Thursday, October 3, 2019

Fakta Dibalik Video Upacara Hari Kesaktian Pancasila oleh Garuda Indonesia yang Membuat Kaum Fanatik Meradang

Beberapa hari ini, ramai perdebatan di media sosial mengenai video upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2019 yang viral.

Sekilas tidak ada yang salah dengan video upacara tersebut. Namun ada banyak buzzer yang mempermasalahkan pembacaan doa dalam video tersebut yang menggunakan cara non muslim.



Berikut ini adalah screenshot postingan buzzer provokator yang viral dan memicu perdebatan di media sosial:



Sedangkan berikut ini adalah video yang dipermasalahkan oleh postingan tersebut:



Sekali lagi, adakah yang salah dalam video tersebut? Tidak ada. Apa yang menarik dan unik menurut Anda?

Karena video tersebut adalah doa upacara bendera merayakan hari Kesaktian Pancasila oleh Garuda Indonesia Group yang dibawakan secara Katolik, maka menjadi unik. Setidaknya itu menurut kebanyakan warga negara Indonesia. Sebab pada umumnya di Indonesia, dalam setiap kesempatan di mana salah satu agama mayoritas, doa selalu dibawakan secara agama mayoritas. Itulah kebiasaan yang kita temukan.

Tetapi anggapan masyarakat Indonesia bahwa Garuda Indonesia Group terdiri dari mayoritas Islam, itu sangat masuk akal. Lalu ketika doa upacara bendera dibawakan secara Katolik, tampaknya menjadi sesuatu yang terkesan tidak lumrah dan terkesan "menginjak-injak harkat dan martabat Islam.

Oh ya, menurut keterangan beberapa kawan yang Katolik, doa di atas merupakan doa Katolik karena mereka sangat mengenali "bahasanya", cara mendoakannya dan isinya. Ada kekhasan (perbedaan) antara doa dibawakan secara Katolik dan dibawakan secara Kristen walaupun keduanya sama-sama Kristiani.

Tetapi sebenarnya hal seperti itu tidak asing bagi warga negara yang sudah sering menghadiri suatu acara dimana doa dibawakan secara berbeda-beda agama (misalnya acara pernikahan, ulangtahun, syukuran, dan lain-lain) di mana acara itu dihadiri oleh berbagai macam agama. Biasanya – sepertinya di video itu juga seperti itu – doa akan diawali dengan pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan yang berbeda berdoa menurut iman dan kepercayaan masing-masing.

Demikian juga halnya bagi saudara-saudara Muslim yang toleran, biasanya hal seperti ini tidak lagi jadi masalah. Toh doa dibawakan secara berbeda setiap tahunnya. Begitulah kira-kira hidup berdampingan beda agama tetapi saudara dalam keindonesiaan.

Tetapi bukan demikian bagi para penganut Islam yang fanatik. Bagi mereka, doa dibawakan secara selain Islam adalah tanda-tanda bahwa Islam sudah ditinggalkan. Entah apa maksud mereka sampai bisa mengatakan bahwa Islam ditinggalkan ketika doa dibawakan secara Katolik. Seperti postingan salah satu dari mereka di Twitter seperti di bawah ini:

Ini upacara Kesaktian Pancasila hari ini di kantor Garuda Indonesia... agama Islam sdh ditinggalkan..๐Ÿ˜ž.(Pembacaan Doanya bkan dipimpin oleh yg beragama Islam) pic.twitter.com/hc6RDNf5Qf

— yantojojo60 (@Fariyantogmail1) October 1, 2019

Masih ada postingan yang lain lagi. Dia ini langsung mengingatkan umat Islam akan haramnya mengikuti dan mengaminkan doa yang dipimpin oleh non-muslim menurut keputusan MUI.

Cuma mau kasih tau ke teman2 muslim Fatwa MUI no 3/MUNAS VII/MUI/7/2005 tentang HARAMNYA seorang muslim mengikuti dan mengamini doa yg dipimpin oleh non muslim. pic.twitter.com/B7yAMsYmpC

— Hilmi Firdausi (@Hilmi28) October 2, 2019

Kaum fanatik yang membalas cuitan di atas, lebih sadis lagi. Dia malah emosi menonton video itu. Dan persis seperti yang sudah ungkapkan di awal bahwa di mana Garuda Indonesia Group dihuni mayoritas Islam dan doanya pun harus secara Islam. Dan dia terheran-heran kok bisa sampai seperti itu.

Gue ada Videonya,
Emosi gue klo dengarnya,

Bisa bisanya Mayoritas Umat Islam dipimpin Oleh Doa oleh org Kafir mana doanya Menurut Keyakinan Dia lagi,

Mana bisa Umat Islam Aamiin kan doanya karna Bertentangan,

Bapa, Roh Kudus dll

Aneh,

— ๐Ÿ•‹Air_Putih๐Ÿ•‹ (@Kata_Hatiku88) October 2, 2019

Oh iya, kaum fanatik ini oleh para netizen disebut sebagai Kadrun yang merupakan kependekan dari "kadal gurun" yang mana itu adalah sebutan tidak menyenangkan bagi mereka yang radikalis-ekstremis, teroris, penyanjung khilafah, mabuk agama dan mungkin yang otaknya (logikanya berpikirnya) terbalik-balik.

