Belakangan ini, rakyat Indonesia dihebohkan oleh peredaran buku yang berjudul "Jokowi Undercover" yang nyata-nyata isinya merupakan hoax, fitnah dan berita bohong mengenai Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Isi buku tersebut karuan saja menjadi viral karena banyak dishare oleh para pembenci Presiden Jokowi sehingga tak pelak membuat banyak orang yang termakan isu dalam buku tersebut dan terhasut.
Dari sampulnya saja sudah bisa dipastikan bahwa isi buku ini semuanya adalah berita bohong (photo: Tempo.co) |
Terkait hal tersebut, pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menduga kuat adanya aktor intelektual di balik
penerbitan buku 'Jokowi Undercover' yang ditulis dan diterbitkan Bambang
Tri Mulyono.
"Dugaan adanya penyokong itu dimungkinkan. Kemungkinan
penyokong itu pasti mengarah ke sumber tertentu," demikian pernyataan resmi yang dirilis oleh Kepala Divisi Humas
Polri Irjen (Pol) Boy Rafli Amar di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat 6 Januari 2017..
Boy menjelaskan bahwa dugaan tersebut didasarkan pada beberapa fakta yang dipikirkan matang-matang oleh pihak penyidik kepolisian.
Pertama, penyidik meragukan tingkat intelektualitas Bambang hingga bisa
menerbitkan sebuah buku. Itu, kata Boy, tampak dari susunan kalimat pada buku
yang tak sistematis.
"Ada semacam keraguan atas kapasitas yang bersangkutan.
Karena yang ditulis itu tidak didukung data primer dan sekunder yang
valid," ujar Boy.
Kedua, material buku itu terbilang membutuhkan dana yang
cukup besar. Belum lagi soal memperbanyak dan distribusi.
Oleh sebab itu, berdasarkan fakta-fakta tersebut penyidik menduga ada penyokong dana atas
penerbitan buku itu. Sejauh ini, penyidik baru mendapatkan informasi bahwa
jumlah buku yang sudah terjual berada di kisaran 200 hingga 300 eksemplar.
Boy menegaskan, penyidik akan terus menggali soal adanya
aktor intelektual dalam perkara itu.
Diberitakan, Bareskrim Polri menangkap Bambang Tri Mulyono,
penulis buku Jokowi Undercover. Penangkapan dilakukan setelah adanya
penyelidikan dugaan penyebaran informasi berisi ujaran kebencian terhadap
Presiden Joko Widodo yang dia tulis dalam bukunya.
Setelah diperiksa pasca-penangkapan, Jumat pada Jumat 30 Desember 2016,
Bambang ditahan oleh Bareskrim Polri.
Dalam bukunya, Bambang menyebut Jokowi telah memalsukan data
saat mengajukan diri sebagai calon presiden 2014 lalu
Bambang dikenakan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008
tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Dalam pasal itu disebutkan, siapa saja yang sengaja
menunjukkan kebencian terhadap ras dan etnis tertentu akan dipidana penjara
paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.
Bambang juga dijerat Pasal 28 ayat 2 UU ITE karena
menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap
individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
Nampaknya "bisnis" ujaran kebencian dan hoax merupakan lahan yang amat basah di Indonesia dikarenakan masyarakat kita masih belum bisa berpikir kritis dan dewasa.
(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment