Eksistensi ISIS kini mulai terancam setelah banyak kilang-kilang minyak yang mereka kuasai dibombar dir oleh pasukan koalisi Amerika Serikat dan Rusia serta banyak kekalahan yang mereka dapatkan dalam pertempuran. Koalisi secara intensif terus menggempur mereka sejak pertengahan tahun 2015 lalu.
Oleh karena hal tersebut, mereka mengalami penurunan pendapatan sehingga mereka memangkas gaji para anggota mereka di semua wilayah yang dikuasainya.
Bukan cuma itu saja, ISIS bahkan memaksa warga kota Raqqa, Suriah, yang masih mereka kuasai sepenuhnya untuk membayar kebutuhan sehari-hari menggunakan mata dollar AS dengan nilai tukar pasar gelap yang ditentukan oleh mereka. Padahal, sebelumnya ISIS pernah sesumbar bahwa mereka ingin menciptakan mata uang sendiri.
Selain itu, ISIS kini bersedia membebaskan para tahanannya dengan tebusan minimal 500 dollar AS atau setara dengan Rp 6,7 juta. Ini sungguh bertolak belakang dengan "kebiasaan" mereka sepenuhnya yang menuntut uang tebusan dengan jumlah fantastis.
Selama ini, ISIS membangun loyalitas para anggotanya dengan gaji besar serta berbagai fasilitas lainnya. Kini, selain memangkas gaji, ISIS juga berhenti memberikan hal-hal kecil yang awalnya gratis, seperti minuman energi dan makanan kecil.
ISIS sudah "menyunat" gaji para anggotanya sejak Desember 2015 Raqqa sebesar 50%, memberlakukan kebijakan pemadaman listrik bergilir, dan harga kebutuhan pokok pun semakin tak terjangkau.
"Tak hanya anggota mereka, setiap pegawai dari pengadilan hingga sekolah menerima gaji yang telah dipangkas hingga separuhnya," ujar warga kota Raqqa yang kini mengungsi di kota Gaziantep, Turki.
Namun, upaya pemangkasan gaji dan penghematan lainnya rupanya belum cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan untuk mengganti persenjataan serta logistik lainnya yang hancur akibat serangan udara koalisi atau hancur bahkan direbut musuh mereka dalam pertempuran.
Aymenn Jawad al-Tamimi, seorang peneliti dari Forum Timur Tengah yang mempelajari berbagai dokumen milik ISIS memperkirakan bahwa pengeluaran terbesar ISIS terutama adalah gaji para pejuangnya. Secara total, gaji para "tentara bayaran" ini menghabiskan total 2/3 anggaran ISIS.
Menurut sejumlah aktivis di kota Raqqa, selama dua pekan terakhir, ISIS praktis hanya menerima pemasukan dari pembayaran rekening listrik dan air bersih. "Semua dibayar dengan menggunakan dollar AS," kata Abu Ahmad, nama samaran sang aktivis.
Pernyataan Abu Ahmad itu dikuatkan oleh pengakuan mantan penduduk Raqqa lainnya yang masih menjalin komunikasi dengan kerabat mereka yang masih tinggal di kota itu.
ISIS pun semakin terpukul karena minyak yang selama ini menjadi pendapatan utama ISIS harganya anjlok di pasar dunia dan sulit untuk naik lagi..
Terlebih lagi, serangan udara koalisi AS dan Rusia belakangan semakin sering membombardir sumber-sumber ekonomi ISIS, seperti infrastruktur perminyakan dengan membabi-buta.
Hal ini pun diperparah oleh kebijakan Pemerintah Irak yang tidak mau lagi membayar para pegawai negeri yang tinggal di wilayah yang masih dikuasai ISIS.
Posisi ISIS di Suriah juga semakin tertekan di saat pasukan Pemerintah Suriah yang didukung Rusia terus mengalami kemajuan di Provinsi Aleppo. Satu per satu kota yang dulu dikuasai ISIS, seperti Manbij, Jarablus, dan Al-Bab kini terus digempur pasukan Pemerintah Suriah.
Dengan semakin terkepungnya kota-kota yang dikuasai itu, semakin banyak anggota ISIS mengirimkan keluarga mereka ke Raqqa, yang diklaim sebagai ibu kota kekhalifahan yang didirikan ISIS.
"Kami bisa merasakan adanya rasa frustrasi. Moral mereka sedang turun," ujar mantan warga kota Al-Bab yang hanya menyebut dirinya dengan nama Oussama.
Oussama yang kini tinggal di Beirut, Lebanon, mengatakan, warga Suriah yang tinggal di luar negeri mengirimkan uang dalam bentuk dollar AS untuk keluarga mereka demi memenuhi kebutuhan pokok seperti sayuran dan gula, yang harganya kian melambung.
Warga lainnya yang kini tinggal di Turki mengatakan, melonjaknya harga kebutuhan pokok sudah mulai terjadi sejak jalan utama menuju Mosul terputus tahun lalu.
