Beberapa hari ini, ramai perdebatan di media sosial mengenai video upacara bendera dalam rangka peringatan Hari Kesaktian Pancasila pada 1 Oktober 2019 yang viral.
Sekilas tidak ada yang salah dengan video upacara tersebut. Namun ada banyak buzzer yang mempermasalahkan pembacaan doa dalam video tersebut yang menggunakan cara non muslim.
Berikut ini adalah screenshot postingan buzzer provokator yang viral dan memicu perdebatan di media sosial:
Sedangkan berikut ini adalah video yang dipermasalahkan oleh postingan tersebut:
Sekali lagi, adakah yang salah dalam video tersebut? Tidak ada. Apa yang menarik dan unik menurut Anda?
Karena video tersebut adalah doa upacara bendera merayakan hari Kesaktian Pancasila oleh Garuda Indonesia Group yang dibawakan secara Katolik, maka menjadi unik. Setidaknya itu menurut kebanyakan warga negara Indonesia. Sebab pada umumnya di Indonesia, dalam setiap kesempatan di mana salah satu agama mayoritas, doa selalu dibawakan secara agama mayoritas. Itulah kebiasaan yang kita temukan.
Tetapi anggapan masyarakat Indonesia bahwa Garuda Indonesia Group terdiri dari mayoritas Islam, itu sangat masuk akal. Lalu ketika doa upacara bendera dibawakan secara Katolik, tampaknya menjadi sesuatu yang terkesan tidak lumrah dan terkesan "menginjak-injak harkat dan martabat Islam.
Oh ya, menurut keterangan beberapa kawan yang Katolik, doa di atas merupakan doa Katolik karena mereka sangat mengenali "bahasanya", cara mendoakannya dan isinya. Ada kekhasan (perbedaan) antara doa dibawakan secara Katolik dan dibawakan secara Kristen walaupun keduanya sama-sama Kristiani.
Tetapi sebenarnya hal seperti itu tidak asing bagi warga negara yang sudah sering menghadiri suatu acara dimana doa dibawakan secara berbeda-beda agama (misalnya acara pernikahan, ulangtahun, syukuran, dan lain-lain) di mana acara itu dihadiri oleh berbagai macam agama. Biasanya – sepertinya di video itu juga seperti itu – doa akan diawali dengan pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan yang berbeda berdoa menurut iman dan kepercayaan masing-masing.
Demikian juga halnya bagi saudara-saudara Muslim yang toleran, biasanya hal seperti ini tidak lagi jadi masalah. Toh doa dibawakan secara berbeda setiap tahunnya. Begitulah kira-kira hidup berdampingan beda agama tetapi saudara dalam keindonesiaan.
Tetapi bukan demikian bagi para penganut Islam yang fanatik. Bagi mereka, doa dibawakan secara selain Islam adalah tanda-tanda bahwa Islam sudah ditinggalkan. Entah apa maksud mereka sampai bisa mengatakan bahwa Islam ditinggalkan ketika doa dibawakan secara Katolik. Seperti postingan salah satu dari mereka di Twitter seperti di bawah ini:
Ini upacara Kesaktian Pancasila hari ini di kantor Garuda Indonesia... agama Islam sdh ditinggalkan..๐.(Pembacaan Doanya bkan dipimpin oleh yg beragama Islam) pic.twitter.com/hc6RDNf5Qf
— yantojojo60 (@Fariyantogmail1) October 1, 2019
Masih ada postingan yang lain lagi. Dia ini langsung mengingatkan umat Islam akan haramnya mengikuti dan mengaminkan doa yang dipimpin oleh non-muslim menurut keputusan MUI.
Cuma mau kasih tau ke teman2 muslim Fatwa MUI no 3/MUNAS VII/MUI/7/2005 tentang HARAMNYA seorang muslim mengikuti dan mengamini doa yg dipimpin oleh non muslim. pic.twitter.com/B7yAMsYmpC
— Hilmi Firdausi (@Hilmi28) October 2, 2019
Kaum fanatik yang membalas cuitan di atas, lebih sadis lagi. Dia malah emosi menonton video itu. Dan persis seperti yang sudah ungkapkan di awal bahwa di mana Garuda Indonesia Group dihuni mayoritas Islam dan doanya pun harus secara Islam. Dan dia terheran-heran kok bisa sampai seperti itu.
Gue ada Videonya,
Emosi gue klo dengarnya,
Bisa bisanya Mayoritas Umat Islam dipimpin Oleh Doa oleh org Kafir mana doanya Menurut Keyakinan Dia lagi,
Mana bisa Umat Islam Aamiin kan doanya karna Bertentangan,
Bapa, Roh Kudus dll
Aneh,
— ๐Air_Putih๐ (@Kata_Hatiku88) October 2, 2019
Oh iya, kaum fanatik ini oleh para netizen disebut sebagai Kadrun yang merupakan kependekan dari "kadal gurun" yang mana itu adalah sebutan tidak menyenangkan bagi mereka yang radikalis-ekstremis, teroris, penyanjung khilafah, mabuk agama dan mungkin yang otaknya (logikanya berpikirnya) terbalik-balik.
