Wednesday, August 3, 2016

Ini Alasan Mengapa Bung Karno Membenci Teks Proklamasi Yang Ia Tandatangani

Tidak banyak yang mengetahui cerita di balik Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 yang dibacakan oleh dwitunggal Ir. Soekarno - Drs. M. Hatta.

Belakangan terungkap bahwa seandainya saja Presiden Soekarno bisa memutar balik waktu, mungkin ia akan mengubah penulisan tandatangannya di naskah Proklamasi tersebut.

Saat sudah menjabat sebagai Presiden, Soekarno mengubah penulisan namanya menjadi Sukarno. Ia sangat membenci ejaan "oe" yang dianggapnya warisan penjajah Belanda. Sayangnya, naskah Proklamasi tidak boleh dirubah sama sekali.

Soekarno sendiri dilahirkan dengan nama Kusno Sosrodihardjo, sebelum dirubah ayahnya menjadi Soekarno karena sering sakit-sakitan saat kecil dulu.

Terbukti saat menyandang nama Soekarno ia berjaya, persis seperti "Karna", pahlawan dalam kisah Mahabrata yang mengilhami namanya. Namun ketika ia merubah lagi namanya menjadi Sukarno, nasibnya menjadi buruk.

Bung Karno dan Musik Ngak-ngik-ngok
Bung Karno menutup kedua telinganya dengan telunjuknya karena ia amat membenci musik dan kebudayaan barat yang dianggapnya merusak moral bangsa

Dalam foto yang terpampang diatas terlihat Presiden Soekarno menutup kedua telinganya dengan tangan ketika musisi Belanda menyanyikan lagu asing. Mungkin dari sorot wajahnya, Presiden Soekarno terlihat bercanda. Namun yang mengenalnya secara dekat pasti akan mengatakan bahwa itu adalah ekspresi sinis Soekarno terhadap budaya atau musik asing. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Soekarno sangat membenci dan sangat anti dengan musik bergaya barat yang disebutnya sebagai musik "ngak-ngik-ngok". Ia pun pernah melarang peredaran musik barat pada tahun 1959-1967. Ia membredel seniman-seniman yang membandel dengan memenjarakannya. Band legendaris Koes Bersaudara/Koes Plus pernah merasakan dikurung dalam jeruji besi gara-gara musik yang mereka usung tersebut, yang menurut Soekarno "ngak-ngik-ngok".

Masuknya budaya barat dalam bidang musik tak urung menginspirasi anak bangsa untuk membentuk band yang pada masanya lebih populer dengan istilah orkes. Bahkan beberapa kompetisi orkespun mulai digelar, salah satunya adalah Festival Irama Populer.

Melihat fenomena tersebut, Presiden Soekarno menganggap hal itu sebagai sesuatu yang bisa meracuni jiwa dan budaya bangsa. Salah satu kekhawatiran yang paling dirasakan Soekarno adalah jika budaya asli Indonesia sebagai kekayaan bangsa lambat laun akan terpinggirkan dan punah ditelan budaya Barat yang gemerlap.

Sebagai upaya untuk menangkal kekhawatiran tersebut, pada perayaan Hari Proklamasi 17 Agustus 1956, dikeluarkan sebuah manisfesto yang dikenal dengan nama Manipol USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia).
(Sejarah Indonesia)

No comments:

Post a Comment