karena Yani mulai berpacaran dengan siswi SMA,” tulis Kecik. “Akhirnya ia memelihara istri muda,” kata Gie. Kemungkinan ia menikah di bawah tangan dengan gadis yang masih duduk di bangku SMA itu.

Namun Kecik maupun Gie tidak merinci identitas gadis SMA yang jadi istri muda Yani tersebut. Dan juga tak dijelaskan bagaimana prosesnya hingga kemudia sang pahlawan revolusi kawin dengan siswi SMA tersebut. Namun berdasarkan penelusuran, kemungkinan besar hal itu terjadi ketika Yani menjabat Menpangad. Posisi itu yang membuatnya dekat dengan kawan-kawan Presiden Soekarno yang tak jauh dari wanita-wanita cantik.

Pada 25 Januari 2010, Majalah Tempo dalam artikel "Akhir Perburuan Jenderal Licin" pernah membahas kelanjutannya. “Pada 1967, Herman [Sarens Sudiro] menikahi janda kedua Achmad Yani, Khadijah,” demikian terpapar dalam artikel tersebut. Maka, nama siswi SMA yang menjadi istri kedua Yani adalah Khadijah.

Kecik, dalam bukunya yang lain, Pemikiran Militer 4: Bangsa Indonesia Abad 21 (2009), “Jenderal Abdul Haris Nasution, yang anti-poligami, (mempunyai hubungan yang) tegang dengan Letnan Jenderal Ahmad Yani dan (Presiden) Soekarno.” Yani dan Soekarno tentu saja satu kubu. Bukan lagi pendukung, tapi sudah menjadi pelaku. Dan ini tentu saja membuat Nasution yang anti main perempuan dan setia dengan istri yang selalu mendampinginya, Johana, sinis dan gondok.

“Nasution terang-terangan anti-poligami dan mempertunjukannya dengan tegas dalam tindakan terhadap seorang perwira menengahnya yang menjalankan poligami dengan menonaktifkan dari jabatannya. Perwira (yang diberhentikan Nasution) tersebut adalah Letnan Kolonel Dahyar dari jajaran Divisi Siliwangi,” tulis Kecik dalam Pemikiran Militer 2.

Bagi Kecik, kelakuan Jenderal-jenderal playboy ini dia samakan dengan perilaku Presiden Soekarno yang doyan mempunyai istri lebih dari satu.

Pada Kamis malam 30 September 1965 yang menjadi malam naas sekaligus malam terakhir dalam hidup Yani, ia sedang tak bersama Yayu. Istrinya tersebut tak ada di rumah. Ada yang menyebut, Yayu ngambek kepada Yani gara-gara kedekatan suaminya dengan perempuan lain. Namun, menurut Julius Pour dalam "Gerakan 30 September: Pelaku, Pahlawan & Petualang" (2010), di malam naas itu Yayu sedang tirakatan di rumah dinas resmi Menpangad di Jalan Suropati, Menteng, Jakarta Pusat dengan "alasan" hari itu adalah hari ulang tahunnya.

Seperti halnya Yayu, setelah Yani gugur pada subuh 1 Oktober 1965, Khadijah pun menjadi janda. Amelia Yani, salah satu putri Ahmad Yani pernah berbicara mengenai isu kedekatan ayahnya dengan perempuan lain kepada Tempo 30 September 2002, “Saya rasa wajar saja kalau Bapak punya affair karena Bapak itu orangnya ganteng sekali.” ujar Amelia.

Tentu saja, Amelia tak berlebihan mengomentari pesona ayahnya. Salah satu daya tarik Yani di mata kaum wanita terletak pada penampilan fisiknya. Ia tak hanya punya badan yang tegap, namun juga memiliki wajah yang sangat menarik. Belum lagi kharisma dan wibawanya sebagai pemimpin Angkatan Darat yang tentu saja disegani para prajuritnya dan banyak orang lain.

Herman Sarens Sudiro yang belakangan diketahui menikahi Khadijah pun dikenal bukan merupakan orang sembarangan di kemiliteran. Sebagai tentara, Herman yang waktu itu masih aktif juga punya penampilan yang parlente. Pada 1967, pangkatnya sudah melampaui Letnan Kolonel. Sementara pangkat terakhir Herman adalah Brigadir Jenderal.

Ketika Khadijah menjadi istri muda Yani, Herman, yang pernah jadi Staf Umum di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) pada 1962 merupakan perwira bawahan Yani. Soal kawin, selain dengan Khadijah, Herman pernah kawin dengan Tinawati, Rieke, juga Theresa Bleszynski. Perempuan yang disebut terakhir adalah kakak tiri artis Tamara Bleszynski.

Tetapi tidak hanya Yani yang diketahui Kecik tersangkut affair dengan perempuan lain. Seorang kawan Yani sejak zaman sekolah di Jakarta, Taswin Almalik Natadiningrat (belakangan jadi Letnan Jenderal TNI), pun juga dikenal sebagai womanizer.

“Taswin mempunyai sexual orientation yang sama dengan Yani. Ia meninggalkan istri tuanya untuk kawin dengan perempuan China,” tulis Kecik di Pemikiran Militer 2.

Pada zaman Orde Baru, poligami pejabat merupakan masalah serius. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 melarang abdi negara berpoligami. Diperkirakan, adanya aturan ini merupakan berkat bisikan Ny. Tien Soeharto. Ibu Negara di masa kepresidenan Soeharto itu kepada Presiden Soeharto.

Abdul Gofur dalam buku "Ibu Tien Soeharto dalam Pandangan dan Kenangan Para Wanita" (1996), menyebut Ny. Tien Soeharto sebagai“inspirasi bagi undang-undang anti poligami.”

Tapi di masa Orde Baru itu, tetap saja ada desas-desus tentang kehidupan para perwira dan pejabat elit yang mengawini lebih dari satu wanita. Namun dalam kondisi yang penuh kekangan kepada pers, desas-desus itu tidak banyak mendapatkan tempat. Dan barulah setelah 1998 informasi tentang hal itu dengan leluasa menjadi obrolan di media dan milis-milis.
(dari berbagai sumber)

Monday, September 23, 2019

Ini Penyebab Wisatawan Asing (Mungkin) Takkan Lagi Kembali ke Indonesia Gara-gara RKUHP

Wisatawan-wisatawan asing dari Eropa, Amerika Serikat serta Australia mulai berpikir dua kali untuk berwisata ke Indonesia, khususnya Bali terkait Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Pemerintah mereka pun berencana menerbitkan travel advice dan travel warning berkenaan dengan isu tersebut. Bisa dikatakan, ini merupakan rongrongan bagi kemajuan bangsa yang berasal dari dalam negeri sendiri. Ini juga merupakan pukulan telak bagi upaya pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan rakyat.

Dalam RKUHP, yaitu tepatnya pada pasal 417, terdapat aturan yang melarang persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istri dengan sanksi penjara paling lama satu tahun atau denda kategori II.

Lalu pada Pasal 419 mengatur pasangan belum menikah yang hidup bersama dapat dipenjara paling lama enam bulan atau denda kategori II. Denda tersebut sekitar Rp 50 juta. "Saya mengerti kami tidak bisa berpegangan tangan atau berciuman di pura atau tempat religius lain. Namun, saya tidak ingin khawatir melakukan sesuatu yang normal di kampung halaman, tetapi bisa kena masalah untuk itu. Ya, kami akan mempertimbangkan lagi untuk datang ke Bali," kata turis asal Inggris Rosa Hughes dan pasangannya Jake Rodgers yang menginap di daerah Kuta, Bali.

Turis Bule Sexy
Turis dari negara barat yang berwisata di Bali kerap berpenampilan sexy dan tinggal sekamar dengan lawan jenis walau belum menikah

Sedangkan wisatawan lain yang berasal dari Perth, Australia, Kelly Ann, mengatakan RKUHP tidak akan memengaruhinya. "Saya percaya mereka yang masuk dalam kategori ini (pasangan belum menikah) tidak akan datang kembali. Kami akan kembali ke Bali, tetapi pasti akan kehilangan beberapa orang," kata Ann.

Terkait isu ini Profesor di Melbourne University Tim Lindsey, yang juga menjabat sebagai Director of the Centre for Indonesia Law, Islam and Society mengatakan peraturan mengenai seks di luar nikah akan menciptakan masalah besar bagi orang asing jika itu diberlakukan.

"Apakah wisatawan (asing) harus membawa akta pernikahan saat berkunjung ke Indonesia? Ini juga membuat wisatawan asing rentan diperas. Akan sangat mudah bagi polisi di Bali untuk berkata 'kamu belum menikah, kamu harus bayar'. Itu skenario yang sangat mungkin," kata Lindsey.

Peneliti di International Institute for Strategic Studies, Aaron Conolly di Singapura mengatakan perubahan hukum akan memiliki dampak besar bagi pariwisata Bali dan daerah lain di Indonesia.

Apalagi saat ini Pemerintah Republik Indonesia dibawah Presiden Jokowi sedang gencar-gencarnya mempromosikan destinasi wisata "10 Bali Baru? untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pariwisata.

"Perwakilan negara Eropa di Jakarta secara privat menginformasikan kepada para anggota DPR mereka akan melakukan pembaruan pada travel warning (peringatan perjalanan) dan akan ada pemberitaan media massa yang buruk. Namun, saran itu tidak dihiraukan," kata Conolly.

"Saya kira para pembuat undang-undang ini tidak mengerti bahwa meskipun undang-undang ini sebagian besar tidak akan diterapkan pada orang asing, mereka tidak paham akan berimbas pada pariwisata," kata Conolly.

Lebih lanjut, Lindsey menambahkan, sudah tentu tak mengherankan apabila perwakilan negara asing di Indonesia termasuk Australia akan memperbarui travel advice (imbauan perjalanan). "Ini sangat berisiko dan mereka harus memperingati lebih dari satu juta wisatawan Australia yang bepergian ke sana (Indonesia) setiap tahun," kata Lindsey.

Presiden Joko Widodo pada Jumat 20 September 2019 lalu telah meminta DPR untu menunda pembahasan dan pengesahan RKUHP yang menuai polemik di masyarakat. Jokowi sudah memerintahkan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

"Saya perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini kepada DPR ini. Agar pengesahan RUU KUHP ditunda dan pengesahannya tak dilakukan DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat 20 September 2019.

Presiden Jokowi pun menyebut permintaan ini karena ia mencermati masukan berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substasi RKUHP. "Saya berkesimpulan masih ada materi-materi yang butuh pendalaman lebih lanjut," kata Jokowi.
sumber: The Sydney Morning HeraldKompas)

Sunday, September 22, 2019

Alasan Golkar Melakukan Studi Banding dan Pertukaran Program dengan Partai Komunis China

Partai Golkar melalui Ketua Umumnya Airlangga Hartarto menyatakan bahwa partainya akan mengunjungi China untuk melakukan studi banding dengan Partai Komunis China.

Airlangga menyampaikan hal tersebut seusai bertemu dengan Kepala Biro Hubungan Internasional Partai Komunis China (Head of International Department Communist Party of China) Song Tao, di Hotel Shangri La Jakarta pada Sabtu 21 September 2019.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartanto saat memberikan keterangan kepada wartawan di Hotel Shangr-La, Jakarta 21 September 2019


"Ya tentu secara spesifik partai PKC mengundang Partai Golkar untuk mengunjungi China. Tentu kita akan respons secara positif dan kemudian melanjutkan program pendidikan dan pertukaran kader dalam bentuk studi banding, baik itu kader perempuan maupun kader pemuda," ujar Airlangga.

Dalam keterangannya Airlangga menuturkan studi banding yang akan dilakukan berfokus pada kader perempuan dan pemuda. Hal itu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan generasi bangsa. "Tentu diharapkan ke depan Indonesia dan China bisa menjadi top 10 ekonomi dunia. Sehingga, Indonesia juga bisa menjadi pemimpin ekonomi di tingkat Asean," ujar Airlangga.

Namun walau demikian, sampai saat ini kunjungan balasan Golkar ke China masih belum ditentukan kapan waktunya. Selain itu dalam kunjungan balasan ini nantinya juga akan dilakukan pertukaran program yang berfokus pada bidang kesejahteraan dan pembangunan dengan Partai Komunis China.

"Sejak lama kami sudah melakukan pertukaran studi dengan PKC. Rata-rata ada 15 kader Golkar yang belajar ke sana, karena PKC punya kekuatan di studi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Nah, program-program ini yang akan dipertukarkan," ujar Airlangga.

Airlangga mengatakan, Golkar kini memiliki perhatian dalam bidang studi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, program pertukaran dengan PKC akan dilakukan. "Program pertukaran ini tadi kita diskusikan terbuka, terkait kerja sama di level partai politik," kata Airlangga.

Sebelum bertemu dengan Airlangga, Song Tao juga bertemu Presiden Joko Widodi di Istana Kepresidenan Bogor pada Jumat 20 September 2019

Pada hari yang sama pula, Song Tao juga bertemu dengan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
(Sumber: Kompas)

Friday, September 20, 2019

"Kami Siap Jakarta Bergabung dengan Provinsi Banten"

Lagi-lagi pejabat negara kembali mengucapkan pernyataan kontroversial yang tidak produktif dan menimbulkan kegaduhan.

Al Muktabar
Lambang provinsi DKI Jakarta

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Banten Al Muktabar menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten siap apabila Jakarta bergabung dengan Provinsi Banten setelah tidak menjadi ibu kota lagi.

Muktabar menyampaikan hal tersebut ketika menjadi pembicara di Seminar Lemhanas RI bertajuk "Pengembangan SDM Unggul untuk Memanfaatkan Peluang Bonus Demografi Menuju Indonesia Maju pada RPJMN 2020-2024", Jumat 20 September 2019.

Awalnya, Al Muktabar menyampaikan soal bonus demografi di Provinsi Banten yang menyangkut persoalan wilayah. Dengan demikian, dia mengaitkan hal tersebut dengan rencana perpindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Kalau mungkin Lemhanas bisa men-support kami, pengkajian bahwa bila status ibu kota kita pindah dari Jakarta, maka keistimewaannya lepas sehingga kami akan mengajukan Jakarta adalah bagian dari Provinsi Banten," ujar Al Muktabar yang langsung disambut tawa para peserta seminar.

Al Muktabar
Al Muktabar saat menjadi pembicara di Seminar Lemhanas, Jumat 20 September 2019

Dia mengatakan, jika wilayah DKI Jakarta dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) sekitar Rp 77 triliun ada di dalam Provinsi Banten, maka pihaknya berjanji akan mengelolanya dengan benar.

Maka itu, Provinsi Banten pun menyatakan siap menghadapi bonus demografi sesulit apapun. "Kami siap kalau nanti DKI menjadi bagian dari Provinsi Banten," kata dia.

Seperti kita ketahui sebelumnya bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara resmi telah mengumumkan bahwa pemerintah akan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Pengumuman tersebut disampaikan Jokowi saat menyampaikan pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019 lalu.
(Sumber: Kompas)

"Bung Karno Tidak Terlibat G30S"

Peristiwa G30S merupakan sejarah kelam yang sudah rahasia umum kebenarannya dipelintir oleh rezim Orde Baru selama 32 tahun.

Maulwi Saelan ingat dengan sangat jelas setiap detil kejadian pada malam 30 September 1965. Saat itu dia sempat menegur Letkol Untung Syamsuri di Istora Senayan yang lalai menjaga salah satu pintu masuk Istora Senayan. Padahal saat itu Presiden Soekarno sedang berpidato di hadapan para insinyur di acara Munastek (Musyawarah Nasional Teknik).

Presiden Soekarno
Presiden Soekarno


Saat itu Maulwi yang bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan Presiden Soekarno karena Brigjend Sabur, komandan Tjakrabirawa (pasukan pengamanan Presiden), sedang pergi ke Bandung.

Selesai acara di Istora Senayan, dengan ditemani oleh Kolonel Bambang Widjanarko, Maulwi mengantar Presiden Soekarno kembali ke Istana. Dan sekitar pukul 24.00 dia baru bisa pulang ke rumahnya di Jalan Birah II, Kebayoran Baru.

Telepon di rumahnya berdering sekitar pukul 05.10, selepas Maulwi sholat Subuh pada 1 Oktober 1965. Dari seberang, ajudan presiden Kombes Sumirat mengabarkan tentang terjadinya penembakan di rumah Waperdam Leimena dan Menko Hankam/KASAB Jenderal Nasution. Maulwi mengeceknya kemudian.

Selang setengah jam kemudian, Sumirat kembali menelepon. Rumah Menpangau Laksamana Omar Dhani dan rumah Brigjen DI Panjaitan juga ditembaki. Namun, kabar itu segera dia ralat karena setelah dia cek ternyata rumah Omar Dhani tak ditembaki, dan di sekitar Istana Merdeka ada banyak pasukan tak dikenal.

Di rumah Maulwi, Kapten Suwarno (Dan Ki I Yon KK) sudah hadir pukul 6 kurang seperempat. “Bapak ada di mana?” tanyanya, yang langsung dijawab Maulwi, “Apakah Bapak tak ada di Istana?”

“Tidak ada,” jawab Suwarno.

Mereka berdua segera bergegas mencari keberadaan Presiden. Rumah salah satu istri Presiden, Haryati di Grogol menjadi tujuan mereka, sesuai kebiasaan presiden apabila tak di Istana berarti ada di Wisma Yaso (rumah istrinya, Ratna Sari Dewi) atau di rumah Haryati.

Namun ternyata Presiden tak ada di Grogol. Maulwi buru-buru bergegas ke Wisma Yaso namun langkahnya terhenti ketika sebuah jip DKP yang dilengkapi radio transmittor & receiver Lorentz tiba.

Dengan alat komunikasi itu Maulwi mencari keberadaan presiden. Akhirnya kontak tersambung dengan para pengawal presiden yang sedang bertugas. Mereka menjawab: iring-iringan presiden sedang menuju Istana Merdeka. Maulwi langsung meminta bicara dengan AKBP Mangil komandan DKP (Detasemen Kawal Pribadi).

Keduanya mendapat laporan dari sumber masing-masing mengenai perkembangan situasi dan keberadaan pasukan tak dikenal di sekitar Lapangan Monas. Berbekal informasi itu, Maulwi langsung memerintahkan Mangil agar membawa rombongan presiden ke rumah Haryati di Grogol. Dia menunggu di sana.

Namun rombongan presiden keburu sampai dekat air mancur Monas di Jalan Merdeka. Upaya pembelokan melalui Jalan Kebon Sirih sudah telat. Mangil langsung memerintahkan rombongan berbelok di Jalan Budi Kemuliaan, menuju Grogol untuk menghindari pasukan tak dikenal tadi. Rombongan tiba di rumah Haryati pukul 07.00.

Laporan yang diterima dari Sumirat segera Maulwi sampaikan kepada presiden. Presiden terhenyak dan berubah air mukanya. “Wah, ik ben overrompeld (wah, Saya terguncang),” ujar Presiden yang kaget. Dia gelisah dan mengatakan kepada Maulwi bahwa mereka tak bisa berlama-lama di sana.

Sambil terus mengusahakan kontak dengan panglima ketiga angkatan dan Kodam Jaya, Maulwi berunding dengan Mangil mengenai upaya penyelamatan Presiden dan ke mana presiden mesti dibawa. Sementara informasi dari berbagai pihak terus berdatangan. Sempat ada upaya membawa Presiden untuk sementara ke rumah Sie Bian Ho, seorang kenalan Mangil di Kebayoran Baru. Tapi Presiden sendiri akhirnya yang meminta mereka membawanya ke Lanud Halim Perdanakusuma.

“Sesuai prosedur standar operasi (SOP) Resimen Tjakrabirawa, pesawat Jetstar kepresidenan selalu stand by,” ujar Maulwi sebagaimana dimuat dalam biografinya, Maulwi Saelan: Penjaga Terakhir Soekarno.

Setelah persiapan singkat, rombongan berangkat ke Halim. Di ruang Komando Operasi, Menpangau Laksamana Omar Dhani sudah menunggu. Di sanalah mereka tinggal untuk beberapa saat sambil terus mengamati perkembangan yang ada.

Keterangan Maulwi menggugurkan keterangan Kolonel Bambang Widjanarko, yang mengatakan dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno, bahwa Bung Karno terlibat G30S. Menurut Bambang, saat di acara Munastek presiden sempat menerima sepucuk surat dari Letkol Untung yang dititipkan lewat Sogol dan Nitri, keduanya anggota Tjakrabirawa bagian hygiene.

Presiden, lanjut Bambang, kemudian pergi ke toilet ditemani oleh dirinya, Maulwi, dan Mangil. Di teras Istora, Presiden berhenti sesaat untuk membaca surat tadi. Isinya, pemberitahuan Untung mengenai akan dimulainya Gerakan 30 September, yang akan menindak sejumlah perwira tinggi Angkatan Darat yang tak disukai Soekarno.

“Saya yang terus mendampingi Bung Karno, dan tidak pernah meninggalkannya walaupun sebentar, tidak melihat kedatangan pelayan Sogol yang menitipkan sepucuk surat yang katanya dari Untung untuk diserahkan kepada Bung Karno. Pada malam itu, Bung Karno juga tidak pernah meninggalkan tempat duduk untuk pergi ke toilet dan tidak benar berhenti sejenak di teras Istora yang terang lampunya untuk membaca surat,” bantah Maulwi.

Bambang juga menganggap percakapan Kresna dan Arjuna yang dikutip Soekarno dalam pidatonya di Munastek sebagai sinyal kepada Letkol Untung dan gerombolanya untuk bergerak. Padahal, Soekarno sendiri menyatakan cuplikan percapakan itu ditujukan untuk memompa semangat para insinyur agar sadar akan peran dan tanggungjawabnya dalam kehidupan berbangsa.

“Maka aku sekarang berkata kepada para teknisi, kepada seluruh rakyat Indonesia, mari kita kerjakan kita punya tugas, tanpa menghitung-hitung apa yang nanti terjadi dengan kita,” ujar Soekarno dalam pidatonya itu, sebagaimana dimuat dalam buku Revolusi Belum Selesai: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September 1965-Pelengkap Nawaksara yang dieditori Budi Setiyono dan Bonnie Triyana.

Menurut James Luhulima dalam "Menyingkap Dua Hari Tergelap di Tahun 1965: Melihat Peristiwa G30S dari Perspektif Lain", keterangan Bambang hampir semua dibuat-buat untuk keamanan dirinya dan menjadikan Soekarno sebagai kambing hitam. Pernyataan Bambang itu disampaikannya di depan Kolonel CPM Soegiarjo dan AKBP Azwir Nawie dari Tim Pemeriksa Pusat (Teperpu) pada 3 Oktober 1970.

Maulwi Saelan (kiri) dan Bambang Widjanarko

Hasil pemeriksaannya itu lalu muncul menjadi buku "The Devious Dalang: Soekarno and So Called Untung Putsh, Eyewitness Report" by Bambang S. Widjanarko yang ditulis Antonie Dake. Bambang kemudian juga membuat memoar.

“Uniknya, di dalam bukunya yang berjudul Sewindu Dekat Bung Karno yang terbit pada tahun 1988, atau hampir 18 tahun sesudahnya, Kolonel KKO Bambang Widjanarko sama sekali tidak menyinggung tentang kesaksiannya yang memberatkan Presiden Soekarno yang diberikannya kepada Teperpu,” tulis Luhulima.

Kecuali Bambang, Maulwi, Mangil, dan komandan mereka Brigjen Sabur semua dipenjara tanpa pengadilan ketika Soekarno sudah turun dari tampuk Kepresidenan. Bahkan Sabur meninggal di dalam tahanan karena frustasi dan terbeban mental memikirkan nasib Bung Karno disamping dirinya yang tidak bersalah dan tidak tahu menahu dengan tindakan gerakan Letkol Untung Syamsri.

Resimen Tjakrabirawa sendiri dibubarkan Soeharto pada 1966, dan semua personelnya dipenjara dan diberhentikan dari dinas kemiliteran.

Maulwi kejadian yang lantas dikenang sebagai sejarah kelam Republik ini, sempat menelepon Bambang untuk bertemu guna mendapatkan penjelasan dari informasi dan keterangannya yang Maulwi anggap sebagai fitnah terhadap nama baik Presiden Soekarno. Bambang menyanggupi. “Tapi sampai dia meninggal, dia nggak pernah mau bertemu saya,” ujar Maulwi.
(Sumber: Historia)

Thursday, September 19, 2019

Kesaksian Pemeran Pierre Tendean Soal Film "Pengkhianatan G30S/PKI"

Generasi yang besar pada era Orde Baru pastilah kenal betul dengan film "Pengkhianatan Gerakan 30 September/PKI" yang amat mengerikan untuk ditonton.

Nah, salah satu bintang dalam film tersebut adalah Wawan Wanisar yang memerankan Lettu Pierre Andries Tendean. Ia menceritakan asal mula bisa menjadi salah satu pemeran hingga proses syuting dalam film "legendaris" tersebut.

Wawan Wanisar


Pada pertengahan 1981. Wawan Wanisar yang tengah bersantai di rumahnya di saat cuaca Jakarta yang sedang cerah dikejutkan oleh kedatangan tamu tak dia kenal.

Karena merasa punya masalah apa pun dan dengan siapapun, dia lantas heran kenapa sang tamu mengajak dirinya datang ke rumah Jenderal Besar TNI (Purn) Abdul Haris Nasution di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.

Sebenarnya, saat itu dalam hati Wawan merasa bangga lantaran diundang ke rumah Jenderal Nasution yang menjadi idolanya. Tapi, ya itu, kenapa undangannya mendadak.

”Beliau (Jenderal Nasution) sosok yang berwibawa. Saya selalu takjub ketika mendengar ceramah beliau ketika menjadi khatib salat Jumat,” kenang Wawan.

Wawan pada awal 1980-an tinggal di Jakarta Pusat. Tidak jauh dari kediaman Nasution di Jalan Teuku Umar.

Setelah pensiun dari dinas kemiliteran dan menjadi Purnawirawan, Pak Nas (demikian sapaan karib beliau)yang lolos dari upaya penculikan pada dinihari 1 Oktober 1965 itu, memang menghabiskan banyak waktunya untuk berdakwah.

Esok harinya, Wawan memenuhi undangan untuk datang ke rumah Nasution. Di sanalah dia tahu, orang yang mengundangnya ke rumah Pak Nas adalah seorang petugas dari Perusahaan Produksi Film Negara (PPFN), rumah produksi film Pengkhianatan G 30 S/PKI.

Ia pun merasa senang karena ia bisa berjabat tangan dan berbincang dengan Pak Nas yang diidolakannya. Bahkan Pak Nas menyambutnya dengan hangat dan ramah..

Di rumah Pak Nas pada siang itu juga ada Arifin C. Noer. Wawan cuek saja, tidak tahu maksud kedatangan sutradara kenamaan tersebut di sana.

Di dekat Arifin, ada Mitzi Farre, yang merupakan kakak kandung mendiang Kapten (Anumerta) Pierre Tendean, yang kala kejadian menjabat sebagai ajudan Pak Nas.

Ternyata tanpa sepengetahuan Wawan, Mitzi mengamati sosok Wawan. Wajahnya, tubuhnya, dan gerak-geriknya.

Tanpa sepengetahuan Wawan pula, pertemuan siang itu sebenarnya adalah casting kilat untuk menentukan layak atau tidaknya Wawan menjadi salah seorang tokoh utama film Pengkhianatan G 30 S/PKI yang akan segera dibuat.

Tidak lama bincang-bincang itu berjalan, Mitzi terlihat membisikkan sesuatu kepada Arifin.”Dia orangnya…mirip dengan Pierre,” kata Wawan menirukan ucapan Mitzi kepada Arifin yang mampu didengarnya meski diucapkan sambil berbisik.

Belum hilang kekaguman bertamu Nasution, Wawan diajak ke halaman belakang rumah oleh seseorang yang tidak dia kenal dalam pertemuan itu.

”Ikut saya sebentar,” ajak orang tersebut kepada Wawan dengan nada tak bersahabat.

Ajakan tak bersahabat itu sudah membuat jengkel Wawan. Karena tamu, dia ikut saja. Namun, kesabaran Wawan habis ketika orang itu memarahinya di halaman belakang rumah Nasution.

”Saya lupa, dia marah soal apa. Yang pasti sangat menyebalkan,” kata Wawan, lantas tertawa.

Tak terima dimarahi tanpa alasan, Wawan tanpa ba-bi-bu langsung balas membentak. Bukannya membalas bentakan Wawan, pria itu malah berseru kepada Arifin yang ada di ruang tengah.

”Oke nih, Mas,” kata pria yang ternyata asisten sutradara tersebut.

Sejak saat itulah, Arifin memutuskan Wawan menjadi pemeran Pierre Tendean. Bentakan kepada Wawan adalah ujian untuk melihat apakah dia memiliki watak sama dengan sang pahlawan.

Sebab, secara fisik, sebagaimana penilaian Mitze, Wawan sudah sangat mirip dengan Pierre.

Hari itu benar-benar penuh berkah bagi Wawan. Bisa bertemu Jenderal Nasution, lalu mendapatkan kepercayaan memerankan sosok pahlawan yang diidolakan oleh banyak orang khususnya kaum wanita.

Apalagi jika mengingat fakta bahwa Wawan bukanlah seorang pekerja seni, apalagi aktor. Bahwa dia dibidik Arifin, itu berkat rekomendasi Rudi, temannya yang menjadi aktor sebelumnya.

Sejatinya, Wawan yang beristri Sri Rohayati tersebut adalah seorang pengusaha yang berbisnis di bidang logistik, jasa angkutan, di kawasan Tanjung Priok. Dia sama sekali tak punya pengalaman akting, bahkan sebagai figuran pun ia sama sekali tidak pernah.

Perawakan yang gagah, wajah rupawan, dan sifat temperamen mengantarkan dia menjadi pemeran tokoh pahlawan yang diidamkan oleh banyak aktor top kala itu.

Walau pada awalnya sempat ragu, tapi akhirnya menerima peran sebagai Pierre. ”Saya merasa terpanggil untuk terlibat dalam film sejarah, apalagi yang tentang G 30 S/PKI,” kenangnya.

Sebagai catatan, pada 1966, sewaktu masih SMA, Wawan bergabung dengan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang aktif menuntut PKI dibubarkan.

Sebelum memulai proses syuting, Wawan bersama pemeran lain diwajibkan mengikuti diklat militer selama dua hari. Dalam diklat itu, mereka ”dihajar” instruktur militer. Wawan dkk harus bisa menunjukkan gerakan, sikap, cara bicara, cara berjalan, dan sikap hormat layaknya tentara.

Syuting pertama, Wawan menjalani pengambilan gambar di rumah Nasution. Yakni, adegan ketika Pierre membaca surat cinta dari kekasihnya, Rukmini yang berada di Medan, Sumatera Utara.

Syuting dilakukan di kamar yang pernah ditempati Pierre selama bertugas sebagai ajudan Nasution.

Karena belum ada pengalaman akting, Wawan awalnya kaku saat memerankan Pierre. Ketelatenan dan tangan dingin Arifin membuat Wawan bisa cepat belajar.

Arifin juga memberikan hasil risetnya terkait sosok Pierre Tendean kepada Wawan untuk dipelajari.

Selain syuting di rumah Nasution, Wawan mengikuti syuting adegan penculikan dan penyiksaan para Jenderal di Lubang Buaya, yang menjadi tempat Pierre kehilangan nyawa.

Syuting dilakukan di sebuah kebun karet di Kranggan, Jakarta Timur. Lokasinya mirip dengan kawasan Lubang Buaya. Syuting dilakukan saat subuh lantaran tragedi keji itu memang terjadi pada dinihari.

”Saya baru pertama menjadi aktor. Karena itu, saya harus menutupi kelemahan saya dengan bekerja sepenuh hati,” katanya.

Untuk menghasilkan ekspresi yang mendekati kenyataan, Wawan rela disiksa sungguhan. Salah satunya ketika dia memerankan adegan Pierre diikat di tiang dan benar-benar dihajar dengan senjata.

Saat itu wawan benar-benar dipukul dengan popor bedil. Meski, popornya dilapisi bantalan karet hitam. ”Lumayan sakit juga,” ucapnya.

Tidak hanya itu. Saat adegan tangan Pierre disundut rokok, tangan Wawan juga benar-benar disundut rokok yang sedang menyala.

Panas dan perih dirasakan di bagian telapak tangan. Hasilnya, ekspresi dan akting kesakitan yang amat mengerikan benar-benar muncul dan bisa kita saksikan dalam film tersebut..

Menurut Wawan, saat pengambilan gambar, Arifin mampu menciptakan suasana tegang dan menyayat hati lewat arahannya yang detail.

Satu adegan bisa disyuting berkali-kali demi mendapatkan shot yang sempurna. Arifin juga piawai mengarahkan ekspresi para pemeran agar lebih natural.

”Dia pokoknya jago banget mengarahkan saya dan pemeran lain yang rata-rata orang awam alias bukan aktor,” kata Wawan.

Wawan ingin film Pengkhianatan G 30 S/PKI diputar kembali di layar kaca.

”Kalau bisa diputar 3,5 jam utuh tanpa dipotong sehingga anak-anak sekarang dapat gambaran penuhnya,” harap ayah enam anak itu.

BukaLapak Menghilang Sejak Rabu 18 September 2019 dari Google PlayStore, Ini Penjelasannya

Aplikasi marketplace BukaLapak mendadak hilang dari toko aplikasi Google Play Store sejak 18 September 2019 malam kemarin.



Hilangnya aplikasi ini kemudian menjadi trending topic di dunia maya. Banyak pengguna Twitter mengatakan bahwa mereka yang mencari aplikasi Bukalapak di Google Play Store hanya dapat menemukan aplikasi Mitra Bukalapak, bukan aplikasi utama untuk proses jual beli.

"Kok Bukalapak hilang dari Playstore?" tulis pengguna akun Twitter @vegavatima. "Iseng buka Google Playstore terus cari Bukalapak. Kok aplikasinya ga ada ya? Apa hape gua bermasalah atau ditendang keluar Google saking rendah ratingnya?" tulis akun @Dennysiregar7.




Menanggapi kabar tersebut, Head of Corporate Communication Bukalapak, Intan Wibisono membenarkan bahwa saat ini aplikasi Bukalapak memang tengah mengalami kendala untuk diunduh lewat toko aplikasi Google Play Store.

Namun Intan memastikan bahwa kendala tersebut tidak memengaruhi kegiatan layanan jual beli yang dilakukan melalui Bukalapak. "Pengguna yang sudah mengunduh aplikasi Bukalapak juga tetap dapat menggunakannya dengan normal," kata Intan pada Kamis 19 September 2019.

Intan menyampaikan bahwa pihak BukaLapak memohon maaf kepada pengguna baru yang ingin mengunduh aplikasi karena adanya kendala teknis tersebut. Namun, Intan menegaskan bahwa masalah ini hanya terjadi pada aplikasi yang ada di Google Play Store, sementara pengguna iOS (iPhone/iPad) masih bisa mengunduh aplikasi Bukalapak lewat App Store.

"Saat ini kami sedang melakukan upaya pembaruan agar Bukalapak dapat segera diunduh oleh pengguna baru melalui Google Play Store. Sementara aplikasi Bukalapak di App Store masih bisa diunduh seperti biasa," kata Intan.

Kendati demikian Intan tidak memastikan kapan aplikasi Bukalapak akan kembali hadir di Google Play Store. Ia hanya menegaskan bahwa kendala teknis pada aplikasi Bukalapak ini tidak mempengaruhi layanan yang ada. "Kami berupaya keras untuk menjaga kenyamanan seluruh pengguna," pungkas Intan.

Sumber: Kompas)

Tuesday, September 17, 2019

Ini Besaran Ganti Rugi yang Dibayar Elvy Sukaesih Kepada Pemilik Warung yang Dirusak dan Diserang Anaknya

Penyanyi dangdut senior Elvy Sukaesih dikabarkan telah mengganti rugi warung yang diamuk oleh putranya, HR, di Jalan Usaha, Cawang, Jakarta Timur.

Penyanyi dangdut Elvy Sukaesih dan kedua outrinya, Fitria dan Dhawiyasaat menggelar jumpa pers di kediamannya di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan, Sabtu 14 September 2019

Seperti yang SeventhNews beritakan sebelumnya, HR mengamuk dengan membawa senjata tajam berjenis pedang panjang di warung milik Junaidi (48) yang berada tak jauh dari lokasi rumahnya. HR hampir saja kehilangan nyawa apabila tidak menghindar dari tebasan pedang HR.

Kini Junaidi bersama sejumlah warga lainnya menerima ganti rugi. Pada Sabtu 14 September 2019 sekitar pukul 15.00 WIB hingga 17.00 WIB, mereka menemui keluarga Elvy di kediamannya yang diwakili Syehan, putra keempat Elvy Sukaesih. Syehan menyampaikan beberapa rincian terkait ganti rugi tersebut.

"Iya betul saya ganti mejanya. Saya bilang mau diganti atau mau meja yang di rumah. Mereka bilang mau itu saja," ujar Syehan di kediaman Fitria Sukaesih di Jalan Siaga Baru 3, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu 14 September 2019 malam.

Berhubung di warung Junaidi memiliki 2 buah meja dan yang satunya menggunakan alas kaca, Syehan mengatakan, ikut mengganti bagian kaca tersebut. "Di situ ada dua meja, yang satu dibuat sendiri, yang itu kita belikan kacanya saja. Kemudian uang ganti ruginya untuk ganti toples yang tempat permen itu yang pecah. (Ganti rugi) enggak lebih dari Rp 1 juta," kata Syehan.

Baik pihak Junaidi maupun keluarga Elvy mengungkapkan bahwa urusan tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan. HR tak jadi dilaporkan polisi karena diduga mengalami gangguan jiwa.

Keluarga Elvy Sukaesih sudah meminta maaf atas tindakan HR yang menyerang Junaidi, pemilik warung kelontong yang diutangi rokok. Junaidi mengatakan, permohonan maaf sudah disampaikan keluarga Elvy Sukaesih saat HR dibawa Tim Jatanras Ditkrimum Polda Metro Jaya.

"Keluarganya sudah minta maaf habis Haedar dibawa polisi. Yang ke sini itu Pak Syehan (anak keempat Elvy Sukaesih)," kata Junaidi di Kramat Jati, Jakarta Timur, Jumat 13 September 2019.

Kronologi penyerangan dan perusakan warung
Beberapa waktu lalu, HR menyerang Junaidi yang sedang duduk bersantai di warungnya. HR membawa senjata tajam berjenis pedang dan mengarahkannya ke kepala Junaidi. Beruntung Junaidi berhasil menghindar sehingga pedang HR hanya mengenai kaca warungnya. Pecahannya kemudian digunakan untuk menyerang Junaidi.

"Saya mau ditusuk sama kaca, kaca yang sudah hancur, yang panjang. Saya dilempar-lemparin akhirnya saya loncat terus kabur," tuturnya.

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Timur AKBP Hery Purnomo membenarkan HR memiliki riwayat penyakit jiwa berdasar keterangan anggota keluarga Elvy Sukaesih. "Keterangan dari istri pelaku (HR) bahwa pelaku memiliki riwayat sakit jiwa dan pernah dirawat di RS Jiwa Duren Sawit tahun 2017," kata Hery di Kramat Jati, Jakarta Timur.

Pernyataan Hery dibenarkan Kanit Reskrim Polsek Kramat Jati Iptu Dicky yang ikut mendampingi anggota Jatanras Ditkrimsus Polda Metro Jaya saat Haidar diamankan. Riwayat gangguan jiwa yang diidap membuat HR dibawa ke RS Jiwa Duren Sawit, Jakarta Timur, menggunakan mobil Jatanras berpelat 939 VII.

"Pihak keluarga menunjukkan surat keterangan bahwa pelaku pernah dirawat di RS Jiwa Duren Sawit. Makannya semalam dibawa ke sana lagi untuk diperiksa dokter," ujar Dicky.
(Sumber: Kompas)

Monday, September 16, 2019

Pengakuan Para Demonstran yang Berdemo di Gedung KPK Pada Senin 16 September 2019

Demonstrasi kembali terjadi di Jakarta. Kali ini terjadi di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Demo KPK
Aksi demonstrasi di Gedung KPK pada Senin 16 September 2019

Gedung Merah Putih yang merupakan markas KPK pada Senin 16 September 2019 siang hingga sore didatangi demonstran dari sejumlah kelompok masyarakat.

Massa demonstran yang umumnya berusia muda itu meneriakkan aspirasi serupa, yaitu meminta para pimpinan KPK, terutama Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang, mundur atau dipecat dari jabatannya.

"Kami juga meminta presiden memecat lima komisioner yang lama atas tindakan mereka yang membuat gaduh atau yang dikatakan agitasi propaganda sehingga terjadi konflik antara lembaga KPK dengan pemerintah dan DPR," kata orator dengan lantang.

Namun, tak semua demonstran memahami tuntutan tersebut. Bahkan, ada demonstran yang tak mengenal nama-nama pimpinan KPK.

Yanti, salah seorang demonstran, seolah bisu saat ditanya siapa nama pimpinan KPK. "Enggak tahu siapa," kata Yanti ketika ditanya saat mengikuti aksi. Yanti juga tak menjawab panjang lebar saat ditanya mengenai tuntutan unjuk rasa. Ia juga mengelak saat ditanya apakah mendapat imbalan untuk mengikuti aksi tersebut. "Saya juga enggak tahu, saya diajak saja. Enggak ada, enggak ada (imbalan)," ujar dia sambil malu-malu.

Sobirin, salah seorang demonstran lainnya, juga tak paham betul terkait hal-hal yang disuarakan orator dari atas mobil komando. "Penurunan ini saja, penggantian, saya tahu dari media sosial," kata Sobirin.

Saat ditanya lebih lanjut mengenai tujuan aksi tersebut, Sobirin meminta awak media bertanya kepada panitia. "Tanya korlapnya saja lebih jelas, tanya korlapnya," kata dia. Jawaban serupa disampaikan Wati, demonstran yang datang dari Johar Baru, Jakarta Pusat. Ia mengaku hanya ikut-ikutan menjadi peserta unjuk rasa. "Enggak tahu (tujuan unjuk rasa), hanya ikut saja, enggak tahu," kata dia.

Seorang peserta demonstrasi lainnya yang bernama Ken dari Aliansi Relawan Jokowi mengakui ada uang pecahan Rp 50.000 yang dibagi-bagikan kepada demonstran. Ken mengatakan, pembagian uang itu merupakan simbol dari nazar salah satu kelompok yang mengikuti aksi. Ken enggan ikut-ikutan menerima uang tersebut. "Nazar kalau Novel Baswedan ini ditangkap," kata dia.

"Makanya ngeri juga saya. Makanya saya di sini tadi, orang kalau dikasih uang kan tahu sendiri," kata Ken yang datang dari kawasan Harmoni, Jakarta Pusat. Ken menuntut Novel ditangkap karena dianggap telah mengkhianati Jokowi dengan mengkritik Jokowi soal revisi Undang-Undang KPK. "Dia kan sudah banyak dibantuin Pak Jokowi, tapi kenapa dia kok malah menjelekkan Pak Jokowi, kan aneh kesannya," ujar Ken lagi.

Berdasarkan pantauan di lapangan, terlihat jumlah demonstran hari Senin 16 September 2019 ini lebih banyak dari hari-hari biasanya. Kelompok-kelompok peserta aksi pun datang bergantian ke depan Gedung KPK dengan menumpang bus Metro Mini dan Kopaja.

Namun terlihat pula bahwa tak semua demonstran merapat ke mobil komando yang diparkir tepat di depan Gedung Merah Putih KPK. Tak sedikit demonstran yang justru memilih duduk-duduk di bawah pohon sambil minum-minum melepas dahaga mereka.

Para demonstran tampak membawa sejumlah atribut seperti spanduk, poster, dan bendera merah putih. Spanduk dan poster yang mereka bawa umumnya menyuarakan dukungan terhadap revisi UU KPK, dukungan terhadap lima pimpinan KPK yang baru, serta desakan bagi pimpinan KPK yang ada untuk mundur.

Aksi unjuk rasa yang berlangsung hari ini terlihat semarak lantaran ada beberapa peserta aksi yang datang mengenakan seragam sekolah dasar serta pakaian adat nusantara. Adapun situasi unjuk rasa terpantau kondusif hingga bubar pada Senin sore. Jumlah aparat kepolisian yang berjaga pun tampak lebih banyak selepas unjuk rasa yang berujung pada kericuhan pekan lalu.
(Sumber: Kompas)

Bantahan-bantahan Veronica Koman atas Keterlibatannya pada Peristiwa Surabaya dan Kerusuhan Papua

Veronica Koman mencuat ke publik seiring serangkaian kerusuhan terjadi di tanah Papua, pada awal September 2019 lalu.

Veronica Koman
Veronica Koman

Kepolisian menetapkan Veronica yang dikenal sebagai pengacara publik yang sering mengurusi isu Papua dan pencari suaka itu sebagai tersangka atas tuduhan menyebarkan konten berita bohong atau hoaks dan provokatif terkait kerusuhan di Papua dan Papua Barat.

Namun, setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 4 September 2019, Veronica memilih bungkam. Hingga akhirnya, pada Sabtu 14 September 2019 lalu, wanita yang saat ini tinggal di luar negeri itu akhirnya mau berbicara terkait tuduhan yang dialamatkan polisi terhadap dirinya.

Veronica memilih bungkam terkait kasusnya karena ia menilai bahwa penetapannya sebagai tersangka itu merupakan pengalihan isu. Ia tidak ingin ikut mengalihkan isu dari pokok masalah yang terjadi di Papua.

"Saya, Veronica Koman, dengan kesadaran penuh, selama ini memilih tidak menanggapi yang dituduhkan oleh polisi lewat media massa," ujar Veronica dalam keterangan tertulisnya. "Hal ini saya lakukan bukan berarti karena semua yang dituduhkan itu benar, namun karena saya tidak ingin berpartisipasi dalam upaya pengalihan isu dari masalah pokok yang sebenarnya sedang terjadi di Papua," lanjutnya.

Merasa dikriminalisasi
Menurut pihak kepolisian, terdapat beberapa unggahan Veronica yang bernada provokatif, salah satunya pada 18 Agustus 2019.

Ada juga unggahan Veronica yang kalimatnya berbunyi "Anutak-anak tidak makan selama 24 jam, haus dan terkurung disuruh keluar ke lautan massa".

Terkait kasusnya ini, Veronica menilai bahwa kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dalam penanganan kasus yang menjerat dirinya. "Kepolisian telah menyalahgunakan wewenangnya dan sudah sangat berlebihan dalam upayanya mengkriminalisasi saya, baik dalam caranya maupun dalam melebih-lebihkan fakta yang ada," ujarnya.

Lebih lanjut, ia pun menegaskan bahwa dirinya menolak segala bentuk pembunuhan karakter yang ditujukan kepadanya. Dalam pandangannya, pemerintah tidak dapat menangani konflik berkepanjangan di Papua. Maka dari itu, pemerintah mencari kambing hitam, yaitu dirinya.

"Papua adalah salah satu wilayah yang paling ditutup di dunia ini. Dan kembali saya tegaskan, kriminalisasi terhadap saya adalah rangkaian dari upaya negara untuk terus membungkam informasi yang keluar dari Papua," ungkap Veronica.

Veronica mengatakan kriminalisasi tersebut bukan hanya menimpa dirinya, namun juga menimpa banyak orang Papua lainnya. Menurut Veronica, kriminalisasi tersebut seolah ingin mengaburkan aspirasi masyarakat Papua yang melakukan aksi.

Tuduhan Tak Lapor Pertanggungjawaban Beasiswa 
Polda Jawa Timur mendapatkan informasi bahwa Veronica pernah mendapatkan beasiswa S2 dari pemerintah pada 2017 untuk studi pascasarajana (S2) bidang hukum. Namun, menurut Kapolda Jawa Timur Irjen (Pol) Luki Hermawan, Veronica tidak pernah membuat laporan pertanggungjawaban sebagaimana umumnya mahasiswa yang memperoleh beasiswa sejak tahun 2017.

Terkait hal tersebut, Veronica mengakui bahwa dirinya memang terlambat memberi laporan studi kepada institusi pemberi beasiswa. Namun, ia menegaskan bahwa persoalan itu telah selesai pada 3 Juni 2019. "Bahwa betul saya terlambat dalam memberikan laporan studi kepada institusi beasiswa, tetapi urusan itu telah selesai per 3 Juni 2019 ketika universitas tempat saya studi mengirimkan seluruh laporan studi saya kepada institusi beasiswa saya," ucapbnya.

Selain itu, Veronica juga mengaku dirinya memiliki hubungan yang dingin dengan institusi pemberi beasiswa. Alasannya, ia dilaporkan kepada pemberi beasiswa dengan tuduhan mendukung gerakan separatisme di sebuah acara.

Veronica menceritakan bahwa pihak yang melaporkannya adalah staf Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Australia. Kala itu, ia mengaku sedang menjadi pembicara mengenai pelanggaran HAM di Papua. Acara itu diselenggarakan Amnesty International Australia dan gereja setempat. Para staf tersebut merekam dan memotretnya. "Para staf KBRI tidak hanya datang ke acara tersebut untuk memotret dan merekam guna mengintimidasi pembicara, tapi saya juga dilaporkan ke institusi beasiswa atas tuduhan mendukung separatisme di acara tersebut," kata Veronica.

"Itu juga yang membuat hubungan saya dengan institusi beasiswa saya menjadi dingin dan saya tidak meminta lagi pembiayaan beberapa hal yang seharusnya masih menjadi tanggungan beasiswa," lanjut dia.

Tuduhan Transaksi Tidak Wajar 
Polda Jawa Timur mengaku menemukan 8 rekening atas nama Veronica Koman. Awalnya penyidik menemukan 2 rekening dengan nama Veronica. Kemudian, ditemukan lagi 6 rekening atas nama Veronica.

Kapolda Jatim Irjen Luki Hermawan mengatakan dari 6 rekening yang baru ditemukan, polisi mendapatkan transaksi tak wajar. Namun, Luki tak menjelaskan detail transaksi yang dimaksud.

Tudingan itu pun dibantah oleh Veronica yang lantas mengaku bahwa jumlah saldo uang di rekening yang ia miliki dalam batas wajar. "Bahwa saldo rekening saya dalam batas nominal yang wajar sebagai pengacara yang juga kerap melakukan penelitian," ujar dia.

Tuduhan Cairkan Uang di Surabaya dan Papua 
Dari penelusuran transaksi yang dinilai tidak masuk akal oleh pihak kepolisian, Kapolda Jatim menyebutkan bahwa uang tersebut berasal dari dalam negeri. Keterangan polisi juga menyebutkan bahwa Veronica diduga mencairkan uang tersebut di sejumlah tempat di dalam negeri, di antaranya di Surabaya dan Papua.

Menanggapi hal tersebut, Veronica menegaskan bahwa ia hanya pernah berkunjung ke Surabaya sebanyak satu kali di tahun 2018  Jika ia memang pernah menarik uang saat di Surabaya, Veronica yakin bahwa hal itu dalam nominal yang wajar. "Saya hanya pernah ke Surabaya sekali dalam seumur hidup saya, selama 4 hari, yaitu ketika pendampingan aksi 1 Desember 2018 bagi klien saya AMP (Aliansi Mahasiswa Papua)," ujar dia.

"Saya tidak ingat bila pernah menarik uang di Surabaya. Apabila saya sempat pun ketika itu, saya yakin maksimal hanya sejumlah batas sekali penarikan ATM untuk biaya makan dan transportasi sendiri," lanjut dia. Begitu pula dengan tuduhan menarik uang di Papua. Veronica pun yakin bahwa penarikan uang yang dilakukan di Papua dalam jumlah yang wajar untuk kehidupan sehari-hari.

Ia berpandangan bahwa pemeriksaan rekeningnya sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang polisi. Sebab, Veronica menilai, pemeriksaan rekening tidak terkait dengan kasus yang menimpanya. "Saya menganggap pemeriksaan rekening pribadi saya tidak ada sangkut pautnya dengan tuduhan pasal yang disangkakan ke saya, sehingga ini adalah bentuk penyalahgunaan wewenang kepolisian, apalagi kemudian menyampaikannya ke media massa dengan narasi yang teramat berlebihan," ujar Veronica.
(sumber: Kompas)