Respons dari kadrun di atas adalah bukti bahwa yang namanya intoleransi itu masih sangat hidup di tengah bangsa ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kenapa dikatakan begitu? Mereka yang intoleran itu tidak akan mampu menerima minoritas diberikan ruang kebebasan mengekspresikan kebebasan berimannya. Sekalipun itu hanya memimpin doa di mana suatu acara terdapat mayoritas Islam. Boro-boro memimpin doa, sekadar beribadah pun dilarang.

Mereka ini adalah orang-orang yang tidak pernah mengoreksi diri, berkaca. Kalau mereka merasa bahwa doa non-Islam itu tidak etis di acara mayoritas Islam, lalu bagaimana selama ini perasaan minoritas itu selalu mendengar doa secara Islam.

Lagi pula, video di atas adalah video potongan. Biasanya doa yang dibawakan di acara di mana pesertanya berbeda agama akan diberi pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan kemudian yang lain diminta berdoa menurut agamanya masing-masing. Jadi jelas tidak melanggar ajaran masing-masing. Kebetulan saja doa dibawakan secara Katolik dan yang lain tetap berdoa menurut agamanya dan bukan mengaminkan doa yang dibawakan secara Katolik tersebut.

Itulah gunanya pengantar. Itulah gunanya video jangan sepotong-potong Agar orang lain mengerti bahwa doa tersebut bukan doa yang sama bagi pemeluk agama yang berbeda. Sayangnya, para provokator di dunia maya sangat suka membeberkan fakta (dalam hal ini: video) secara sepotong-potong.

Mungkin lebih baik diusulkan bagaimana kalau di setiap acara kenegaraan, doa dibawakan secara berbeda agama. Misalnya, tahun ini dibawakan secara Islam, tahun depan secara Hindu dan seterusnya sampai semua agama mendapat giliran.

Langkah Garuda Indonesia Group yang mengadakan upacara bendera perayaan kesaktian Pancasila dan pada saat yang sama mempraktikkan sila Pancasila itu secara nyata patut diapresiasi. Dan semestinya seperti yang telah diusulkan sebelumnya diatas, tahun depan doanya dibawakan secara Hindu, tahun depannya lagi berbeda, demikian seterusnya sampai semua mendapat giliran.

Wednesday, October 2, 2019

Ternyata, Penggagas dan Penentang RUU KPK Adalah Dua Kubu di Kalangan Yang Sama

Sejatinya, kalau mahasiswa atau pelajar melakukan aksi unjuk rasa, adalah sebagai ajang mereka unjuk keberanian, untuk ditunjukkan kepada kawan-kawan di kampus dan sekolah. Bahkan ketika tertangkap polisi, merupakan kebanggaan tersendiri.



Alasan dari ungkapan di atas, karena ternyata mayoritas massa yang bahkan nekat sampai menggunakan senjata tajam atau bom molotov untuk menyerang aparat keamanan, tidak mamahami misi apa yang mereka bawa ketika berbondong-bondong mendengarkan orasi di jalanan.

Lebih jauh, seandainya mereka tahu tentang ajaran agama, tak ada yang menghalalkan cara mengemukakan pendapat melalui aksi di jalanan. Itu dosa dan haram hukumnya. Sebagaimana nasihat rasulullah, jika hendak memberikan nasihat kepada seseorang, hindari cara mempermalukannya. Apalagi jika yang diberi nasihat adalah pemimpin sendiri.

Pertanyaan sederhana yang bisa diajukan kepada para pengunjuk rasa, dengan sekian ribu kali pun melakukan aksi anti korupsi, apakah berdampak pada penurunan index korupsi ? Ternyata hasilnya justru korupsi makin merajalela.

Atau ketika sekian kali mahasiswa memprotes harga BBM naik, apakah berhasil membuat BBM semakin murah ? Tak bakalan senekat itu pemerintah merugikan negara, karena secara logika, BBM yang dijual adalah hasil produksi yang juga memakan biaya yang tidak murah.



Yang jelas terlihat dari berbagai unjuk rasa, yang hingga berakhir dengan kerusuhan, menimbulkan korban jiwa serta luka-luka. Harta benda dan aset pemerintah untuk fasilitas umum dirusak dan dibakar. Semuanya merupakan dampak buruk, dan tidak satupun yang bisa kita maklumi sebagai hal positif.

Baca juga: Sindiran Fahri Hamzah Kepada Anies Baswedan Agar Meniru Ahok

Yang mendapatkan keuntungan justru orang yang menjadi agen pengerah massa, karena mereka mendapatkan bayaran dari bohir, yang memiliki agenda mengganggu konsentrasi pemerintah. Tujuan mereka jelas, meningkatkan daya tawar terhadap pemerintah, sehingga banyak aturan yang sebelumnya berlaku, mereka harapkan lebih menguntungkan kelompok dan golongannya.

Baca juga: KPK Menguat(irkan)?

Dalam konteks menentang disahkannya UU KPK, yang membiayai ya orang-orang yang sama dengan mereka yang berpotensi terjerat kasus korupsi. Kesimpulannya, alih-alih membela kepentingan rakyat, para pendemo justru membela para koruptor yang ingin kasusnya tetap bisa dibekukan, seperti sebelum diberlakukannya UU baru tentang KPK.

Ketika pihak keamanan berusaha meredakan kerusuhan, sesekali timbul kesalahpahaman, dan kejadian ini kembali dipelintir, seolah-olah polisi tidak menghargai harkat manusia dan menginjak-injak kehormatan tempat ibadah.

Sementara, jejak digital pun dijumpai, yang memasuki masjid dengan tetap beralaskan sepatu ternyata bukan monopoli petugas polisi. Mereka yang dianggap tahu adab memasuki rumah ibadah, ternyata menunjukkan perilaku yang sama. Bahkan kalau dibandingkan polisi, mereka yang paham adab tersebut, seharusnya diberi teguran yang lebih keras.



Kenyataan yang kita jumpai, dalam banyak aksi unjuk rasa para mahasiswa, bukanlah manfaat dan kemaslahatan yang dihasilkan. Banyak dari aksi itu sebenarnya lebih menjelaskan kegamangan para politisi yang menentang pemerintah. Mereka seperti tak menginginkan masyarakat terlalu menganggap pemerintah berhasil.

Para oportunis itu hanya ingin menunjukkan, bahwa pemerintah tidak seharusnya berkonsentrasi penuh untuk menyejahterakan rakyat. Mereka ternyata tak suka kalau rakyat difasilitasi oleh biaya negara, karena kalau rakyat kebagian terlalu banyak, maka anggaran yang bisa mereka ganggu akan semakin tipis.

Prinsip yang mudah kita pahami dari para oportunis itu, kalau anggaran yang terbatas itu dibagi rata kepada rakyat, tak ada manfaat lebih yang bisa dirasakan, karena kalau pembaginya sangat banyak, berarti jatah per orang menjadi sangat kecil.

Mereka justru ingin pembagi dari anggaran kesejahteraan itu dibuat sedikit atau jumlahnya sangat kecil. Siapakah sejumlah kecil pembagi yang mereka maksudkan, ya siapa lagi kalau bukan kalangan tertentu yang bisa leluasa memanfaatkan anggaran itu jika berhasil dihadang di tengah jalan.

Praktek seperti itu tidak lagi menjadi rahasia, melainkan sudah menjadi kondisi umum di masyarakat. Maka sasaran yang mereka tuju, adalah Undang-undang yang berpotensi mengurangi peluang mereka menjarah anggaran negara.

Mereka sudah terlalu lama menikmati keberadaan Undang-undang yang sangat ramah kepada koruptor. Maka ketika ada revisi yang justru memagari celah bagi koruptor, tentu saja mereka gerah. Dengan bahasa anti korupsi, digunakanlah tangan mahasiswa sebagai tameng dari agenda sebenarnya.

Cukup disayangkan jika mahasiswa kurang memahami tujuan politik di balik unjuk rasa itu, yang sangat janggal, karena inisiatifnya dimulai dari kalangan legislatif, namun mendapatkan perlawanan juga dari kalangan yang sama.


Sindiran Fahri Hamzah ke Anies Baswedan Agar Meniru Ahok

Dapatkah Anda sebut sebutkan hasil kerja Anies Baswedkanan sebagai Gubernur DKI Jakarta? Hasil kerja yang bisa dinikmati oleh warga Jakarta. Kalau meresmikan ini-itu memang telah dilakukan oleh Anies Baswedan, tapi tunggu dulu. Itu bukan hasil kerja Anies, tetapi kerja pendahulunya. Anies hanya meresmikannya saja.

Jika membicarakan Anies, memang tidak bisa dilepaskan dari gubernur sebelumnya. Orang akan selalu membanding-bandingkan kerja Anies saat ini dengan kerja Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau Ahok.



Kinerja Anies saat ini akan dibandingkan dengan kinerja Ahok. Apakah yang telah dikerjakan oleh Anies akan dibandingkan dengan Ahok. Apakah kinerja Anies sudah melebihi kinerja saat Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta? Perbandingan-perbandingan inilah yang akan membuat nama Anies melambung atau sebaliknya.

Apa sih yang sudah dikerjakan oleh Anies untuk mempercantik dan memajukan Ibu Kota Negara ini? Apakah Jakarta bertambah bersih setelah Anies menjadi Gubernur DKI Jakarta? Apakah kalian melihat Jakarta bertambah bersih dan asri? Dibandingkan dengan Surabaya saja, Jakarta kalah jauh. Bahkan sangat jauh...

Ketika Ahok menjadi Gubernur DKI Jakarta, kita melihat pasukan kebersihan DKI Jakarta yang biasa disebut pasukan orange itu ada di mana-mana. Mereka bertebaran di hampir seluruh Ibu Kota. Mereka membersihkan Jakarta tak hanya di jalanan saja. Mereka bersihkan Jakarta sampai ke pelosok dan kali-kali yang menggunung dengan sampah.

DI zaman Ahok, kita boleh lihat kali-kali dibersihkan. Sehingga tidak ada bau yang menyengat. Bahkan ini diakui oleh warga di sekitar Kali Sentiong. Mereka membandingkan Kali Sentiong di zaman Ahok dengan zaman Anies. Beda jauh! Sekarang Kali Sentiong tak pernah dibersihkan lagi. Airnya hitam, baunya menyengat. Sempat ditutupi dengan waring hitam pada saat acara Asian Games. Setelah itu, dibiarkan begitu saja.