Respons dari kadrun di atas adalah bukti bahwa yang namanya intoleransi itu masih sangat hidup di tengah bangsa ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kenapa dikatakan begitu? Mereka yang intoleran itu tidak akan mampu menerima minoritas diberikan ruang kebebasan mengekspresikan kebebasan berimannya. Sekalipun itu hanya memimpin doa di mana suatu acara terdapat mayoritas Islam. Boro-boro memimpin doa, sekadar beribadah pun dilarang.
Mereka ini adalah orang-orang yang tidak pernah mengoreksi diri, berkaca. Kalau mereka merasa bahwa doa non-Islam itu tidak etis di acara mayoritas Islam, lalu bagaimana selama ini perasaan minoritas itu selalu mendengar doa secara Islam.
Lagi pula, video di atas adalah video potongan. Biasanya doa yang dibawakan di acara di mana pesertanya berbeda agama akan diberi pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan kemudian yang lain diminta berdoa menurut agamanya masing-masing. Jadi jelas tidak melanggar ajaran masing-masing. Kebetulan saja doa dibawakan secara Katolik dan yang lain tetap berdoa menurut agamanya dan bukan mengaminkan doa yang dibawakan secara Katolik tersebut.
Itulah gunanya pengantar. Itulah gunanya video jangan sepotong-potong Agar orang lain mengerti bahwa doa tersebut bukan doa yang sama bagi pemeluk agama yang berbeda. Sayangnya, para provokator di dunia maya sangat suka membeberkan fakta (dalam hal ini: video) secara sepotong-potong.
Mungkin lebih baik diusulkan bagaimana kalau di setiap acara kenegaraan, doa dibawakan secara berbeda agama. Misalnya, tahun ini dibawakan secara Islam, tahun depan secara Hindu dan seterusnya sampai semua agama mendapat giliran.
Langkah Garuda Indonesia Group yang mengadakan upacara bendera perayaan kesaktian Pancasila dan pada saat yang sama mempraktikkan sila Pancasila itu secara nyata patut diapresiasi. Dan semestinya seperti yang telah diusulkan sebelumnya diatas, tahun depan doanya dibawakan secara Hindu, tahun depannya lagi berbeda, demikian seterusnya sampai semua mendapat giliran.
Sekilas tidak ada yang salah dengan video upacara tersebut. Namun ada banyak buzzer yang mempermasalahkan pembacaan doa dalam video tersebut yang menggunakan cara non muslim.
Berikut ini adalah screenshot postingan buzzer provokator yang viral dan memicu perdebatan di media sosial:
Sedangkan berikut ini adalah video yang dipermasalahkan oleh postingan tersebut:
Sekali lagi, adakah yang salah dalam video tersebut? Tidak ada. Apa yang menarik dan unik menurut Anda?
Karena video tersebut adalah doa upacara bendera merayakan hari Kesaktian Pancasila oleh Garuda Indonesia Group yang dibawakan secara Katolik, maka menjadi unik. Setidaknya itu menurut kebanyakan warga negara Indonesia. Sebab pada umumnya di Indonesia, dalam setiap kesempatan di mana salah satu agama mayoritas, doa selalu dibawakan secara agama mayoritas. Itulah kebiasaan yang kita temukan.
Tetapi anggapan masyarakat Indonesia bahwa Garuda Indonesia Group terdiri dari mayoritas Islam, itu sangat masuk akal. Lalu ketika doa upacara bendera dibawakan secara Katolik, tampaknya menjadi sesuatu yang terkesan tidak lumrah dan terkesan "menginjak-injak harkat dan martabat Islam.
Oh ya, menurut keterangan beberapa kawan yang Katolik, doa di atas merupakan doa Katolik karena mereka sangat mengenali "bahasanya", cara mendoakannya dan isinya. Ada kekhasan (perbedaan) antara doa dibawakan secara Katolik dan dibawakan secara Kristen walaupun keduanya sama-sama Kristiani.
Tetapi sebenarnya hal seperti itu tidak asing bagi warga negara yang sudah sering menghadiri suatu acara dimana doa dibawakan secara berbeda-beda agama (misalnya acara pernikahan, ulangtahun, syukuran, dan lain-lain) di mana acara itu dihadiri oleh berbagai macam agama. Biasanya – sepertinya di video itu juga seperti itu – doa akan diawali dengan pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan yang berbeda berdoa menurut iman dan kepercayaan masing-masing.
Demikian juga halnya bagi saudara-saudara Muslim yang toleran, biasanya hal seperti ini tidak lagi jadi masalah. Toh doa dibawakan secara berbeda setiap tahunnya. Begitulah kira-kira hidup berdampingan beda agama tetapi saudara dalam keindonesiaan.
