Pasca reshuffle kabinet oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi)
baru-baru ini, salah satu pertanyaan mendasar yang diapungkan berbagai kalangan
adalah mengapa Rizal Ramli dicopot dari posisinya sebagai Menko Maritim?
Dan bersorak-sorailah kaum hore-hore mengatakan bahwa inilah
kemenangan Jokowi yang membela pengembang dalam kasus reklamasi. Rizal Ramli
pada kasus ini sempat bersinggungan dengan Ahok. Rizal Ramli pun menjadi pahlawan sejati
yang tersingkir karena "membela yang benar".
Sebenarnya, Rizal Ramli dan Luhut itu punya banyak kesamaan
pandangan. Mereka akrab, bahkan - seperti kata Rizal Ramli, mereka sudah
seperti kakak adik. Jadi, penggantian Rizal Ramli sebagai Menko Maritim bukan
karena Luhut dapat tugas menyelamatkan Ahok atau pengembang dalam kasus
reklamasi.
Rizal Ramli |
Mari kita bedah dan telaah topik ini.
Beratnya tugas Menko Maritim ini berkaitan dengan cita-cita Presiden
Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, sama seperti
cita-cita Soekarno (Presiden RI pertama) yang ingin menjadikan negara Indonesia
sebagai bahari. Ppengertian “poros maritim” berarti bahwa kelautan harus
menjadi sentral kehidupan ekonomi dan pusat produksi utama.
Meskipun negara kita dikelilingi lautan, tapi sektor laut
sama sekali tidak menjadi penghasilan sebagian besar masyarakat yang
menggantungkan hidupnya di darat. Padahal ketika potensi laut dikembangkan,
maka tidak ada rakyat Indonesia yang kehilangan pekerjaan, karena lapangan
kerjanya luas sekali. Masak kita harus selalu menjadi buruh di negeri sendiri?
Inilah yang tidak mampu diemban oleh 2 pejabat sebelumnya.
Mereka bukan orang visioner tetapi lebih bersifat kepada teknis. Jokowi
membutuhkan seorang visioner untuk mewujudkan cita2 ini.
Dan Luhut Panjaitan bisa dibilang orang yang tepat...
Kombinasi gaya militer dan tangan dingin bisnisnya terbukti
mampu membangun perusahaan besar PT Toba Sejahtera yang nilai asetnya
triliunan. Ia sangat diharapkan Jokowi untuk mampu menjadikan Indonesia sebagai
negara maritim sebelum menjadi poros dunia.
Selain itu, ia juga sangat mengerti lapangan. Ia bukan orang
yang sibuk dengan teori yang bikin berbi pecah kepalanya, tapi ia turun dan
menyederhanakan semua masalah sehingga terlihat solusinya. Ia bisa
berkoordinasi dengan TNI dalam masalah lahan untuk pembangunan bandara dan
pelabuhan.
Sikap militer Luhut diperlukan sebagai benteng terhadap
agresi China di perairan Natuna. Beda tekanan kalau yang gertak mantan Jenderal
dan ekonom. Tugas beratnya lagi ia harus mengembangkan Natuna sebagai tempat
pengembangan bisnis perikanan.
Dan Luhut adalah orang kepercayaan yang tepat bagi Jokowi
untuk itu.
Jadi masalah pergantian Luhut dari Rizal Ramli di posisi Menko
jauh lebih besar daripada sekedar masalah reklamasi yang hanya berupa satu
masalah saja.
Lagipula Luhut orangnya tidak “berisik”. Ia bekerja dengan
tangan, bukan dengan mulut. Tidak sibuk mencari perhatian media sekedar bicara
bahwa ia membatalkan reklamasi. Tidak sibuk mencitra-citrakan dirinya sebagai
seorang pahlawan tanpa perduli ekses negatif berupa tuntutan hukum yang akan
menghantam.
Aduh, pasti catatan ini akan merusak mimpi indah kaum
hore-hore dari kubu sebelah yang sudah semangat bahwa pergantian Menko Maritim
ini adalah hasil dari tekanan pengembang atas masalah reklamasi.
Sungguh menarik melihat Jokowi menempatkan menteri-menterinya
dalam barisan bidak. Ia sedang mencari orang yang tepat untuk ditempatkan pada
kotak yang tepat. Dan satu kunci yang harus dihadapi oleh para menterinya,
mereka harus visioner, berpandangan jauh ke depan.
Kalau hanya masalah teknis, siapapun pasti bisa. Inilah yang
terjadi kenapa banyak orang-orang yang dikenal "baik" tapi harus
diberhentikan dari tugasnya. Mereka tidak mempunyai visi yang diinginkan
Jokowi. Visi yang besar bagaimana Indonesia dalam 10 tahun ke depan.
No comments:
Post a Comment