Monday, August 19, 2019

Naskah Lengkap Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo Tahun 2019

Setelah membacakan pidato tahunan di depan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato kenegaraan di depan sidang bersama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Jumat 16 Agustus 2019 pagi.

Presiden Joko Widodo sedang menyampaikan pidato kenegaraan di Gedung Parlemen 2019

Ini merupakan pidato kedua dari tiga pidato yang dibacakan Presiden bacakan pada hari yang sama.

Setelah pidato kenegaraan, Jokowi membacakan pula nota keuangan yang di dalamnya tercakup rencana keuangan negara untuk tahun depan.

Berikut ini adalah pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo:

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Selamat Pagi,
Salam Damai Sejahtera untuk kita semua,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan

Yang saya hormati, Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; Yang saya hormati, Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

Yang saya hormati, Ketua, para Wakil Ketua, dan para Anggota Lembaga-Lembaga Negara;
Yang saya hormati Bapak BJ Habibie, Presiden Republik Indonesia Ketiga; Yang saya hormati Ibu Hajah Megawati Soekarnoputri, Presiden Republik Indonesia Kelima; Yang saya hormati Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia Keenam;

Yang saya hormati Bapak Try Sutrisno dan Bapak Hamzah Haz; Yang saya hormati Bapak Boediono beserta Ibu Herawati Boediono; Yang saya hormati Ibu Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid;

Yang saya hormati Bapak Kyai Haji Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Terpilih masa bakti 2019-2024; Yang saya hormati sahabat saya Bapak Prabowo Subianto dan Bapak Sandiaga Uno;
Yang saya hormati, Para Duta Besar Negara-Negara Sahabat dan para Pimpinan Perwakilan Badan dan Organisasi Internasional;

Yang saya hormati para hadirin serta Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air,

Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin mengajak kita semua untuk meneguhkan semangat para pendiri bangsa kita, bahwa Indonesia itu bukan hanya Jakarta, bukan hanya Pulau Jawa.

Tetapi, Indonesia adalah seluruh pelosok tanah air, dari Sabang sampai Merauke dari Miangas sampai Pulau Rote.

Karena itulah pembangunan yang kita lakukan harus terus Indonesia sentris yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok Nusantara.

Indonesia Maju bukan hanya karya Presiden dan Wakil Presiden bukan hanya karya lembaga eksekutif lembaga legislatif ataupun yudikatif saja. Tetapi keberhasilan Indonesia juga karya pemimpin agama, budayawan dan para pendidik.

Keberhasilan Indonesia adalah juga karya pelaku usaha, buruh, pedagang, inovator maupun petani, nelayan dan UMKM, serta karya seluruh anak bangsa Indonesia.

Kecepatan kita dalam meraih cita-cita adalah peran besama. Peran PDIP Golkar dan Nasdem, PKB dan PPP Perindo, PSI dan Hanura, PBB dan PKPI. Dan jangan lupa juga peran Gerindra, PKS dan Demokrat serta PAN, Partai Berkarya dan Partai Garuda.

Saya yakin jika kita sepakat dengan satu visi Indonesia Maju kita mampu melakukan lompatan kemajuan, lompatan untuk mendahului kemajuan bangsa lain.

Sebagai Kepala Negara yang merangkap Kepala Pemerintahan. Sebagai Presiden dalam sistem Presidensial yang dimandatkan konstitusi, saya mengajak kita semua untuk optimis dan kerja keras.

Sayalah yang memimpin lompatan kemajuan kita bersama.

Saudara-saudara Se-Bangsa dan Se-Tanah Air,

Saat ini kita berada dalam dunia baru dunia yang jauh berbeda dibanding era sebelumnya. Globalisasi terus mengalami pendalaman yang semakin dipermudah oleh revolusi industri jilid ke-4.

Persaingan semakin tajam dan perang dagang semakin memanas. Antar-negara berebut investasi, antar-negara berebut teknologi, berebut pasar, dan berebut orang-orang pintar.

Antar-negara memperebutkan talenta-talenta hebat yang bisa membawa kemajuan bagi negaranya.

Dunia tidak semata sedang berubah tetapi sedang terdisrupsi. Di era disrupsi ini kemapanan bisa runtuh ketidakmungkinan bisa terjadi.

Jenis pekerjaan bisa berubah setiap saat, banyak jenis pekerjaan lama yang hilang. Tetapi juga makin banyak jenis pekerjaan baru yang bermunculan. Ada profesi yang hilang, tetapi juga ada profesi baru yang bermunculan.

Ada pola bisnis lama yang tiba-tiba usang dan muncul pola bisnis baru yang gemilang dan mengagumkan. Ada keterampilan mapan yang tiba-tiba tidak relevan dan ada keterampilan baru yang meledak yang dibutuhkan.

Arus komunikasi dan interaksi yang semakin mudah dan terbuka harus dimanfaatkan dan sekaligus diwaspadai. Pengetahuan dan pengalaman yang positif jauh lebih mudah sekarang ini kita peroleh.

Tetapi kemudahan arus komunikasi dan interaksi juga membawa ancaman: ancaman terhadap ideologi kita Pancasila, ancaman terhadap adab sopan santun kita, ancaman terhadap tradisi dan seni budaya kita, serta ancaman terhadap warisan kearifan-kearifan lokal bangsa kita.

Dalam bidang pertahanan-keamanan kita juga harus tanggap dan siap. Menghadapi perang siber. Menghadapi intoleransi, radikalisme, dan terorisme, serta menghadapi ancaman kejahatan-kejahatan lainnya baik dari dalam maupun luar negeri yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa kita.

Indonesia tidak takut terhadap keterbukaan. Kita hadapi keterbukaan dengan kewaspadaan.
Kewaspadaan terhadap ideologi lain yang mengancam ideologi bangsa. Kewaspadaan terhadap adab dan budaya lain yang tidak sesuai dengan kearifan bangsa kita. Kewaspadaan terhadap apapun yang mengancam kedaulatan kita.

Indonesia tidak takut terhadap persaingan. Kita hadapi persaingan dengan kreativitas, inovasi, dan kecepatan yang kita miliki.

Karena itu tidak ada pilihan lain, kita harus berubah. Cara-cara lama yang tidak kompetitif tidak bisa diteruskan. Strategi baru harus diciptakan. Cara-cara baru harus dilakukan.

Kita tidak cukup hanya lebih baik dari sebelumnya. Tetapi kita harus lebih baik dari yang lainnya. Sekali lagi, kita tidak cukup hanya lebih baik dari sebelumnya. Tetapi kita harus lebih baik dari yang lainnya.

Dalam kompetisi global yang ketat berebut pengaruh berebut pasar berebut investasi. Kita harus lebih cepat dan lebih baik dibandingkan negara-negara lain. Kita harus lebih cepat dan lebih baik dibanding negara-negara tetangga.

Investasi harus membuka lapangan kerja baru harus menguntungkan bangsa kita. Langkah demi langkah tidak lagi cukup, lompatan demi lompatan yang kita butuhkan. Lambat asal selamat tidak lagi relevan, yang kita butuhkan adalah cepat dan selamat.

Dalam situasi dunia yang penuh persaingan misi untuk ikut membangun tatanan dunia yang lebih baik tidak boleh diabaikan. Kontribusi pada perdamaian dunia harus kita lanjutkan.

Kontribusi pada kesejahteraan dunia harus kita tingkatkan. Inisiatif kolaborasi dan kerjasama pembangunan dunia harus kita kembangkan. Kemanusiaan harus tetap menjadi ruh politik luar negeri Indonesia.

Dunia yang kita huni bersama tidak selamanya mulus dan stabil. Tidak semuanya selalu pasti dan tidak selalu terduga sebelumnya.

Kita sedang menghadapi dinamika ekonomi global yang terus bergejolak dan menghadapi perubahan geopolitik. Krisis ekonomi melanda beberapa belahan dunia, krisis iklim mengancam dunia kerusakan lingkungan menjadi ancaman kita bersama.

Ring of fire yang melingkari wilayah Indonesia bisa menghadirkan bencana tanpa kita duga
sebelumnya.

Hampir seluruh wilayah Indonesia merupakan wilayah rentan bencana. Gempa bumi, tanah longsor, gunung meletus, tsunami, kebakaran hutan, banjir.

Oleh karena itu sikap sigap dan waspada menghadapi ketidakpastian sangatlah penting!

