Raksasa industri smartphone nomor 1 di dunia, Samsung
mengalami kerugian besar akibat hal yang tidak pernah disangka-sangka
sebelumnya oleh mereka dimana mereka mengalami “kesialan” dari produk unggulan
yang mereka banggakan.
Petinggi Samsung, Lee Kun Hee, mengalami kehilangan nilai
kekayaan dalam jumlah masif dalam waktu singkat akibat masalah produk Samsung
yang terbaru yaitu Galaxy Note 7.
Samsung Galaxy Note 7 (photo: Digital Trends) |
Gara-gara masalah Galaxy Note 7 ini, kekayaan Lee Kun Hee berkurang
hampir 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp 15,7 triliun dalam waktu dua hari
saja. Ini semua akibat nilai saham Samsung di bursa saham Seoul terperosok
hampir 11%. Nilai saham Samsung terus mengalami penurunan sejak Jumat 9
September 2016 waktu Korea Selatan.
Anjloknya nilai saham Samsung ini dipicu oleh insiden terbakarnya
beberapa unit ponsel Galaxy Note 7 ketika dan setelah diisi dayanya.
Para pemangku kepentingan di Amerika Serikat lantas meminta
pengguna untuk menonaktifkan perangkat ponsel yang baru diluncurkan pada
Agustus 2016 lalu itu saat diisi daya karena risiko terbakar.
Otoritas penerbangan FAA bahkan melarang keras penggunaan
dan pengisian baterai Galaxy Note 7 selama dalam penerbangan walaupun dalam
kondisi flight mode dan dalam keadaan mati saat diisi daya selama di dalam
pesawat. Larangan ini juga diterapkan di Indonesia oleh maskapai penerbangan
Garuda Indonesia, Lion Air, Air Asia, dan Sriwijaya Air.
Walaupun menderita karena nilai sahamnya melorot drastis,
hal ini tidak menggoyahkan Lee Kun Hee untuk tetap berada pada poisisi nomor 1
sebagai orang terkaya di Korea Selatan. Kekayaan Lee mencapai US$ 13,5 milia (kira-kira Rp 176,8 triliun).
Akibat insiden yang cukup memalukan ini, Samsung menarik 2,5
juta unit ponsel Galaxy Note 7 setelah menerima laporan ponsel baru itu meledak
saat atau setelah diisi dayanya. Bahkan Samsung secara resmi menyatakan bahwa
mereka akan memberikan kompensasi kepada konsumen yang sudah terlanjur memiliki
perangkat tersebut atau sudah terlanjur melakukan pre-order.
(Bloomberg, Kompas)
No comments:
Post a Comment