Gelombang radikalisme dan intoleransi di tengah masyarakat
Indonesia semakin hari semakin bertambah masif dan sulit untuk dibendung. Demikian
pernyataan Ketua Bidang Maudhuiyyah
Bahsul Masail Pengurus Bessar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Moqsith Ghazali.
Lebih lanjut Moqsith menjelaskan bahwa hal-hal tersebut ditandai dengan maraknya
upaya saling mengkafirkan bukan hanya terhadap umat agama lain, melainkan juga
bahkan di tubuh sesama umat Islam sendiri.
"Parahnya lagi kelompok yang rajin melabeli kafir dan
sesat justru merupakan orang yang baru belajar agama," ujar Moqsith dalam
sebuah diskusi di Rancamaya, Bogor, Senin 1 Agustus 2016. "Sedangkan yang
dikafirkan malah tokoh-tokoh agama yang telah mempelajari agama sejak
lama," kata dia sembari geleng-geleng kepala
Menurut Moqsith, hal ini bisa terjadi karena dangkalnya
pemahaman agama mereka yang kerap memberi label kafir kepada kelompok di luar
mereka. Bahkan mereka ini sesungguhnya malahan memahami sepenuhnya makna kafir
yang terdapat dalam kitab suci.
Padahal, untuk melabeli seseorang dengan label atau sebutan kafir
bukanlah hal mudah karena dibutuhkan banyak pertimbangan, lanjut Moqsith.
"Bagaimana kalau ternyata yang dilabeli kafir itu
ternyata bukan kafir? Tentunya itu bisa membuat siuasi sosial tidak
kondusif," ujar Moqsith.
Dan sayangnya, begitulah yang terjadi di Indonesia. Banyak
orang yang mengaku paham agama (Islam), namun malahan mengadu domba bukan hanya
antar umat beragama, melainkan antar sesama umat Islam sendiri.
(istimewa)
No comments:
Post a Comment