Tak ada proyek-proyek fenomenal di era Anies. Tak ada Taman sekelas Taman Kali Jodo (sekarang malah dibiarkan merana oleh Anies). Tak ada Jembatan Semanggi yang begitu dibanggakan oleh warga Jakarta. Anies hanya pintar berkata-kata tanpa kinerja.

TGUPP anggotanya segunung, hasil kerjanya nol besar. Habiskan anggaran yang banyak, tetapi hasilnya tidak kelihatan. Anggaran habis disedot, tapi tak dinikmati oleh warga Jakarta. Instalasi Getah-Getih adalah contohnya.

Bahkan Wakil Ketua DPR yang sekarang sudah mantan itu, Fahri Hamzah yang terkenal nyinyir pun menyindir Anies Baswedan. Jangan terlalu banyak pidato, tetapi banyaki kerja, begitu kata Fahri. Tirulah kerja Ahok, dan tak perlu banyak bicara.

Menurut Fahri Hamzah, Anies Baswedan belum terlihat kerjanya untuk membenahi Ibu Kota Jakarta ini. Anies terlalu banyak pidato. Terlalu banyak omong. Indah merangkai kata-kata tapi nol kinerja. Inilah yang membuat Fahri Hamzah meminta Anies untuk mencontoh Ahok dalam bekerja.

Ahok tak banyak bicara. Namun terlihat kerjanya. Benahi Jakarta, kalau ada jalan berlubang ditambal. Kerja dan kerja saja. Jangan terlalu banyak bicara. Karena menjadi Gubernur DKI Jakarta itu tidak perlu banyak bicara. Tetapi harus banyak kerja.

Gubernur DKI Jakarta menurut Fahri Hamzah itu tak lebih dari seorang Wali Kota. Mana ada di DKI Jakarta ada pemilihan Wali Kota seperti daerah lain? Wali Kota di DKI Jakarta hanya dipilih oleh Gubernur. Sehingga Wali Kota di DKI Jakarta hanyalah pembantu Gubernur. Tidak seperti daerah lain Wali Kotanya dipilih oleh rakyat.

Jadi menurut Fahri Hamzah Gubernur DKI itu tak lebih dari seorang Wali Kota, jadi Anies jangan terlalu bangga. Sehingga tidak perlu terlalu banyak berpidato, namun perbanyak kerja. Ahok sudah benar kata Fahri, karena Ahok lebih banyak kerja dari pada bicara.

Tumben ya Fahri Hamzah omongannya bisa benar begini. Biasanya khan Fahri Hamzah sudah ngelindur. Tapi kali ini, Fahri Hamzah omongannya masuk akal. Memang tidak ada kinerja yang diperlihatkan oleh Anies Baswedan. Hanya bisa menghabiskan anggaran saja, tapi hasilnya tidak kelihatan.

Sedangkan Ahok kerjanya banyak kelihatan, tetapi anggarannya selalu masih ada sisa. Kenapa? Karena Ahok menggunakan dana CSR dari perusahaan-perusahaan swasta untuk membangun Jakarta. Setelah selesai proyeknya, maka proyek tersebut menjadi aset Pemprov DKI Jakarta. Sedangkan Anies? Dana CSR pun kita tidak tahu digunakan untuk apa.

Bukan begitu kura-kura?

Jejak Digital Dosen IPB Penyimpan Bom dan Kaitannya dengan Rocky Gerung

Beberapa hari yang lalu, salah satu oknum dosen senior di Intititut Pertanian Bogor (IPB) bernama Abdul Basith ditangkap oleh Densus 88 Anti Teror atas dugaan menyimpan 29 bom molotov.

Basith ditengarai hendak menggunakan bom-bom itu untuk mengacaukan dan membuat rusuh Jakarta dengan mendompleng Aksi Mujahid 212. Kini, Abdul Basith sudah dijadikan tersangka oleh pihak kepolisian.

Basith ditangkap saat keluar dari rumah Laksamana Muda (Purn) TNI Soni Santoso di Perum Taman Royal 2, Jalan Hasyim Asyari, Tangerang, Banten, pada hari Sabtu 28 September 2019 pukul 01.00 WIB. Kemudian dibawa tim Jatanras Polda Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan.

Ketika menangkap Basith serta 5 tersangka lainnya terkait temuan bom molotov tersebut, Polisi juga menangkap seorang purnawirawan TNI yaitu Laksamana Muda (Purn) Sony Santoso.

Kombes Argo Yuwono mengatakan, kepolisian berkoordinasi dengan Polisi Militer TNI Angkatan Laut (Pomal) untuk menyelidiki peran Sony.

"Untuk yang pensiunan TNI itu Polda Metro Jaya sudah sejak awal dalam penyelidikan bersama dengan Pomal. Jadi semua kegiatan yang berkaitan dengan pensiunan TNI kami sudah (koordinasi) dengan Pomal," ujar Argo.Sumber

Sekilas Tentang Abdul Basith

Berdasarkan laman resmi IPB, Basith tercatat sebagai dosen Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Dia lulus S1 dari Teknologi Industri Pertanian pada 1981.

Pada 1987, Basith menyelesaikan studi magister Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selanjutnya dia meraih titel doktor di Teknologi Industri Pertanian IPB pada 2012.

Menurut Kasubag Humas IPB, Yatri Indah Kusumastuti, Basith telah mengajar di lingkungan kampus IPB selama 25 tahun. Pria yang tinggal di Pakuan Regency Linggabuana, Margajaya, Bogor ini dikenal pula sebagai ”dosen motivator” yaitu kerap memotivasi mahasiswanya agar menjadi orang berhasil.
Sumber: https://www.inews.id/news/nasional/profil-abdul-basith-dosen-ipb-yang-diduga-simpan-29-bom-molotov-untuk-kacaukan-jakarta

Kesan pertama yang mungkin ditangkap oleh seorang awam adalah "mengerikan". Bayangkan saja, seorang dosen kampus ternama seperti IPB bergelar Doktor (yang tentu saja pintar) dan sudah mengajar selama 25 tahun di IPB ternyata seorang radikal yang ingin menghancurkan negaranya sendiri!

Mungkin kita pun juga bertanya-tanya, "Mengapa IPB (sampai) bisa memiliki oknum dosen radikal seperti itu?" dan "Jika dosennya saja seperti itu, bagaimana dengan mahasiswanya?"

Setelah kami telusuri, ternyata IPB adalah salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang terpapar paham radikal. Direktur Riset Setara Institute, Halili mengungkapkan, sebanyak 10 perguruan tinggi negeri di Indonesia terpapar paham radikalisme.

Hal itu diungkapkan Halili berdasar hasil penelitian bertajuk “Wacana dan Gerakan Keagamaan di Kalangan Mahasiswa: Memetakan Ancaman atas Negara Pancasila di PTN.”

Halili mengungkapkan, berdasar penelitian yang dilakukan oleh Setara Institut selama Februari sampai April 2019 terhadap 10 PTN di Indonesia, ditemukan masih banyak wacana dan gerakan keagamaan yang bersifat eksklusifitas.

Kesepuluh PTN yang terpapar radikalisme keagamaan itu ialah:

1. Universitas Indonesia (UI)
2. Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah
3. Institut Teknologi Bandung (ITB)
4. Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
5. Institut Pertanian Bogor IPB)
6. Universitas Gadjah Mada (UGM)
7. Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
8. Universitas Brawijaya (Unibraw)
9. Universitas Airlangga (Unair)
10. Universitas Mataram

Dosen Ilmu Politik Universitas Negeri Jakarta itu bahkan mengatakan jika IPB salah satu yang terpapar paham radikalisme dalam tingkat yang sangat parah.
Sumber:
https://news.harianjogja.com/read/2019/06/02/500/996236/ini-kampus-yang-terpapar-paham-radikalisme-paling-berat

Jadi, ketika mendengar bahwa ada oknum dosen senior dan bergelar doktor ditangkap terkait bom, maka kami tidak heran juga karena sepertinya radikal sudah lama “berakar” di IPB sejak lama di sana.

Peneliti dari Institut Pertanian Bogor, Eko Cahyono mengungkapkan wacana keagamaan di lingkungan kampus IPB masih dikuasai oleh kelompok komunitas Islamis - Tarbiyah dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Jadi sudah kelihatan siapa “biang keroknya"

Sebenanya “otak” kerusuhan di seluruh dunia adalah Ikhwanul Muslimin (IM) yang merupakan “induk” dari PKS. Jadi tidak heran jika Anonymous juga sudah pernah memperingati IM dalam salah satu video mereka. Adapun hubungan antara Hizbut Tahrir dengan IM, semuanya akan penulis bahas dalam tulisan khusus lainnya.

Lalu, apa “hubungannya” antara Abdul Basith dengan Rocky Gerung?

Abdul Basith dan Rocky Gerung
Abdul Basith (kiri) dan Rocky Gerung

Selain berfoto berdua, Abdul Basith dan Rocky Gerung pernah menjadi pembicara dalam sebuah acara yang sama yang bertajuk "Menjaga dan Merawat Akal Sehat" yang diselenggarakan di Bogor tanggal 19 September 2019 lalu!

Abdul Basith dan Rocky Gerung


Tanggal 19 September 2019, Abdul Basith jadi pembicara…

Tanggal 28 September 2019, Abdul Basith ditangkap karena menyimpan bom Molotov…

Aneh tapi nyata, Abdul Basith penyimpan bom Molotov dan Rocky Gerung yang hanya lulusan S-1 (Strata 1) pernah jadi pembicara dalam acara Menjaga dan Merawat Akal Sehat???

Acara Menjaga dan Merawat Akal Sehat “menghasilkan” seorang penyimpan bom Molotov! Dimana akal sehatnya?

Tuesday, October 1, 2019

Yang Janggal Pada Kata-kata Anies Baswedan Saat Peringatan Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2019

Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober diperingati oleh segenap abdi negara di Republik ini, termasuk Gubernur DKI Anies Baswedan.