"Harga BBM naik 25%, daging 70%, dan harga gula melonjak dua kali lipat," kata pria tersebut.
(Associated Press
Oleh karena hal tersebut, mereka mengalami penurunan pendapatan sehingga mereka memangkas gaji para anggota mereka di semua wilayah yang dikuasainya.
Para pejuang ISIS berkonvoi di kota Raqqa yang mereka kuasai sepenuhnya |
Bukan cuma itu saja, ISIS bahkan memaksa warga kota Raqqa, Suriah, yang masih mereka kuasai sepenuhnya untuk membayar kebutuhan sehari-hari menggunakan mata dollar AS dengan nilai tukar pasar gelap yang ditentukan oleh mereka. Padahal, sebelumnya ISIS pernah sesumbar bahwa mereka ingin menciptakan mata uang sendiri.
Selain itu, ISIS kini bersedia membebaskan para tahanannya dengan tebusan minimal 500 dollar AS atau setara dengan Rp 6,7 juta. Ini sungguh bertolak belakang dengan "kebiasaan" mereka sepenuhnya yang menuntut uang tebusan dengan jumlah fantastis.
Selama ini, ISIS membangun loyalitas para anggotanya dengan gaji besar serta berbagai fasilitas lainnya. Kini, selain memangkas gaji, ISIS juga berhenti memberikan hal-hal kecil yang awalnya gratis, seperti minuman energi dan makanan kecil.
ISIS sudah "menyunat" gaji para anggotanya sejak Desember 2015 Raqqa sebesar 50%, memberlakukan kebijakan pemadaman listrik bergilir, dan harga kebutuhan pokok pun semakin tak terjangkau.
"Tak hanya anggota mereka, setiap pegawai dari pengadilan hingga sekolah menerima gaji yang telah dipangkas hingga separuhnya," ujar warga kota Raqqa yang kini mengungsi di kota Gaziantep, Turki.
Namun, upaya pemangkasan gaji dan penghematan lainnya rupanya belum cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan untuk mengganti persenjataan serta logistik lainnya yang hancur akibat serangan udara koalisi atau hancur bahkan direbut musuh mereka dalam pertempuran.
Aymenn Jawad al-Tamimi, seorang peneliti dari Forum Timur Tengah yang mempelajari berbagai dokumen milik ISIS memperkirakan bahwa pengeluaran terbesar ISIS terutama adalah gaji para pejuangnya. Secara total, gaji para "tentara bayaran" ini menghabiskan total 2/3 anggaran ISIS.
Menurut sejumlah aktivis di kota Raqqa, selama dua pekan terakhir, ISIS praktis hanya menerima pemasukan dari pembayaran rekening listrik dan air bersih. "Semua dibayar dengan menggunakan dollar AS," kata Abu Ahmad, nama samaran sang aktivis.
Pernyataan Abu Ahmad itu dikuatkan oleh pengakuan mantan penduduk Raqqa lainnya yang masih menjalin komunikasi dengan kerabat mereka yang masih tinggal di kota itu.
ISIS pun semakin terpukul karena minyak yang selama ini menjadi pendapatan utama ISIS harganya anjlok di pasar dunia dan sulit untuk naik lagi..
Terlebih lagi, serangan udara koalisi AS dan Rusia belakangan semakin sering membombardir sumber-sumber ekonomi ISIS, seperti infrastruktur perminyakan dengan membabi-buta.
Hal ini pun diperparah oleh kebijakan Pemerintah Irak yang tidak mau lagi membayar para pegawai negeri yang tinggal di wilayah yang masih dikuasai ISIS.
Posisi ISIS di Suriah juga semakin tertekan di saat pasukan Pemerintah Suriah yang didukung Rusia terus mengalami kemajuan di Provinsi Aleppo. Satu per satu kota yang dulu dikuasai ISIS, seperti Manbij, Jarablus, dan Al-Bab kini terus digempur pasukan Pemerintah Suriah.
Dengan semakin terkepungnya kota-kota yang dikuasai itu, semakin banyak anggota ISIS mengirimkan keluarga mereka ke Raqqa, yang diklaim sebagai ibu kota kekhalifahan yang didirikan ISIS.
"Kami bisa merasakan adanya rasa frustrasi. Moral mereka sedang turun," ujar mantan warga kota Al-Bab yang hanya menyebut dirinya dengan nama Oussama.
Oussama yang kini tinggal di Beirut, Lebanon, mengatakan, warga Suriah yang tinggal di luar negeri mengirimkan uang dalam bentuk dollar AS untuk keluarga mereka demi memenuhi kebutuhan pokok seperti sayuran dan gula, yang harganya kian melambung.
Warga lainnya yang kini tinggal di Turki mengatakan, melonjaknya harga kebutuhan pokok sudah mulai terjadi sejak jalan utama menuju Mosul terputus tahun lalu.
"Harga BBM naik 25%, daging 70%, dan harga gula melonjak dua kali lipat," kata pria tersebut.
(Associated Press
No comments:
Post a Comment