Akhir-akhir ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi olok-olok dan bahan bully di media sosial terkait keputusannya atau fatwanya yang dianggap kontroversial oleh masyarakat karena dianggap berpotensi memicu konflik horizontal di masyarakat.
Terkait hal tersebut Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin membantah
sejumlah kekhawatiran yang menyebut fatwa MUI dapat menimbulkan benturan di
masyarakat.
Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (photo: Kompas) |
Menurutnya, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI sudah melalui
serangkaian uji serta kajian yang panjang sehingga tidak sembarangan dikeluarkan. "Kalau dikatakan MUI fatwanya bisa timbulkan benturan,
menurut saya tidak ada benturan," kata Ma'ruf dalam diskusi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK),
Jakarta, Selasa 17 Januari 2017.
Ma'ruf pun menambahkan bahwa hampir semua fatwa yang dikeluarkan MUI
merupakan permintaan undang-undang.
Salah satu contohnya yakni untuk menentukan halal atau
tidaknya suatu produk, sudah diatur dalam undang-undang bahwa MUI satu-satunya
lembaga yang berwenang mengeluarkan fatwa. Dengan demikian, fatwa tersebut sudah dijadikan hukum
positif negara.
"Juga prinsip perbankan syariah. Dalam undang-undang,
yang menetapkan syariah dalam perbankan adalah MUI. Kemudian di regulasi OJK,
Kementerian Keuangan, atau oleh Bank Indonesia," ujar Ma'ruf.
Contoh lainnya yakni fatwa mengenai kelompok Gerakan Fajar
Nusantara (Gafatar) yang dianggap kelompok sesat dan dijadikan acuan oleh
aparat penegak hukum untuk menindak tegas pengikutnya.
Adapun alasan lain MUI mengeluarkan fatwa atau sikap, yakni
tingginya desakan masyarakat terhadap fenomena tertentu.
Ia menyebutkan, saat itu ada kondisi ketika muncul gejolak
masyarakat atas dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Atas dasar tersebut, MUI kemudian mengeluarkan sikap/fatwa bahwa Ahok telah menistakan
agama. Setelah itu, muncul kelompok Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI yang
memobilisasi masyarakat dalam sejumlah aksi.
Namun, Ma'ruf membantah kelompok tersebut merupakan bentukan
MUI.
"Itu masyarakat sendiri yang melakukan kegiatan.
Menurut saya, fatwa itu murni permintaan masyarakat dan untuk kepentingan
masyarakat," kata Ma'ruf.
Ma'ruf tak memungkiri bahwa fatwanya bisa disalahtafsirkan
oleh masyarakat, bahkan hingga menimbulkan pelanggaran hukum. Jika terjadi hal
demikian, MUI menyerahkan urusan itu kepada aparat penegak hukum.
"Setiap fatwa disebutkan masyarakat tidak boleh
melakukan tindakan eksekusi dan harus diserahkan ke pihak berwenang. Tetapi,
kadang ada masyarakat yang tidak patuh pada aturan," kata Ma'ruf.
Salah satu kekhawatiran itu diungkapkan Kapolri Jenderal
(Pol) Tito Karnavian. Tito mengingatkan akan adanya gerakan transnasional yang
berupaya memanfaatkan fatwa MUI untuk kepentingan kelompok tertentu.
Oleh karena itu, Tito berharap hal itu dapat menjadi
perhatian bersama untuk diantisipasi.
No comments:
Post a Comment