Gubernur DKI Anies Baswedan saat menjadi Inspektur Upacara dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila, Selasa 1 Oktober 2019 di Lapangan Silang Monas

Dalam peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada Selasa pagi 1 Oktober 2019 di Lapangan Silang Monas Selatan, Gambir, Jakarta Pusat Gubernur Anies yang bertindak sebagai Inspektur Upacara menyebut ancaman kelompok-kelompok tertentu yang hendak mengganti ideologi negara Pancasila menjadi negara komunis, bukanlah merupakan sebuah cerita khayalan atau fiksi.

Kata Anies, ancaman ini nyata dan bahkan pernah terjadi berulangkali di Indonesia. "Ketika kita memperingati Hari Kesaktian Pancasila ini mengingatkan kita bahwa ancaman penggantian ideologi Pancasila dengan komunisme itu nyata. Itu bukan fiksi, tapi itu adalah kenyataan, dan sudah berulang kali," katanya.

Lanjut Anies, momentum Hari Kesaktian Pancasila hendaknya menjadi peringatan bagi segenap warga negara Indonesia untuk selalu waspada, dan memperhatikan tanda-tanda serta kemungkinan adanya usaha yang ingin menjatuhkan Pancasila.

"Karena itu peringatan ini juga harus mengingatkan kita untuk selalu waspada," katanya. Menurut Anies, langkah jitu mempertahankan Pancasila dari ancaman ideologi lain adalah dengan merawat Pancasila dan menghadirkan poin-poin yang diamanatkan Pancasila itu dalam keseharian.

"Cara yang paling mendasar untuk kita lakukan menjaga Pancasila adalah justru dengan menghadirkan sila itu. Sila yang paling dihadirkan adalah sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia," pungkasnya.

Anies mengklaim, apabila sila ke-5 Pancasila ini diimplementasikan dengan baik di tengah masyarakat, maka ideologi baru yang hendak diusung kelompok tertentu akan tersingkir dengan sendirinya.

"Kalau ada pelaksanaan sebaik-baiknya sila Keadilan Sosial maka insyaallah ideologi-ideologi alternatif yang dipaksakan tidak akan bisa menembus karena masyarakat merasakan bahwa Pancasila menjadi keseharian, Pancasila dalam keadilannya menjadi kenyataan," tutupnya.

Kata-kata Anies soal ancaman komunisme ini menjadi bahan sindiran netizen yang lantas mengatakan dia "rabun" akan ancaman khilafah.

Sumber:
1. Tirto
2. Kompas
3. CNN

Cara Kerja TrueCaller, Aplikasi Pelacak Penelepon dan Pengguna Medsos yang Menggunakan Identitas Palsu

Beberapa pesan screenshot percakapan tentang anak- anak STM beredar di media sosial Twitter baru-baru ini. Pesan tersebut berisi percakapan mengenai anak-anak STM yang membahas aksi demo yang belum dibayar. Screenshot tersebut kemudian memunculkan semacam “Twitter War” di media sosial.

Akun Palsu
Ilustrasi

Tak lama kemudian, usai foto-foto percakapan tersebut tersebar, Twitter diramaikan kembali dengan thread netizen yang mengatakan bahwa nomor-nomor yang disebut sebagai “anak STM” ternyata merupakan nomor-nomor orang yang disebut sebagai “polisi”.

Adapun pengecekan yang netizen lakukan menggunakan aplikasi yang disebut Truecaller. Lantas, apa itu aplikasi Truecaller?

Seperti yang dilaporekan oleh Lifewire, Truecaller merupakan aplikasi smartphone yang mampu menunjukkan nama pengguna yang menelepon bahkan meski kontak belum tersimpan. Sehingga Anda bisa mengetahui jika Anda mendapatkan telepon spam.

Hal ini tentunya bisa membantu Anda dari telepon yang mengganggu dan tidak perlu. Ini menjadi cukup efisien untuk mengidentifikasi dan akhirnya memblokir panggilan-panggilan yang tidak diinginkan dengan mencocokan nama dan nomor.

Fitur yang dimilikinya tak hanya memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi nomor-nomor anonim, Truecaller  bisa membuat Anda diselamatkan dari penelepon pengganggu dengan kemampuannya mendeteksi spam.

Truecaller diklaim memiliki direktori besar mengenai identitas penelepon spam. Anda pun bisa menambahkan daftar hitam nomor tertentu sebagai spam. Anda memiliki pilihan apakah akan memilih diberitahu apabila nomor tersebut memanggil, atau tidak diberitahu sama sekali ketika nomor dalam daftar spam Truecaller memanggil.

Apabila Anda memilih tidak diberitahu sama sekali, maka nada sibuk akan muncul di penelepon, dan Anda tak akan mendengar apa-apa.

Bagaimana Truecaller bekerja? 

Menurut rujukan dari website resminya, Truecaller bekerja dengan cara mengumpulkan nama melalui kemitraan dengan berbagai penyedia direktori telepon secara global, jejaring sosial, dan juga ketika komunitas Truecaller menyarankan nama melalui situs web dan aplikasi Truecaller.

Selain itu, untuk semua pengguna yang mendaftar ke aplikasi ini, kontaknya juga akan diakses. Saat kita membuat akun ke aplikasi ini, maka akan muncul permintaan persetujuan agar aplikasi Truecaller mengizinkan dirinya melihat dan men-download semua kontak yang terhubung dengan akun Anda. Semua data yang didapat Truecaller, kemudian dikumpulkan dan dijalankan melalui algoritma tertentu hingga didapatkan data yang memungkinkan. Atau yang kerap disebut sebagai crowdsourcing. Dimana ia mengolah data dan menggunakan bentuk kecerdasan buatan menggunakan crawler dan teknologi prediksi untuk membangun pola dan elemen data yang kemudian mereka gunakan untuk mencocokkan nama dan angka.

Lifewire menerangkan, banyak orang yang mencoba mencari nama dan nomor mereka sendiri melalui aplikasi ini yang kemudian menemukan nama dari nomor mereka sebagai nama-nama yang aneh dan tidak benar.

Hal tersebut bisa saja terjadi karena aplikasi ini membaca berdasarkan hasil pencarian dari kontak orang lain (pengguna Truecaller), yakni orang yang telah menyimpan nomor seseorang di perangkat mereka dengan nama dan gambar lain tanpa sepengetahuan mereka. Selain itu, kerapkali juga didapatkan data yang usang, dan tak akurat tentang seseorang, karena data diambil dari buku alamat orang-orang yang kerap kali tak mutakhir.
(Sumber: Kompas)

Skandal Seks Sekaligus Korupsi Legendaris Pejabat-pejabat Republik Indonesia

Sudah sejak Republik yang kita cintai ini masih berusia muda, sudah banyak abdi negara yang "terciduk" menjarah kekayaan negara, bahkan dengan "produk turunan" berupa seks!

Skandal Seks Titiek Puspa
Ilustrasi

Di masa dewasa ini pun malahan makin banyak hamba hukum yang terjerat praktek rasuah yang notabene jelas-jelas melanggar sumpahnya.

Salah satu yang masih segar dalam ingatan adalah Patrialis Akbar yang terjerat operasi tangkap tangan atas tuduhan menerima suap dari Basuki Hariman pada 25 Januari 2017. "Dugaan suap itu terkait dengan 'Judicial Review' Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan," kata Basaria Panjaitan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Antara 21 Januar2017.

Kasus ini menyeret seorang perempuan muda yang kala penangkapan sedang menemani Patrialis, meski kemudian KPK menampik spekulasi bahwa perempuan tersebut terkait kasus.

Spekulasi soal gratifikasi seks tidak muncul sekonyong-konyong. Ihwal gratifikasi seks pernah dibahas oleh KPK. Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono mengatakan pemberian dalam bentuk pelayanan seks bisa digolongkan sebagai gratifikasi. Gratifikasi tidak selalu berbentuk uang, tetapi bisa dalam bentuk potongan harga dan kesenangan.

"Memang pembuktiannya tidak mudah, jadi ini jatuhnya ke case building (pembangunan kerangka kasus) karena itu harus dibuktikan," kata Giri, 4 tahun lalu, seperti dikutip Kompas.

Selang beberapa minggu dari pernyataan KPK soal gratifikasi seks, Ahmad Fathanah ditangkap ketika sedang bersama perempuan di kamar hotel Le Meridien, 29 Januari 2013. Maharani, nama perempuan ini, diberi uang Rp10 juta atas jasanya menemani Fathanah yang kemudian dipidana atas tindak pidana korupsi kuota impor daging sapi. Namun, Maharani saat sidang menampik pertanyaan bahwa jasanya dijadikan gratifikasi seks.

Setahun kemudian, Tubagus Chaery Wardana alias Wawan yang juga terjerat kasus korupsi. Dalam persidangan, terungkap bahwa seorang pesohor bernama Jennifer Dunn mendapatkan mobil Toyota Vellfire dari Wawan yang kemudian divonis penjara 7 tahun atas pidana suap yang terkait Ketua MK Akil Mochtar.

Melihat kasus-kasus di atas, Ahmad Fathanah dan Luthfi Hasan bisa dibilang beruntung. Mereka tidak dikecam sebegitu rupa seperti Jusuf Muda Dalam (JMD) yang sama-sama dituduh korupsi dan punya hubungan istimewa dengan banyak perempuan.

JMD dulu adalah pejabat setara menteri Gubernur Bank Indonesia yang sempat disebut Menteri Negara Urusan Bank Sentral. Dua jabatan basah sekaligus vital di Republik Indonesia ini. JMD terkena tuduhan subversif terlibat G30S. Sidang JMD cukup ramai. Pejabat penting negara yang jadi musuh G30S hadir menonton, misalnya Menteri Kehakiman Oemar Senoadjie, Ketua Mahkamah Agung Soerjadi, Jaksa Agung Sugih Arto, Menteri/Panglima Angkatan Kepolisian (Kapolri) Soetjipto Joedihardjo, dan Jenderal Abdul Haris Nasution.

Kisah kasusnya itu dibukukan dalam sebuah buku tipis, berjudul Anak Penyamun Di Sarang Perawan (Skandal JMD) dengan penulis Drs. Effendy Sahib yang diterbitkan Varia, Jakarta, 1966.

“Perkara skandal bekas Menteri Bank Central Jusuf Muda Dalam, tidaklah hanya merupakan skandal sex atau perkara korupsi biasa, tetapi adalah merupakan penggambaran pribadi dari Orde Lama yang penuh penyelewengan,” tulis salah satu pendiri Orde Baru Jenderal Abdul Haris Nasution dalam pengantar buku tersebut.