Tetapi bukan demikian bagi para penganut Islam yang fanatik. Bagi mereka, doa dibawakan secara selain Islam adalah tanda-tanda bahwa Islam sudah ditinggalkan. Entah apa maksud mereka sampai bisa mengatakan bahwa Islam ditinggalkan ketika doa dibawakan secara Katolik. Seperti postingan salah satu dari mereka di Twitter seperti di bawah ini:
Ini upacara Kesaktian Pancasila hari ini di kantor Garuda Indonesia... agama Islam sdh ditinggalkan..๐.(Pembacaan Doanya bkan dipimpin oleh yg beragama Islam) pic.twitter.com/hc6RDNf5Qf
— yantojojo60 (@Fariyantogmail1) October 1, 2019
Masih ada postingan yang lain lagi. Dia ini langsung mengingatkan umat Islam akan haramnya mengikuti dan mengaminkan doa yang dipimpin oleh non-muslim menurut keputusan MUI.
Cuma mau kasih tau ke teman2 muslim Fatwa MUI no 3/MUNAS VII/MUI/7/2005 tentang HARAMNYA seorang muslim mengikuti dan mengamini doa yg dipimpin oleh non muslim. pic.twitter.com/B7yAMsYmpC
— Hilmi Firdausi (@Hilmi28) October 2, 2019
Kaum fanatik yang membalas cuitan di atas, lebih sadis lagi. Dia malah emosi menonton video itu. Dan persis seperti yang sudah ungkapkan di awal bahwa di mana Garuda Indonesia Group dihuni mayoritas Islam dan doanya pun harus secara Islam. Dan dia terheran-heran kok bisa sampai seperti itu.
Gue ada Videonya,
Emosi gue klo dengarnya,
Bisa bisanya Mayoritas Umat Islam dipimpin Oleh Doa oleh org Kafir mana doanya Menurut Keyakinan Dia lagi,
Mana bisa Umat Islam Aamiin kan doanya karna Bertentangan,
Bapa, Roh Kudus dll
Aneh,
— ๐Air_Putih๐ (@Kata_Hatiku88) October 2, 2019
Oh iya, kaum fanatik ini oleh para netizen disebut sebagai Kadrun yang merupakan kependekan dari "kadal gurun" yang mana itu adalah sebutan tidak menyenangkan bagi mereka yang radikalis-ekstremis, teroris, penyanjung khilafah, mabuk agama dan mungkin yang otaknya (logikanya berpikirnya) terbalik-balik.
Respons dari kadrun di atas adalah bukti bahwa yang namanya intoleransi itu masih sangat hidup di tengah bangsa ber-Bhinneka Tunggal Ika.
Kenapa dikatakan begitu? Mereka yang intoleran itu tidak akan mampu menerima minoritas diberikan ruang kebebasan mengekspresikan kebebasan berimannya. Sekalipun itu hanya memimpin doa di mana suatu acara terdapat mayoritas Islam. Boro-boro memimpin doa, sekadar beribadah pun dilarang.
Mereka ini adalah orang-orang yang tidak pernah mengoreksi diri, berkaca. Kalau mereka merasa bahwa doa non-Islam itu tidak etis di acara mayoritas Islam, lalu bagaimana selama ini perasaan minoritas itu selalu mendengar doa secara Islam.
Lagi pula, video di atas adalah video potongan. Biasanya doa yang dibawakan di acara di mana pesertanya berbeda agama akan diberi pengantar bahwa doa akan dibawakan secara agama tertentu dan kemudian yang lain diminta berdoa menurut agamanya masing-masing. Jadi jelas tidak melanggar ajaran masing-masing. Kebetulan saja doa dibawakan secara Katolik dan yang lain tetap berdoa menurut agamanya dan bukan mengaminkan doa yang dibawakan secara Katolik tersebut.
Itulah gunanya pengantar. Itulah gunanya video jangan sepotong-potong Agar orang lain mengerti bahwa doa tersebut bukan doa yang sama bagi pemeluk agama yang berbeda. Sayangnya, para provokator di dunia maya sangat suka membeberkan fakta (dalam hal ini: video) secara sepotong-potong.
Mungkin lebih baik diusulkan bagaimana kalau di setiap acara kenegaraan, doa dibawakan secara berbeda agama. Misalnya, tahun ini dibawakan secara Islam, tahun depan secara Hindu dan seterusnya sampai semua agama mendapat giliran.
Langkah Garuda Indonesia Group yang mengadakan upacara bendera perayaan kesaktian Pancasila dan pada saat yang sama mempraktikkan sila Pancasila itu secara nyata patut diapresiasi. Dan semestinya seperti yang telah diusulkan sebelumnya diatas, tahun depan doanya dibawakan secara Hindu, tahun depannya lagi berbeda, demikian seterusnya sampai semua mendapat giliran.
No comments:
Post a Comment