Kapasitas kita dalam mengelola risiko menghadapi gejolak ekonomi global mengelola bencana yang tidak terduga harus kita perkuat.

Pembangunan kita harus sensitif terhadap berbagai risiko. Infrastruktur harus disiapkan mendukung mitigasi risiko bencana. Masyarakat juga harus waspada dan sadar risiko.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air yang saya banggakan,

Kita butuh ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat kita bisa melompat dan mendahului bangsa lain.

Kita butuh terobosan-terobosan jalan pintas yang cerdik yang mudah yang cepat. Kita butuh SDM unggul yang berhati Indonesia, berideologi Pancasila.

Kita butuh SDM unggul yang toleran, yang berakhlak mulia. Kita butuh SDM unggul yang terus belajar bekerja keras, berdedikasi.

Kita butuh inovasi-inovasi yang disruptif yang membalik ketidakmungkinan menjadi peluang.

Yang membuat kelemahan menjadi kekuatan dan keunggulan. Yang membuat keterbatasan menjadi keberlimpahan. Yang mengubah kesulitan menjadi kemampuan. Yang mengubah tidak berharga menjadi bernilai untuk rakyat dan bangsa.

Berbekal inovasi, kualitas SDM, dan penguasaan teknologi kita bisa keluar dari kutukan sumber daya alam.

Memang negara kita ini kaya bauksit, batubara, kelapa sawit, ikan, dan masih banyak lagi. Tapi tidak cukup di situ. Kalau kita melakukan hilirisasi industri kita pasti bisa melompat lagi.

Kita bangun industri pengolahan bauksit sehingga impor alumina tidak perlu dilakukan. Kita bangun hilirisasi industri batubara menjadi (Dimethyl Ether) DME sehingga kita bisa mengurangi impor jutaan ton LPG setiap tahunnya.

Kita bangun hilirisasi industri nikel menjadi ferro nikel sehingga nilai tambah nikel kita akan meningkat 4 kali lipat.

Kita harus berani memulai dari sekarang beberapa lompatan kemajuan sudah kita lakukan.

Kita sudah mulai dengan program B20, akan masuk ke B30 campuran solar dengan 30 persen biodiesel. Tapi kita bisa lebih dari itu kita bisa membuat B100.

Kita sudah memproduksi sendiri avtur hingga tidak impor avtur lagi. Tapi kita bisa lebih dari itu, kita bisa ekspor avtur, kita juga ingin produksi avtur berbahan sawit.

Kita sudah mulai membuka ruang pengembangan mobil listrik tapi kita ingin lebih dari itu, kita ingin membangun industri mobil listrik sendiri.

Kita harus berani melakukan ekspansi tidak hanya bermain di pasar dalam negeri. Produk-produk kita harus mampu membanjiri pasar regional dan global, itu yang harus kita wujudkan.

Pengusaha-pengusaha dan BUMN-BUMN kita harus berani menjadi pemain kelas dunia. Itu yang harus kita lakukan.

Talenta-talenta kita harus memiliki reputasi yang diperhitungkan di dunia internasional. Itu yang harus kita siapkan. Sekali lagi kita harus semakin ekspansif, from local to global.

Jika kita, kita semua, segera serius berbenah bersama, saya yakin kita akan mampu melakukan lompatan-lompatan kemajuan secara signifikan.

Momentumnya adalah sekarang tatkala kita antara 2020 hingga 2024, berada di puncak periode bonus demografi.

Jika kita lebih fokus mengembangkan kualitas SDM dan menggunakan cara-cara baru maka
saya yakin bonus demografi menjadi bonus lompatan kemajuan.

Lembaga pendidikan dan lembaga pelatihan harus kita dukung untuk melakukan pembenahan secara besar-besaran agar mampu menghadapi perubahan.

Persaingan dunia yang semakin ketat dan disrupsi di berbagai bidang, membutuhkan kualitas SDM yang tepat.

Kita butuh SDM yang berbudi pekerti luhur dan berkarakter kuat. Kita butuh SDM yang menguasai keterampilan dan menguasai ilmu pengetahuan masa kini dan masa depan.

Pendidikan harus berakar pada budaya bangsa memperjuangkan kepentingan nasional dan tanggap terhadap perubahan dunia.

Keluarga dan lembaga pendidikan menempati peran sentral dalam pendidikan anak-anak kita. Budi pekerti sopan santun toleransi dan kedisiplinan termasuk kebiasaan mengantre dengan sabar dan teratur harus kita tanamkan sejak dini.

Biasa mandiri, percaya diri gotong royong, dan saling peduli harus kuat ditanamkan dalam pendidikan dasar kita.

Mencari sumber belajar sendiri, berpikir kritis, dan tidak mudah terhasut, problem solving, harus sudah tertanam kuat pada pendidikan menengah kita.

Keterampilan vokasional yang akan dibutuhkan pasar—the emerging skills—harus sudah dilatihkan sejak pendidikan menengah ini.

Untuk tingkat pendidikan tinggi kita harus berani mencanangkan target tinggi bahwa SDM lulusan pendidikan tinggi kita harus kompetitif di tingkat regional dan global.

Pertama, SDM kita harus kompetitif dalam karakter yaitu pekerja keras jujur kolaboratif solutif dan enterpreneurship.

Kedua, SDM kita harus kompetitif dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang menguasai the emerging skills yang mampu mengisi the emerging jobs dan inovatif dan membangun the emerging business.

Namun, untuk mencetak SDM yang pintar dan berbudi pekerti luhur harus didahului oleh SDM sehat dan kuat.

Kita turunkan angka stunting sehingga anak-anak kita bisa tumbuh menjadi generasi yang premium.

Kita perluas akses kesehatan dengan pemanfaatan teknologi dan pembangunan infrastruktur dasar ke seluruh pelosok tanah air.

Kita tingkatkan kualitas kesehatan dengan pengembangan inovasi dan budaya hidup sehat.

Hadirin yang Berbahagia,

Saya sangat menyadari bahwa strategi tersebut membutuhkan ekosistem politik, ekosistem hukum, ekosistem sosial yang kondusif.

Kita butuh untuk terus melakukan deregulasi penyederhanaan dan konsistensi regulasi. Kita harus terus melakukan debirokratisasi penyederhanaan kerja, penyederhanaan proses yang berorientasi pada pelayanan.

Kita harus terus mencegah korupsi tanpa mengganggu keberanian berinovasi. Kita harus memanfaatkan teknologi yang membuat yang sulit menjadi mudah dan yang rumit menjadi sederhana.

Reformasi perundang-undangan harus kita lakukan secara besar-besaran. Saya mengajak kita semua pemerintah DPR, DPD, dan MPR, juga Pemda dan DPRD untuk melakukan langkah-langkah baru.

Kita tidak boleh terjebak pada regulasi yang kaku yang formalitas yang ruwet, yang rumit, yang basa-basi, yang justru menyibukkan, yang meruwetkan masyarakat dan pelaku usaha. Ini harus kita hentikan.

Kita tidak bisa membiarkan regulasi yang menjebak kita, menakut-nakuti kita, yang justru
menghambat inovasi. Ini harus dibongkar sampai ke akar-akarnya.

Regulasi yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus dihapus. Regulasi yang tidak konsisten dan tumpang tindih antara satu dan lainnya harus diselaraskan, disederhanakan, dan dipangkas.

Namun demikian, kita juga harus tanggap terhadap tantangan baru yang belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

Pemanfaatan teknologi yang merusak keadaban bangsa, yang membahayakan persatuan dan kesatuan, yang membahayakan demokrasi, harus kita atur secara terukur.

Kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data.

Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak.

Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi!!

Sekali lagi, inti dari regulasi adalah melindungi kepentingan rakyat, serta melindungi kepentingan bangsa dan negara.

Regulasi harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya. Regulasi harus memberikan rasa aman. Dan regulasi harus memudahkan semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.

Oleh karena itu ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat, tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi.

Saya ingatkan kepada jajaran eksekutif agar lebih efisien. Untuk apa studi banding jauh-jauh
sampai ke luar negeri padahal informasi yang kita butuhkan bisa diperoleh dari smartphone kita.

Ukuran kinerja para penegak hukum dan HAM juga harus diubah termasuk kinerja pemberantasan korupsi.

Penegakan hukum yang keras harus didukung. Penegakan HAM yang tegas harus diapresiasi.