Namun pada akhirnya belakangan malahan Nasution justru berseberangan dengan Soeharto. Begitu pula dengan Mayor Jenderal Amir Machmud, yang di buku ini memberi pengantar tak kalah dahsyat dari Nasution. Amir menulis, “Buku (tipis yang isinya mulu soal kejahatan JMD) ini telah pula memberikan sumbangan kepada masyarakat, suatu kekayaan, suatu perbendaharaan sejarah, suatu catatan yang sangat penting.”

Bahkan pada Bab IV yang berjudul "Bukan Harem 1001 Malam", disebutkan ada 25 perempuan yang menerima harta tak jelas dari JMD mulai dari uang, rumah, dan mobil. Di situ tercatat Sutiasmi (istri pertama), Salamah (istri kedua), Jajah (istri ketiga), Ida Djuabaedah (istri keempat), Djufriah (istri kelima), dan Sari Nurulita (istri keenam yang sudah enam tahun kawin dengan JMD).

Beberapa nama lain seperti Ratna Sari Dewi dan Titiek Puspa juga disebut dalam buku ini.

Dalam persidangan pada 1966, di Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas) Jakarta, ketika ditanya apakah mobil Fiat 1300 yang dimilikinya didapat dari Jusuf Muda Dalam, Titiek yang kala itu berusia 29 tahun menjawab: “Saya membeli dengan harga 40 juta rupiah atau empat puluh ribu rupiah uang baru.”

Rupanya mobil itu dibeli Titiek dari JMD. Pembayaran diangsur dan tidak dilakukan di kantor, tapi di rumah JMD, di Jalan Hang Tuah. Ketika hakim bertanya “mengapa pembayaran tidak di kantor?”

“Karena saya dijemput oleh pesuruh atau pembantu Pak Jusuf,” jawab Titiek.

Hakim yang penasaran betapa murahnya Fiat tersebut, bertanya lagi, “Mengapa Jusuf begitu baik mau jual mobil murah kepada saudara?”

“Mungkin Pak Jusuf tahu saya mau beli mobil murah, karena saya tidak mampu,” jawab Titiek. Mobil-mobil yang diberikan pada perempuan-perempuan itu ketika JMD disidangkan sudah disita pemerintah.

Titiek membantah mobil Fiat itu diberikan cuma-cuma oleh JMD. Dalam biografinya, ia bahkan mengaku hanya mencicipi mobil itu kurang dari sehari karena mobil itu diambil mahasiswa dari bengkel dengan alasan untuk demonstrasi, dan mobil itu pun kemudian tak pernah kembali lagi ke tangannya.

"Kasus isu affair dengan Yusuf Muda Dalam mencuatkan nama saya dengan dahsyat menjadi selebriti yang sangat populer saat itu. Jumlah permintaan show meroket. Berbagai daerah dari Sabang sampai Merauke memanggil saya menyanyi. Saya berpikir positif saja. Tuhan memberi saya rezeki lewat cobaan ini. Dan melalui show-show itu saya luruskan lagi nama saya," kata Titiek Puspa kepada Alberthiene Endah yang menulis buku Titiek Puspa, A Legendary Diva (2008, hal. 197)

Nama lain yang dituduh mendapatkan mobil adalah Tina Woworuntu. Perempuan 22 tahun asal Manado ini juga menjadi saksi dalam sidang JMD. Tina dituduh menerima mobil Mazda, lalu kemudian VW. Di persidangan Tina mengaku mobil VW cuma ia pinjam dari JMD. JMD juga royal kepada bintang film Rika Suatan. Di persidangan, JMD mengaku membiayai keberangkatan Rika untuk sekolah di Tokyo. JMD setidaknya memberi $500.

Ketika ditanya hakim mengapa JMD memberi uang sebesar itu, JMD hanya menjawab, “Lantaran orangnya juga begitu baik.”

JMD, yang oleh Jaksa disebut dalam dakwaan sebagai "diktator moneter" (Proses Jusuf Muda Dalam, Ex Menteri Urusan Bank Sentral, 1967, hal 10), akhirnya dinyatakan terbukti terlibat gerakan subversif, menimbun ratusan senjata api tanpa izin, korupsi, dan perkawinan yang dilarang oleh Undang-Undang. Pada 9 September 1966, pengadilan memberi vonis mati kepadanya.

Usaha JMD melakukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) pun menemui kegagalan. Pada tahun berikutnya, persisnya pada 8 April 1967, MA memutuskan menolak kasasi JMD. Majelis hakim kasasi yang diketuai oleh Surjadi S.H., mengeluarkan putusan penolakan kasasi melalui keputusan No. 15 K/Kr/1967.

Dibanding Jusuf Muda Dalam yang divonis hukuman mati (ia meninggal sebelum eksekusi dilakukan), Tubagus Wawan dan Ahmad Fathanah bisa dibilang cukup beruntung. Mereka tak dihukum mati, tapi hanya menghuni bui selama masing-masing 7 dan 16 tahun yang bisa jadi mendapat fasilitas istimewa disitu.