Tetapi keberhasilan para penegak hukum bukan hanya diukur dari berapa kasus yang diangkat dan bukan hanya berapa orang dipenjarakan.

Harus juga diukur dari berapa potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM bisa dicegah, berapa potensi kerugian negara yang bisa diselamatkan. Ini perlu kita garis bawahi.

Oleh sebab itu manajemen tata kelola serta sistemlah yang harus dibangun. Sekali lagi manajemen tata kelola serta sistemlah yang harus dibangun.

Demikian pula ukuran kinerja aparat pengawasan dan birokrasi pelaksana.

Tata kelola pemerintahan yang baik bukan diukur dari prosedur yang panjang dan prosedur ketat. Tetapi tata kelola pemerintahan yang baik tercermin dari prosedur yang cepat dan sederhana, yang membuka ruang terobosanterobosan, dan mendorong lompatan-lompatan.

Orientasi kerja pemerintahan, orientasi kerja birokrasi pelaksana, orientasi kerja birokrasi pengawas, haruslah orientasi pada hasil. Sekali lagi harus berorientasi pada hasil.

Realisasi anggaran bukan diukur dari seberapa banyak anggaran yang telah dibelanjakan tetapi diukur dari seberapa baik pelayanan kepada masyarakat, seberapa banyak kemudahan diberikan kepada masyarakat.

Kemudian ukuran akuntabilitas pemerintahan jangan dilihat dari seberapa banyak formulir yang diisi dan dilaporkan tetapi seberapa baik produk yang telah dihasilkan. Anggaran negara harus sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat.

Pemanfaatan teknologi terbaru telah membuka peluang untuk mempermudah hal-hal yang dulu sulit, untuk mempermurah hal-hal yang dulu mahal, dan mempercepat hal-hal yang dulu lamban dan lama.

Penyederhanaan prosedur dan pemanfaatan teknologi baru dalam bekerja harus pula disertai dengan penyederhanaan organisasi. Organisasi yang tumpang tindih fungsinya harus digabung.

Pekerjaan administrasi yang bisa dilakukan oleh komputer, dan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence), harus mulai dilepas.

Oleh karena itu jumlah organisasi dan jumlah aparat yang tidak efisien dan tidak relevan harus mulai dipangkas.

Dan tentu saja peningkatan kualitas dan kultur aparat mulai dari aparat negara, birokrat, TNI dan Polri dan pejabat BUMN, juga harus segera berubah. Harus segera berubah!

Kita tidak kompromi aparat yang mengingkari Pancasila. Kita tidak kompromi aparat yang tidak melayani yang tidak turun ke bawah.

Sebaliknya, kita cari kita apresiasi aparat yang selalu menebarkan optimisme, yang melakukan smart shortcut dan yang sepenuh hati melayani rakyat.

Saudara-saudara se-Bangsa dan se-Tanah Air yang saya banggakan,

Pada kesempatan yang bersejarah ini, dengan memohon ridha Allah SWT, dengan meminta izin dan dukungan dari Bapak Ibu Anggota Dewan yang terhormat, para sesepuh dan tokoh bangsa terutama dari seluruh rakyat Indonesia, dengan ini saya mohon izin untuk memindahkan ibu kota negara kita ke Pulau Kalimantan.

bukota yang bukan hanya simbol identitas bangsa, tetapi juga representasi kemajuan bangsa.

Ini demi terwujudnya pemerataan dan keadilan ekonomi. Ini demi visi Indonesia Maju. Indonesia yang hidup selama-lamanya.

Dirgahayu Republik Indonesia!
Dirgahayu Negeri Pancasila!
SDM Unggul, Indonesia Maju!

Merdeka!
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Om Shanti Shanti Shanti Om,
Namo Buddhaya.

Jakarta, 16 Agustus 2019


PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
JOKO WIDODO

Friday, August 9, 2019

Ketika Menteri Susi Damprat Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Megawati

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali membuat gebrakan dengan menunjukkan taringnya kepada pihak-pihak yang terganggu dengan upayanya mengamankan laut dan perikanan Indonesia.

Susi Pudjiastuti vs Rokhmin Dahuri


Susi langsung angkat bicara dan mengkonfrontas soal tudingan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tahun 2001-2004 atau era pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri yaitu Rokhmin Dahuri yang menyebut ekonomi sektoral di bidang perikanan hancur lebur di tangan Susi.

Susi pun meradang mendengar tudingan tersebut. Menurut Susi, di tangan dirinya yang justru hancur lebur adalah para pencuri ikan, bukan ekonomi sektoral di bidang perikanan. “Yang bangkrut dan hancur lebur adalah industri pencuri ikan... Industri pencurian ikan memang saya bangkrutkan. Masa ada industri pencurian ikan kok dibiarkan!!!!!” tulis Susi di akun Twitter resminya, @susipudjiastuti, Rabu 7 Agustus 2019.

Bukan cumaa itu saja, Susi justru malah menyindir balik Rokhmin. Menurut Susi, di masa kepemimpinan Rokhmin, kapal asing justru dilegalkan menangkap ikan di perairan Indonesia. “Btw kapal asing dilegalkan jadi berbendera Indonesia tahun 2001,” lanjut Susi.

Menurut Rokhmin, saat ini banyak industri perikanan gulung tikar karena kebijakan Menteri Susi yang terus-terusan menerbitkan larangan. "Masalah utamanya di ekonomi sektoral hancur lebur. Walaupun dari sudut penegakan hukum saya kira sudah cukup membuahkan hasil. Paling tidak, ada efek jera soal illegal fishing, soal konservasi juga," ujar Rokhmin dalam sebuah seminar di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Selasa 6 Agustus 2019.

Selain itu, Rokhmin juga menilai Menteri Susi kurang menangkap peluang pengembangan industri perikanan. Salah satunya budidaya perikanan (aquaculture). Padahal, potensinya di Indonesia sangat besar.

Namun apa yang Rokhmin paparkan malahan dimentahkan oleh menteri Susi. Tenggelamkan, Bu!

Wednesday, August 7, 2019

Nasib Jenderal Moersjid: Antara Bung Karno dan Soeharto

Tidak banyak yang tahu kisah hidup (tragis) Jenderal Moersjid yang sejatinya merupakan nasionalis sejati yang amat setia dan cinta akan bangsa dan tanah airnya, karena namanya secara sistematis dihapuskan dari sejarah oleh rezim.

Sayup-sayup terdengar isak tangis perempuan dari kamar tidur utama kediaman Moersjid di Jakarta. Siddharta, yang baru saja pulang dari sekolah, kaget. Ia tahu itu suara tangis ibunya, Siti Rachma. Tak berapa lama, pintu kamar terbuka. Moersjid, ayahnya, keluar dari kamar. Ia tampak gagah dengan pakaian dinas lengkap dengan pangkat bintang dua di pundak.

Sebuah koper pakaian berada di genggamannya. "Jagain mamamu," ujar Siddharta menirukan ucapan ayahnya saat menceritakan kisah pilu tersebut. Tanpa buang waktu, perwira tinggi bekas Shodancho (komandan peleton) Pembela Tanah Air (PETA) Jakarta II itu menuju mobil pribadinya. Ia segera menuju Rumah Tahanan Militer di Jalan Budi Utomo.

"Ayah langsung menghadap Komandan CPM yang bertugas dan bilang mau masuk," kata Siddharta. Jenderal Moersjid lalu dimasukkan ke sel isolasi. Moersjid dijebloskan ke dalam tahanan hanya dua hari menjelang ulang tahunnya ke-45 yang jatuh pada 10 Desember 1969. Istrinya bahkan baru saja berbelanja untuk persiapan acara syukuran.

Sebelum masuk RTM (Rumah Tahanan Militer) Budi Utomo, pada pagi harinya Jenderal Moersjid dipanggil menghadap Jenderal Umar Wirahadikusumah di Markas Besar Angkatan Darat. Jenderal Umar sebagai Kepala Staf Angkatan Darat menyodorkan selembar surat. Moersjid membaca surat itu dengan hati-hati. Rupanya surat itu berisi berita acara penahanan dirinya. Jenderal Umar, yang tak sabaran, mengambil pulpen dari saku bajunya, kemudian dilemparkan ke arah Moersjid. Tersinggung, Moersjid melempar pulpen itu kembali dan kena baju Umar. "Saat insiden itu ayah bilang, 'Umar, lu di mana saat teman-teman gue diculik," ujar putra Moersjid lainnya, Abdul Rasjid.

Umar menjabat Panglima Kodam V Jaya saat terjadi peristiwa penculikan enam perwira tinggi dan satu perwira Angkatan Darat pada 1 Oktober 1965 pagi. Kala itu Moersjid adalah Deputi I Bidang Operasi Menteri Panglima Angkatan Darat (Menpangad). Boleh dibilang tentara berdarah Purworejo-Betawi itu orang nomor dua setelah Jenderal Ahmad Yani, yang turut diculik. Karena posisinya yang terbilang strategis, banyak yang bertanya mengapa Moersjid tak ikut jadi target penculikan saat itu.

Jenderal Moersjid Dilantik Bung Karno Jadi Dubes Filipina
Jenderal Moerjid (kanan) bersama istri dan Bung Karno saat dilantik menjadi Duta Besar RI untuk Filipina (dok. Keluarga Jenderal Moersjid)

Abdul Rasjid pun menceritakan bahwa pada pagi hari 1 Oktober 1965 rumah keluarganya di Jalan Gresik 26 (kini Jalan Sutan Syahrir) diketok tetangganya, Kolonel dr Sulaiman. Kolonel Sulaiman bercerita beberapa waktu sebelumnya puluhan anggota pasukan Tjakrabirawa nyasar ke rumahnya mencari Jenderal Moersjid. Rumah Kolonel Sulaiman bernomor 20. "Saat itu rumah di kawasan Menteng hampir mirip," kata Rasjid, yang saat itu berusia 15 tahun. Kolonel Sulaiman, yang merasa janggal dengan kedatangan rombongan tersebut, memutuskan berbohong. "Dokter Sulaiman bilang Jenderal Moersjid sedang bertugas ke Kalimantan."

Saat Kolonel Sulaiman masih berada di rumah Moersjid, datang seorang perwira membawa pesan agar Moersjid segera ke Istana Negara menghadap Presiden Sukarno. Namun, begitu mendekati kawasan istana, mobil Moersjid dicegat segerombolan pasukan tanpa identitas. Belakangan diketahui pasukan ini bekas anak buah Letkol Untung Sjamsuri, Komandan Batalion I Tjakrabirawa. "Ayah yang marah turun dari mobil dan menampar komandan peleton pasukan itu. Untung ayah tidak didor saat itu," kata Rasjid.

Tapi Moersjid tetap tak dibolehkan lewat. Dalam keadaan marah, Moersjid memerintahkan sopirnya Kopral CPM Santa menuju markas Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) yang tak seberapa jauh dari situ. Letnan Ali Said, yang belakangan diangkat oleh Soeharto menjadi Jaksa Agung, menyambutnya. "Ayah tanya, 'Mana Soeharto?" kata Rasjid. Tapi tak seorang pun yang menjawabnya. Moersjid yang emosional menuju ruang kerja Soeharto dan menendang pintunya. Tapi rupanya Jenderal Soeharto tak berada di ruang itu. Baru setelah Moersjid kembali bertanya para perwira Kostrad menunjukkan sebuah ruangan.

Saat mantan Panglima Kodam XIII/Merdeka itu masuk dalam ruangan, ia melihat Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal Abdul Haris Nasution dalam keadaan terluka kakinya sedang duduk di lantai. "Ayah kembali ke rumah dari Kostrad sore hari diantar Kepala Biro di Mabes AD Letkol Herman Sarens Sudiro pakai panser," ujar Rasjid.

Keesokan paginya, Moersjid bersama sejumlah perwira tinggi dan menteri dipanggil Bung Karno yang sedang berada di Istana Bogor. Sampai di Cibinong, Moersjid berpindah kendaraan ke mobil yang ditumpangi Soeharto. "Soeharto bilang ke ayah, 'Jenderal Moersjid, tolong bantu saya," ujar Siddharta. Menurut Siddharta, sesampai di Istana Bogor, Moersjid yang paling banyak berbicara kepada Bung Karno. "Ayah juga yang kasih senjata Chung hasil sitaan RPKAD di RRI ke Bung Karno, bukan Soeharto seperti yang di film. Aslinya senjata itu juga tidak dibungkus."

Dalam rapat tersebut, Moersjid juga menyampaikan kepada Presiden Sukarno, ada pihak dalam internal Angkatan Darat yang tak nyaman jika Mayjen Pranoto Reksosamudro, Asisten III Menteri Panglima Angkatan Darat, ditunjuk sebagai pimpinan Angkatan Darat menggantikan Menpangad Jenderal Ahmad Yani yang dibunuh pasukan G30S. Moersjid sendiri, sebagai Deputi I Menpangad, menurut sejumlah sumber, pernah hendak dipilih Bung Karno sebagai Menpangad, hanya beberapa hari sebelum penculikan para jenderal Angkatan Darat.

"Ketika Bung Karno bilang akan memimpin langsung Angkatan Darat, Ayah menyela. Menurutnya, tidak bisa menjabat Panglima Tertinggi sekaligus Menteri Panglima Angkatan Darat," ujar Siddharta. Moersjid pernah bercerita, dalam rapat itu Presiden Sukarno menyebut Moersjid mempunyai sifat diri "te kordaat" atau sangat tegas. "Jadi Bung Karno tak sebut Moersjid tukang berkelahi," kata Siddharta.

Sekitar dua minggu kemudian, Presiden Sukarno mengangkat Jenderal Soeharto sebagai Menpangad menggantikan Ahmad Yani. Mayjen Moersjid tetap di posisinya sebagai Deputi I. Namun, pada Desember 1965, perwira lulusan Infantry Officers Advance Course di Fort Benning, Amerika Serikat, seangkatan dengan Maraden Panggabean dan Hario Kecik itu memilih mundur. "Alasan Ayah,  apa yang dikatakan di dalam dan yang dikatakan di luar berbeda. Prinsip ayah itu kan hitam ya hitam, putih ya putih. Tidak bisa di dalam hitam di luar bilang putih," kata Siddharta.

Mayjen Moersjid lalu ditunjuk menjadi Wakil Menteri Koordinator Pertahanan di Kabinet 100 Menteri (Dwikora II). Ketika berada dalam Kabinet Dwikora II ini, Moersjid diajak Menpangad Mayjen Soeharto pergi bersama tiga perwira tinggi utusannya meminta surat tugas yang kemudian dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret. "Ayah menolak ikut. Katanya, 'Ngapain saya harus ikut?" ujar Siddharta. Moersjid kemudian menjadi Asisten Wakil Perdana Menteri Sosial Politik di Kabinet Dwikora III.

Menjelang Bung Karno lengser, Moersjid dilantik menjadi Duta Besar Indonesia untuk Filipina pada 10 Maret 1967. Dua hari kemudian, Soeharto sebagai Ketua Presidium Kabinet Ampera ditunjuk menjadi penjabat presiden. "Kami harus menunggu di Hong Kong, surat kepercayaan dari Presiden baru untuk dibawa ke Manila. Ayah satu-satunya dubes yang datang ke Presiden Marcos dengan dua surat kepercayaan," ujar Rasjid.

Foto Keluarga Jenderal Moersjid
Foto Keluarga Jenderal Moersjid, 1962 (dok. Keluarga Jenderal Moersjid)

Dua tahun lebih bertugas di Manila, meletus sebuah insiden di Manila International Airport. Dalam sebuah jamuan di ruang VIP yang dihadiri para duta besar untuk mengantar Menteri Luar Negeri Filipina kunjungan kerja, Moersjid sebagai ketua klub dubes di Filipina dikenalkan dengan Asisten Menteri Luar Negeri Amerika Serikat untuk Urusan Asia Timur dan Pasifik Marshall Green. Saat meletus peristiwa G30S, Marshall menjabat sebagai Dubes Amerika Serikat untuk Indonesia.

Rasjid, yang saat itu mendampingi ayahnya, sedang mengambil minuman dingin tiba-tiba heran ruangan yang tak seberapa besar itu mendadak hening. Moersjid tampak sedang melotot ke arah Marshall, yang kemudian balik kanan meninggalkan ruangan. Moersjid bercerita kepada anaknya, Marshall bertanya "How is the Bung doing?" Bung yang dimaksud Green adalah Bung Karno. "Ayah jawab sambil melotot, 'Mister Green, kamu seharusnya lebih tahu," kata Rasjid. Bagi Moersjid, pertanyaan Marshall tersebut tak pantas. Dalam ingatan Moersjid, Marshall merupakan dalang kudeta Presiden Syngman Rhee di Korea Selatan. "Ayah mengaku, kalau Green memukul, saya sudah siap melempar dia ke tembok."

Setelah peristiwa tersebut, Moersjid sadar, umur jabatannya akan segera berakhir. Benar saja, beberapa hari kemudian datang utusan khusus Menteri Luar Negeri Adam Malik. Melalui surat tulisan tangan, Moersjid diminta kembali ke Jakarta untuk konsultasi. Ujungnya, Moersjid dikembalikan ke Markas Besar Angkatan Darat tanpa jabatan. Tak cuma tidak punya jabatan, Moersjid harus menghadapi interogasi. Moersjid juga diminta menjadi saksi untuk mengadili Sukarno. "Tapi Ayah menolak," kata Siddharta.

Mulailah sejumlah tuduhan ditimpakan kepada Jenderal Moersjid. Dia dinilai punya hubungan khusus dengan Bung Karno. Rumah yang ditempati keluarga Moersjid saat bertugas di Filipina disebut-sebut milik Sukarno. Padahal rumah tersebut kepunyaan keluarga mantan Presiden Filipina Jose P Laurel. "Kalau dibilang Sukarnois, dia tak pernah ikut barisan pendukung Sukarno. Buat dia, Sukarno adalah panglima tertinggi angkatan bersenjata. Dia harus loyal kepada pimpinan," ujar Siddharta.

Jenderal Moersjid bersama Siddharta
Jenderal Moersjid bersama putranya, Siddharta, di Manado saat menjabat Panglima Kodam XIII/Merdeka tahun 1959 (dok. Keluarga Jenderal Moersjid)

Tidak mempan dengan tudingan itu, Moersjid disebut punya kaitan dengan Partai Komunis Indonesia dengan berada di Pangkalan Udara Halim pada 1 Oktober 1965. "Ayah jawab, 'Faktanya, pada 1 Oktober saya berada di Markas Kostrad bersama dengan Soeharto sampai sore. Saat peristiwa Madiun 1948, saya komandan kompi pertama yang masuk Madiun. Waktu itu Soeharto ada di mana?'" Siddharta bercerita. Setelah melalui beberapa kali proses interogasi, surat perintah penahanan tetap keluar. Tanpa ada proses pengadilan, Jenderal Moersjid dijebloskan ke dalam penjara.

Moersjid bukan tentara yang suka berlama-lama di belakang meja. Pengalaman tempurnya berderet panjang. Sebagai prajurit Siliwangi, Moersjid ikut hijrah ke Jawa Tengah. Setelah mengikuti kursus di Amerika Serikat, ia ditunjuk menjadi Komandan Operasi Merdeka memadamkan pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta di Sulawesi Utara. Ia juga menjadi saksi pertempuran Laut Aru yang menewaskan Deputi I Menteri Panglima Angkatan Laut Komodor Yos Sudarso.

Ia berkeras ikut dalam operasi penyelundupan pasukan ke daratan Irian. "Sebagai Asisten Operasi Panglima Angkatan Darat, apa saya harus duduk saja ongkang-ongkang di belakang meja? Saya toh juga harus tahu situasi lapangan. Dan apa tega kita melepas begitu saja pasukan yang sudah sekian lama kita bina," ujar Moersjid seperti yang dikutip dari buku Laksamana Sudomo, Mengatasi Gelombang Kehidupan. Saat operasi itu, Moersjid ikut dalam KRI Harimau bersama Sudomo.

Kepala LKBN Antara Indonesia Timur 1952-1966 Ali Kamah, yang pernah bertemu dengan Moersjid di Minahasa dan di Makassar seusai pertempuran Laut Aru, menulis catatan bahwa Moersjid merupakan komandan yang pendiam dan enggan bicara banyak kepada wartawan. "Moersjid doyannya bertempur," tulis Ali seperti yang diceritakan oleh anaknya Iwan Satyanegara Kamah kepada detikX.

Hampir empat tahun lamanya Moersjid berada dalam kurungan. Berpindah-pindah antara RTM Budi Utomo dan RTM Nirbaya. Menurut anak-anaknya, sebenarnya Soeharto sudah meneken surat rehabilitasi Moersjid pada akhir 1970. Tapi surat itu tak pernah sampai hingga akhirnya Moersjid dibebaskan pada 1973. "Yang ingin Ayah ketahui, siapa yang sebenarnya ingin menahan dirinya. Apakah ada permintaan dari luar? Atau dari dalam. Tidak ada yang mau menjawab," kata Siddharta.

Menjelang akhir hayatnya, Moersjid berwasiat tak ingin dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata dengan alasan tertentu. Anak-anaknya kemudian memilih Taman Giritama, Tonjong, Bogor, sebagai tempat persemayaman Jenderal Moersjid saat wafat pada Agustus 2008.

Saturday, August 3, 2019

Jaga Nomor (Keramat) Anda Agar Terhindar Dari Fraud

Dari hari ke hari inovasi-inovasi di bidang keuangan dan perbankan semakin canggih dengan semakin beragam dan mudahnaya metode yang bisa digunakan. Saat ini ada berbagai metode pembayaran non-tunai mulai dari kartu debit, kartu kredit, hingga pembayaran lewat aplikasi mobile maupun internet banking. Namun, sayangnya, semakin mudah dan canggihnya metode pembayaran yang ada, maka semakin canggih pula (kalau tidak mau dikatakan ribet) metode pengamanan yang digunakan.

Fraud
Ilustrasi nomor ponsel

Nah, agar transaksi keuangan aman, para nasabah Bank diwajibkan agar tidak memberikan nomor sandi pribadi (Personal Identificarion Number/PIN) kepada siapapun. Kini, keamanan transaksi keuangan bukan hanya dilindungi oleh PIN namun juga One Time Password (OTP).

OTP merupakan “nomor keramat” yang harus dijaga kerahasiaannya. Kode yang umumnya terdiri dari 4 hingga 6 angka ini akan dikirimkan ke nomor telepon yang didaftarkan oleh nasabah ke bank. Setiap transaksi keuangan digital biasanya membutuhkan kode ini sebagai otorisasi terakhir dari nasabah atas transaksi tersebut. Oleh karena itu kini kode OTP pun menjadi incaran para pelaku kejahatan untuk melakukan penipuan atas nama bank.

Para pelaku kejahatan menggunakan berbagai modus yang canggih untuk menjerat korbannya. Umumnya, mereka mengaku sebagai perwakilan dari pihak bank dan mengutarakan sejumlah alasan sehingga nasabah harus memberikan kode OTP yang dikirimkan ke nomor handphone mereka. Penipuan ini biasanya dijalankan lewat sambungan telepon.

Ada beberapa modus yang digunakan oleh pelaku dalam menjalankan operasinya dan paling sering memakan korban. Yang paling sering adalah dengan berpura-pura mengkonfirmasi transaksi tidak wajar pada rekening nasabah.

“Saya cek kartu kredit Bapak ada transaksi sebesar 5 juta. Kalau Bapak tidak melakukan transaksi, akan kami cancel. Coba cek SMS, ada kode transaksi, silahkan dibacakan nomornya,” kata suara di ujung telepon.

Petikan percakapan tersebut adalah salah satu contoh pernyataan yang disampaikan fraudster (pelaku penipuan) ketika menjerat korbannya. Pelaku seolah berusaha membantu nasabah untuk menyelesaikan sebuah masalah di sistem administrasi yang berkaitan dengan rekeningnya.

Selain itu, modus menang undian pun masih eksis dalam praktek penipuan ini. Selain itu, seiring dengan pergeseran pola konsumsi masyarakat ke e-commerce, transaksi di marketplace pun digunakan sebagai celah bagi para fraudster untuk mencuri kode OTP nasabah dengan iming-iming pengiriman barang yang lebih cepat.

Nasabah pun semakin rentan ketika lupa memperbaharui nomor telepon yang digunakan untuk transaksi ke bank terkait. Para penjahat ini memanfaatkan kelalaian ini dengan menggunakan nomor telepon tersebut untuk mencari data nasabah. Mereka pun tak segan menggunakan data tersebut sebagai alamat dan sumber dana untuk pelunasan tagihan tak dikenal. Ketika berganti nomor telepon, nasabah harus langsung menginformasikan hal ini kepada pihak bank. Dengan demikian, kerugian akibat segala bentuk penyalahgunaan nomor telepon oleh orang yang tidak bertanggung jawab dapat dihindari.

Selain mengandalkan sistem keamanan yang disediakan oleh pihak perbankan, nasabah juga harus membekali diri dengan kewaspadaan ekstra ketika melakukan transaksi keuangan. Ketika dihadapkan kepada situasi yang mencurigakan, ingatlah bahwa setiap transaksi dengan menggunakan OTP yang dikirimkan ke nomor telepon yang terdaftar merupakan transaksi yang sah dan menjadi tanggung jawab nasabah. Karenanya, jangan sekali pun memberitahukan kode OTP kepada pihak lain, tak terkecuali orang terdekat atau bahkan petugas bank.

Jangan lupa juga untuk memberitahukan setiap perubahan data, termasuk nomor telepon, kepada pihak perbankan agar kebenaran dan kerahasiaan data lebih terjamin. Dengan demikian, nasabah pun dapat bertransaksi dengan aman dan nyaman menggunakan berbagai platform digital yang tersedia.

Yang terpenting adalah "hulu" dari modus penipuan ini dimana sebaiknya jangan mudah mengumbar nomor telepon khususnya ponsel karena para fraudster ini pun kini bisa dengan mudah mengkloning nomor ponsel.

Sekali lagi, jangan lupa untuk selalu menjaga nomor keramat dan bagikan informasi ini kepada orang sekitar Anda. 

Friday, August 2, 2019

Penjelasan Hukum Islam Soal Warga Non Muslim Yang Telah Dihukum Cambuk di Banda Aceh

Polisi Syariat Islam atau Wilayatul Hisbah (WH) Banda Aceh, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mengeksekusi seorang warga Sumatera Utara beragama Buddha, RN, dengan hukuman cambuk sebanyak 27 kali karena tertangkap basah berduaan dengan pasangan tidak sahnya, ND.

Algojo Aceh
Algojo sedang melaksanakan hukuman cambuk terhadap pelanggar syariat

RN dan ND dikenakan dakwaan pasal ikhtilath atau bermesraan dengan pasangan tidak sah. Keduanya terbukti melanggar Pasal 25 ayat 1 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Lantas bagaimana penjelasan dalam hukum pidana islam atau hukum jinayat terkait pemberian hukuman cambuk bagi nonmuslim di Aceh ini?

Menurut Pakar hukum pidana Islam dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, M. Nurul Irfan pemberian hukuman cambuk bagi warga Buddha di Aceh dinilai sesuai dengan teori teritorial yang dianut para ulama. Dalam pemberian hukum jinayat, para ulama mengacu pada dua teori, yakni teori teritorial dan subjek hukum

Wanita non muslim dihukum cambuk
Seorang non muslim tengah menjalani hukuman cambuk

Irfan menjelaskan bahwa teori teritorial menyatakan bahwa siapapun yang melanggar hukum di suatu daerah yang menganut hukum jinayat, maka dapat dijatuhi hukuman itu."Teori teritorial berdasarkan tempat, di mana satu tempat itu berlaku hukum pidana Islam atau hukum jinayat, maka siapapun pelaku yang melanggar hukum jinayat apapun agamanya, yang penting dia sedang ada di situ maka diberlakukan (hukum pidana Islam)," jelas Irfan, Kamis 1 Agustus 2019.

"Tampaknya teori teritorial ini yang dianut oleh qanun jinayat Aceh ini, sehingga orang Buddha yang dicambuk itu sekalipun dia beragama non-muslim, tetap diberlakukan. Tampaknya dengan fenomena yang terjadi budaya Aceh ini menganut teori teritorial," imbuhnya.

Terdakwa dibawa ke hadapan algojo untuk menjalani hukuman cambuk

Sedangkan, teori subjek hukum menjelaskan tentang pemberian hukum jinayat hanya berlaku bagi kaum muslim saja. Namun menurut Irfan, apabila teori ini berlaku di Aceh, maka non muslim tak akan mendapat hukum jinayat, seperti dicambuk

"Seandainya teori yang diyakini oleh jinayat Aceh adalah subjek hukum, maka orang Buddha tidak berlaku (dikenai hukuman). Cuma ini menjadi permasalahan sendiri mengingat pelanggaran hukum kan tak hanya dilakukan oleh orang islam saja," tambahnya.

Celah teori teritorial dan subjek hukum pidana Islam

Namun menurut Irfan, kedua teori itu memiliki celah hukum. Teori teritorial bisa disalahgunakan orang Islam yang lolos dari jerat hukum jinayat apabila melakukan pelanggaran di luar daerah yang berlaku hukum itu.

"Teori ini dijadikan alasan orang-orang yang punya kemampuan ekonomi buat pergi ke Eropa, Prancis, Indonesia, termasuk Ciawi untuk melakukan pelanggaran. (Contohnya) biasanya mereka membungkusnya dalam istilah nikah siri, padahal menunaikan hasrat seksual untuk berzina di tempat lain. Celah ini dimanfaatkan oleh orang yang ingin melakukan tindak pidana tapi aman dilakukan di tempat lain," terangnya.

warga Buddha dihukum cambuk di aceh
Hukum cambuk


Sementara celah pada teori subjek hukum bisa terjadi saat orang Islam berbohong dengan mengaku beragama lain agar tak mendapat hukum jinayat. "Apabila orang tertangkap dan mengaku tidak muslim (padahal muslim) maka ini juga menjadi celah," jelasnya.

Hukum jinayat bagi nonmuslim sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad

Lebih lanjut Irfan menjelaskan bahwa sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sudah diberlakukan hukum jinayat bagi non muslim yang artinya teori teritorial sudah berlaku sejak saat itu. "Yang dilakukan oleh qanun jinayat pasti ada referensi dan dalil karena dulu Nabi juga menghukum orang Yahudi yang melakukan zina dengan hukuman rajam. Ada satu riwayat seperti itu meski tak disebutkan identitasnya," ungkapnya.

Untuk membandingkan, Irfan pun menambahkan bahwa dalam ajaran Yahudi telah dijelaskan bahwa hukum rajam juga berlaku bagi kaum Yahudi.

"Tapi kita paham dalam Yahudi dalam kitab Taurat memang sama hukumnya dengan orang Islam. Nah ini apakah dalam orang Buddha, kitab-kitab agama Buddha yang menyebut adanya sanksi rajam bagi pezina kan belum tentu," pungkasnya.
Sumber

Thursday, August 1, 2019

Ini Sosok Pemberi Katebelece Untuk Eddy Tansil

Masih ingatkah Anda dengan sosok Eddy Tansil yang merugikan negara dan pada tahun 1996 berhasil kabur dan Lembaga Permasyarakatan Cipinang dan hingga kini belum juga tertangkap? Nah sosok satu ini berperan besar dalam membantu Eddy Tansil untuk menjarah uang negara.

Eddy Tansil
Eddy Tansil

Jika ada menteri Orde Baru yang dikenal nyentrik, Sudomo adalah salah satunya. Ketika kasus Eddy Tansil mencuat ke permukaan, Sudomo ikut terseret pula. Saat itu, Mantan Pangkopkamtib (Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban) ini menjabat sebagai Ketua DPA (Dewan Pertimbangan Agung, yang sering diplesetkan sebagai Dewan Pensiunan Agung).

Ketika kasus Eddy Tansil digelar di pengadilan, Sudomo menjadi salah satu saksinya. Menurut Julius Pour dalam Laksamana Sudomo: Mengatasi Gelombang Kehidupan (1997: 392), Sudomo terbawa dalam kasus itu karena memberikan katebelece (surat referensi) kepada Eddy hingga dengan mudah mendapat kredit Rp1,3 triliun dari Bapindo.

Tak hanya Sudomo saja, salah satu putra Presiden saat itu Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto, yang jadi rekan bisnis Eddy Tansil, juga disebut-sebut dalam kasus itu. “Saya kenal Tansil, waktu itu saya masih Menteri Tenaga Kerja (Menakerr) periode 1983-1988. Waktu itu memang diperkenalkan kepada saya oleh kakaknya. Namanya Hendra (Rahardja),” aku Sudomo seperti dimuat dalam buku Megaskandal: Drama Pembobolan dan Kolusi Bapindo (1994:286).

Sudomo dapat cerita jika Eddy punya pabrik botol dan sepeda motor di Republik Rakyat Cina (RRC). Kepada Hakim, Sudomo mengaku bahwa dirinya membujuk Eddy agar mengalihkan bisnisnya ke Indonesia, khususnya di bidang petrokimia. Eddy pun berjanji akan penuhi rayuan Sudomo itu. Karena itu pula, Sudomo mau memberi katebelece kepada Eddy untuk meminjam kredit di Bapindo pada 1989. Saat itu Sudomo tidak lagi jadi Menaker, melainkan sudah jadi Menteri Koordinator Politik Keamanan (Menko Polkam). Hubungan mereka berdua dekat. Saking dekatnya, Eddy memanggil Sudomo dengan panggilan Papi.

Dan, ketika skandal ini terkuak, Sudomo pun pasang badan. Dia bilang, "Jangan takut, ia tak akan lari. Kalaupun itu terjadi, saya yang akan menangkap dia.” Sayang, Sudomo salah besar serta tak menepati janjinya. Eddy akhirnya kabur pada 13 Mei 1996.

Hingga Orde Baru tumbang dan Sudomo tidak menjadi apa-apa lagi, dia tak pernah bisa menangkap Eddy. Bahkan pada 1996, ketika banyak media "menagih" Sudomo soal kaburnya Eddy, dia tidak memberi jawaban tegas dan seolah cuci tangan. “Itu kan dulu. Sebelumnya kan belum pernah kabur,” kata Sudomo seperti dimuat di majalah Tiras No. 17 yang terbit pada 13 Mei 1996.

Lebih lanjut saat ditanya lagi soal tanggung jawab sebagai orang yang menjamin bahwa Eddy Tansil tak bakalan kabur, Sudomo pun ngeles. "Lho, kok tanggungjawab? Itu kan Menteri Kehakiman yang harus bertanggungjawab," sembari menuding kementerian yang mengurus lapas, termasuk Lapas Cipinang, tempat Eddy dipenjara dan akhirnya kabur.

Satu Nama, Berbagai Julukan Selain Harmoko yang sering dipelesetkan namanya menjadi Hari-hari Omong Kosong, Sudomo termasuk menteri Orde Baru yang dapat banyak olokan dan julukan dari masyarakat. Namun mereka berdua bukan tipe orang yang mudah tersinggung soal singkatan-singkatan lucu itu.

Nama Sudomo kerap dikaitkan dengan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah). Bagi yang belum pernah dengar istilah ini, SDSB merupakan lotere nasional yang legal dan punya izin dari Departemen Sosial. SDSB adalah pengganti Kupon Sumbangan Olahraga Berhadiah (KSOB) dan Tanda Sumbangan Sosial Berhadiah (TSSB). Lotere nasional ala SDSB riwayatnya berakhir pada 1993, ketika Soeharto memilih mesra dengan umat Islam. Nama kupon itu lantas dipelesetkan menjadi Sudomo Datang, Semua Beres. Maklum, di zaman Orde Baru, Soeharto memang mengandalkan Sudomo sebagai pemberes masalah. Singkatan SDSB, belakangan juga dikaitkan dengan Soeharto, dengan berbunyi: Soeharto Dalang Segala Bencana. Nama lotere itu kemudian juga diplesetkan menjadi Sisca Datang, Sudomo Bahagia; dan Sisca Datang, Sudomo Bertekuk Lutut.

SDSB


Sisca yang dimaksud adalah Fransisca Diah Widowati, mantan model asal Yogyakarta yang dinikahi Sudomo pada 1990. Ketika menikah, usia Sisca 31 tahun dan Sudomo sudah 63 tahun. Perkawinan kedua orang ini tidak awet.

Julius Pour (1997:401) mencatat Sudomo minta cerai pada 1994. Istri pertama Sudomo juga bernama depan Fransisca. Lengkapnya Fransisca Piay, biasa disapa Ciska, berdarah Minahasa. Jika Sisca mantan model, maka menurut catatan Marthias Dusky Pandoe dalam A Nan Takana (Apa yang Teringat): Memoar Seorang Wartawan (2001:132), Ciska pernah ikut kontes ratu kecantikan orang-orang Minahasa, Ratu Kawanua di Jakarta.

Pada 1961, Sudomo menikahi Ciska, dan pindah menjadi pemeluk agama Kristen Protestan. Menurut catatan Julius Pour, Ciska minta cerai pada 1980. Perkawinan itu memberikan empat orang anak bagi Sudomo. Dari Sisca, Sudomo tak punya anak. Mengatasi gelombang lautan, bahkan kehidupan, Sudomo tergolong mampu, bahkan ahli. Namun gelombang dalam rumah tangga tidak mudah baginya. Meski biduk rumah tangganya pernah dua kali karam, Sudomo tak jera dan sempat menikahi Aty Kusumawaty pada 1998.

Sebelum menikahi Aty, Sudomo kembali jadi pemeluk Islam pada 1997. Sudomo pernah mengaku menyesal karena “murtad selama 36 tahun.” Menanggapi pernikahan ketiga yang dia lakukan ketika sudah berusia 72 tahun, Sudomo memilih bercanda. "Dari perut ke atas, saya memang Pepabri, tapi dari perut ke bawah saya masih Akabri.” 

Curhat Para Senior Akabri Tentang Kelakuan Minus Prabowo

Beberapa Jenderal senior kerap mengeluh soal perilaku minus Prabowo. Namun mereka tidak bisa apa-apa karena mertuanya adalah seorang yang "untouchable". Dan hingga kini, kelakuan minus ini masih belum juga dilepaskan oleh Prabowo.

Prabowo Subianto
Prabowo Subianto

Pertengahan 1995, Kiki Syahnakri (Akabri 1971) dan Prabowo Subianto (Akabri 1974) sama-sama berpangkat kolonel. Kiki sudah menjadi Komandan Korem 164/Wiradharma yang membawahi Timor Timur dan bermarkas di Dili. Waktu itu Timor Timur masih berstatus provinsi ke-27 Republik Indonesia.

Sementara itu Prabowo (yang menjadi menantu Presiden RI ke-2, Soeharto) menjadi Wakil Komandan Kopassus. Di Timor Timur, Prabowo hendak melancarkan Operasi Melati. Operasi khusus lazim dilakukan Kopassus di Timor Timur waktu itu. Selain itu, operasi formal pun banyak diadakan.

Operasi Melati yang dilancarkan Prabowo rupanya hendak membuat massa tandingan. Alasannya tidak lain demi membendung gejolak aksi demonstrasi yang terjadi Timor Timur setelah Soeharto menolak otonomi khusus. Harapannya, dengan adanya massa tandingan, maka Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) tidak perlu pusing-pusing menghadapi demonstran yang berseberangan dengan Soeharto.

Massa tandingan tak bisa diterima oleh Kiki selaku komandan Korem, karena akan sangat merepotkan Korem dan pihak lainnya. “Massa tandingan tidak mungkin saya setujui karena sama sekali tidak arif, pertimbangannya dangkal, dan ceroboh. Perkiraan saya, jika konsep massa tandingan dilaksanakan, pasti akan menimbulkan konflik horizontal yang memakan banyak korban,” aku Kiki dalam Timor-Timur: The Untold Story (2013: 194-195).

Menurut Kiki, massa tandingan itu akan membuat masalah-masalah di masa depan sulit diatasi Indonesia. Bahkan posisi tawar Indonesia dalam diplomasi pun jadi tidak menguntungkan. Bagi Kiki, pendekatan ke seluruh masyarakat—bahkan kepada yang berseberangan sekalipun—jauh lebih penting.

Di hadapan Panglima Kodam Udayana Mayor Jenderal Adang Ruchiatna dan perwira menengah lain—di antaranya Kolonel Zulfahmi (Asisten Intel Kodam Udayana) dan Kolonel Prabowo sendiri—Kiki mengajukan ketidaksetujuannya. Tak lupa Kiki berargumen, membuat massa tandingan bisa melahirkan perang saudara baru.

“Enggak bisa, Bang! Tidak ada jalan lain. Nanti ada tuduhan pelanggaran HAM lagi, pelanggaran HAM lagi, kalau tidak segera kita bereskan,” sanggah Prabowo kepada Kiki yang lebih senior darinya.

“Wo, lalu siapa yang bertanggungjawab jika ada korban dalam benturan antara demonstran dengan massa tandingan itu? Tetap saya yang bertanggung-jawab, bukan kamu,” kata Kiki yang mulai panas.

Bagaimana pun Prabowo belum tentu berada di Timor Timur jika bentrokan memakan korban, karena Prabowo tentu akan lebih banyak di Jakarta.

“Kan implementasinya bisa diatur! Bisa dikendalikan! Korem harus bisa mengendalikan! Abang selama ini telah gagal... Saya justru mau membantu abang,” kata Prabowo dalam suara tinggi sambil memvonis kinerja Kiki.

“Apa? Saya gagal? Wo, mana mungkin dikendalikan kalau sudah jatuh korban, pasti perkelahian akan meluas bahkan akan menjalar ke daerah lain!” balas Kiki yang kecewa dan marah.

Beberapa menit Kiki dan Prabowo beradu argumentasi, bahkan dengan nada tinggi. Panglima Kodam pun tidak bisa berbuat apa-apa.

Kiki tentu harus makan hati. Kiki, seperti perwira-perwira lainnya, tahu betul siapa Prabowo. “Saya mengetahui persis karakter Prabowo yang berkemauan keras, mudah emosional, dan sukar diubah keinginannya,” aku Kiki (halaman. 196).

Namun, Kiki memilih tidak mengalah dan tidak menuruti kehendak menantu daripada Soeharto itu.

Beberapa waktu berlalu, Ketua Bapennas Ginandjar Kartasasmita dan Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief berkunjung ke Dili. Mereka didampingi gubernur dan wakil gubernur. Prabowo juga ikut serta dalam rombongan. Sepengakuan Kiki, di sela-sela makan siang, perselisihannya dengan Prabowo kambuh lagi. “Pemicunya, adalah kesalah-pahaman Prabowo mengenai rencana penerbitan buletin sebagai program Operasi Melati dan rencana penerbitan surat kabar harian yang telah lama diupayakan oleh KOREM bersama Pemda Timor-Timur,” tutur Kiki (hlm. 199).

Waktu Prabowo mengusung Operasi Melati, proses yang dilakukan Korem—sejak zaman Komandan Korem masih dijabat Jonhny Lumintang—untuk bikin surat kabar telah sampai tahap pengajuan izin penerbitan di Departemen Penerangan. Prabowo tak suka informasi itu.

“Ini apalagi? KOREM selalu ingin menggagalkan apa yang kami lakukan!” ujar Prabowo dengan ketus di hadapan para tamu yang merasakan kemarahan dan kekesalan Prabowo. Kiki yang berdiri tidak jauh dari situ mendengar dan menghampiri Prabowo.

“Ada apa lagi, Wo? Memang KOREM mau menggagalkan apa lagi?” tanya Kiki juga dengan nada kesal.

Prabowo menjawab, “KOREM mau bikin surat kabar baru, itu untuk apa?”

“Lho, itu rencana sejak lama, jauh sebelum kamu dengan Operasi Melati itu! Silahkan tanya langsung ke Pak Abilio dan Pak Haribowo!” jelas Kiki. Dua nama terakhir yang disebut Kiki adalah Gubernur dan Wakil Gubernur Timor Timur.

Setelah adu mulut yang disaksikan para pejabat itu Prabowo langsung pergi. Seperti waktu adu mulut di hadapan Panglima Udayana.

Tiba-tiba Asisten Teritorial TNI Mayor Jenderal Tamlicha Ali mengajak Kiki menjauh dari orang-orang yang ada. Meski Tamlicha belum tahu apa latar belakang perselisihan Kiki dan Prabowo itu. Sebuah pesan bijak (demi keselamatan di zaman Orde Baru) pun keluar dari sang jenderal kepada Kiki.

“Kamu hati-hatilah sama dia. Kamu, kan, tahu dia siapa dan akan jadi apa ke depan,” kata Tamlicha.

Kiki berusaha tenang dan membalas, “Ya, Pak. Saya tahu dia siapa dan akan jadi apa, tapi enggak bisa dong dia bertindak seperti itu. Ini masalah prinsip. Lagipula, masalah tadi cuma salah pengertian. Mestinya dia bertanya atau berbicara secara baik-baik dengan saya dulu sebelum cas cus di depan umum.”

Dua minggu kemudian, Kiki bukan lagi Komandan Korem di Dili. Karier Kiki tak begitu baik setelah Prabowo naik daun jadi Komandan Kopassus dan Panglima Kostrad. Tapi setelah Soeharto lengser dan Prabowo mengalami nasib suram, Kiki jadi Panglima Penguasa Darurat Militer Timor Timur, Panglima Kodam Udayana, dan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad).

"Kayaknya Dia sedang Stres Berat"

Selain Kiki, beberapa jenderal lain pun punya cerita miring tentang temperamen Prabowo. Tak terkecuali Letnan Jenderal Sintong Panjaitan, bekas atasannya. Di tahun 1983, seperti ditulis Hendro Subroto dalam biografi Sintong Panjaitan, Sintong Panjaitan: Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando (2009), Luhut Binsar Panjaitan, yang jadi senior dan atasan Prabowo, dibuat repot oleh putra Sumitro Djojohadikusumo itu (halaman. 450-455).

Kala itu Prabowo berusaha menggerakkan pasukan tanpa izin dan perintah atasannya dengan dalih hendak menggagalkan kudeta yang katanya akan dilancarkan Jenderal Benny Moerdani.

Luhut pun mengadu ke Letnan Kolonel Sintong Panjaitan, lalu ke Wakil Komandan Kopassandha Kolonel Jasmin. Luhut dan Prabowo lalu dipanggil Jasmin. Tak lupa, kepada Jasmin, Prabowo melapor bahwa Benny Moerdani hendak kudeta. Jasmin tidak percaya, tapi Prabowo marah-marah.

Keduanya lalu disuruh keluar. Belum jauh pergi, Luhut dipanggil Jasmin. “Hut, untung kamu ada di sini. Ada apa dengan Prabowo? Coba kamu amati. Kayaknya dia sedang stres berat,” tukas Jasmin sambil menyuruh Luhut menjaga pasukannya.

Waktu Sintong dan Jasmin ke Kariango, Makassar, Jasmin bilang, "Prabowo sudah lain sekarang, karena ia dekat dengan Soeharto." Tak lupa Jasmin cerita bahwa rumahnya diintai Prabowo, bahkan pagarnya dilompati. Begitu yang ditulis Hendro Subroto (hlm. 457).

Lebih lanjut Jasmin bilang, “Saya sudah menderita sejak perjuangan kemerdekaan 1945 tetapi Prabowo menuduh saya kurang setia kepada negara dan bangsa sambil menuding-nuding telunjuk jarinya ke arah wajah saya.”

Jasmin menyebut Luhut yang menurunkan jari Prabowo itu. Hendro menyebut bahwa Sintong kecewa dengan perilaku Prabowo yang terkesan menghina Angkatan 45.

Daftar dosa Prabowo


Marah-Marah pada BJ Habibie

Sintong, seperti ditulis Hendro Subroto, juga punya cerita ngeri soal Prabowo ketika B.J. Habibie baru jadi presiden. Waktu itu Prabowo bertanya dan tampak tidak terima kepada Habibie yang mencopotnya dari jabatan Panglima Kostrad.

Habibie pun didatangi Prabowo. Sintong yang jadi pembantu Habibie berusaha mencegah hal yang tidak diinginkan. Demi keamanan, Sintong memastikan Prabowo tak bawa senjata untuk bertemu presiden.

Sepengakuan Habibie dalam Detik-detik Yang Menentukan (2006), waktu bertemu Habibie, Prabowo bilang, “ini suatu penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto, Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad” (hlm. 101).

Habibie pun bilang Prabowo hanya berganti jabatan. Sementara Prabowo berkeras pada jabatan sebelumnya. Namun keputusan presiden tak bisa diganggu gugat. Prabowo pun seperti pulang dengan tangan hampa.

Sulit menemukan sosok perwira yang mempertanyakan pemutasian jabatannya. Seorang perwira seharusnya mengikuti perintah atasannya, apalagi presiden yang merupakan panglima tertinggi tentara.

sumber:
1. Timor Timur: The Untold Story (2013)
2. Detik-detik yang Menentukan (BJ Habibie, 2006)
3. Tirto