Monday, December 20, 2021

Enam Istri Sunan Gunung Jati

Sang Wali yang tersohor ini menggunakan pernikahan sebagai media untuk menyebarkan agama Islam.

Sudah lama pernikahan menjadi sarana penyebaran agama. Hal itu pernah dilakukan oleh Sunan Gunung Jati. saat proses penyebaran agama Islam di daerah Priangan. Sang Wali tidak hanya memperistri satu orang saja, atau empat sesuai ajaran Islam, melainkan enam orang walau dalam waktu yang tidak bersamaan.

Makam Sunan Gunung Jati yang selalu dipenuhi oleh peziarah


Dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, M.C. Ricklefs menjelaskan jika jalinan pernikahan menjadi Salah satu cara efektif untuk menyebarkan ajaran agama Islam. "Sunan dan para penggantinya dianggap memainkan peranan penting dalam menyiarkan agama Islam...melalui penaklukkan, perkawinan-perkawinan, ataupun melalui dakwah para bekas muridnya".

Tidak dijelaskan siapa istri pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dari Sang Sunan Gunung Jati. Namun yang pasti pernikahan beliau dilakukan dalam rentang waktu yang berbeda. Dalam sebuah naskah tasawuf tidak berjudul, yang kemudian diberi nama Naskah Kuningan: Sejarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah-Sunan Gunung Jati, terjemahan Amman N. Wahyu diketahui bahwa pernikahan Sunan Gunung Jati dilakukan setelah ia selesai bergrug kepada seorang ahli qiro'at (membaca Al-Quran) bernama Pangeran Makdum, putra Raja Andalusia.

Naskah Kuningan sendiri ditulis dalam huruf Arab Pengon, dan menggunakan bahasa Jawa Kuno dialek Cirebon dan Sunda. Menurut Amman, naskah babad tersebut berisi rangkaian tembang yang terdiri atas 21 pupuh, 170 Saleh, dan 1.480 padan. Dalam naskah asli yang diterjemahkan oleh Amman tersebut tercantum waktu penulisan naskah, yang jika dikonversikan ke dalam penanggalan Masehi menjadi 4 April 1880 M.

Berikut nama-nama perempuan yang pernah menjadi istri Sunan Gunung Jati:

Nyi Gedeng Babadan

Setelah selesai belajar, sang guru Pangeran Makdum menyuruh Sunan Gunung Djati untuk berjalan ke arah barat. Di sana ia harus menemui Gedeng Babadan alias Maulana Huda dan memperdalam agama Islam bersamanya. Selama proses belajar di barat, Pangeran Makdum meyakini Sunan Gunung Jati akan menemui jodohnya. "Maka Syekh Maulana Jati mengikuti petunjuk itu dan pergi ke arah barat, ke Banten," tulis Amman.

Setiba di Banten, Sunan Gunung Jati menemukan Maulana Huda sedang dirundung keresahan. Musibah kekeringan yang menimpa Banten selama beberapa tahun telah menghancurkan pertanian rakyat. Dalam Naskah Kuningan, dikisahkan jika Sunan Gunung Jati membantu mengatasi masalah kekeringan tersebut.

Melihat tanahnya kembali subur, Maulana Jati sangat senang. Ia pun menerima pendatang itu dan bersedia mengajarinya. Dalam prosesnya, Sunan Gunung Jati lalu dengan putri Maulana Huda yaitu Nyi Gedeng Babadan. Namun sayang, pernikahannya tersebut tidak menghasilkan keturunan. Naskah Kuningan meyakini bahwa Nyi Gedeng Babadan adalah istri pertama Sunan Gunung Jati.

Nyi Rara Jati

Setelah kembali dari Banten, Sunan Gunung Jati mulai menyebarkan agama Islam di Cirebon dan sekitarnya. Ia kemudian bertemu dengan Syekh Datuk Kahfi tau yang dikenal juga sebagai Syekh Nurjati, yang menjadi salah seorang penyebar ajaran Islam pertama di Cirebon. Keduanya saling belajar, dan sama-sama menyebarkan ajaran Islam di tanah Sunda.

Sunan Gunung Jati kemudian dikenalkan oleh Syekh Nurjati kepada putrinya, Nyi Rara Api atau Nyi Rara Jati. Keduanya pun berjodoh. Dalam sebuah naskah ilmu tasawuf, Naskah Mertasinga, diiterbitkan dalam buku Sejarah Wali: Syekh Syarif Hidayatullah-Sunan Gunung Jati hasil terjemahan Amman N. Wahyu, disebutkan jika pernikahan Sang Sunan tersebut dikaruniai dua orang putra, yaitu Pangeran Jayakalana dan Pangeran Bratakalana.

Di dalam Naskah Mertasinga terdapat sepenggal kisah kehidupan Sang Wali, termasuk ajarannya selama proses penyebaran agama Islam di Cirebon dan sekitarnya.

Nyi Mas Pakungwati

Pernikahan Sunan Gunung Jati selanjutnya dianggap sebagai perjodohan yang paling berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di Cirebon dan Priangan. Penelitian yang dilakukan oleh A. Sobana Hardjasaputra dan Tawalinuddin Haris dalam buku Cirebon dalam Lima Zaman: Abad ke-15 hingga Pertengahan Abad ke-20 menyebut bahwa Pangeran Cakrabuana menyerahkan kekuasaannya kepada Sunan Gunung Jati.

Saat itu, Sunan Gunung Jati telah resmi menikah dengan putri Pangeran Cakrabuana dari Nyai Mas Endang Geulis, yaitu Nyi Mas Pakungwati. Setelah mendapat kedudukan sebagai penguasa Cirebon, Sunan Gunung Jati segera merubah bentik pemerintahannya menjadi Kerajaan Islam. Perubahannya dilakukan untuk memperkuat kekuatan Islam di tanah Sunda dan menyebarkannya ke luar Cirebon.

Selama pernikahannya dengan Nyi Mas Pakungwati juga Sunan Gunung Jati diangkat sebagai Wali oleh Dewan Wali, menggantikan Sunan Ampel yang telah wafat. Tidak dijelaskan dengan pasti berapa putra dan putri yang doperoleh Suann Gunung Jati pada pernikahannya ini tetapi banyak diantara mereka yang waft sebelum meneruskan dakwah Sang Wali.

Nyi Tepasari atau Rara Tepasan

Perjodohannya kali ini disebut sebagai proses legitimacy dan persebaran Islam ke wilayah yang lebih luas. Dalam Naskah Kuningan, Sunan Gunung Jati menikah dengan putri Nyi Gedeng Tepasan, yang juga cucu Raja Majapahit Sri Angerehrah, Rara Tepasan.

Naskah Kuningan tidak menjelaskan siapa sebenarnya tokoh bernama Sri Angerehrah ini. Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa pada masa Sunan Gunung Jati bertemu dengan Rara Tepasan (akhir abad ke-15) kekuasaan di Majapahit dipegang oleh Raja Singhawikrama Wardhana.

"Dari pernikahannya ini, Sunan Gunung Jati dikaruniai dua orang anak, yaitu Ratu Ayu dan Pangeran Pasarean, yang kelak menurunkan raja-raja Cirebon di kemudian hari," tulis Amman.

Nyi Kawung Anten

amaAsal usul Nyi Kawung Anten masih menjadi perdebatan. Sebagian peneliti menyebut jika istri Sunan Gunung Jati ini adalah adik Bupati Banten saat itu. Namun literatur lain menyebutkan bahwa ia merupakan cucu Raja Pakuan, adik dari Prabu Mandi Pethak atau Dipati Cangkuang.

Dalam Naskah Kuningan dikisahkan pertemuan Sunan Gunung Jati dengan Nyi Kawung Anten terjadi dalam kondisi yang unik. Ketika sedang berjalan-jalan ke Pakuan, Sunan Gunung Jati menemukan sebuah istana yang terlihat telah ditinggalkan oleh penghuninya.

Saat sedang menyusuri setiap ruang di dalam istana tersebut, Sunan Gunung Jati menemukan sosok seorang perempuan. Singkat cerita, mereka pun berjodoh. Dan dari pernikahannya ini lahirlah Ratu Winahon dan Pangerang Sebangkingkin. Kelak keturunan Sunan Gunung Jati ini menjadi Bupati di Banten.

Syarifah Baghdadi dan Ong Tien Nio

Dalam Babad Cirebon dimuat dalam buku Jawa Barat dalam Lima Lembaga karya Edi S. Ekadjati, diceritakan tiga tokoh penting dari Arab yang menyebarkan agama Islam di Cirebon, yaitu Syarif Abdurrahman, Syarif Abdurrahim, dan Syarifah Baghdadi. Mereka adalah saudara kandung putra dan putri Sultan Baghdad.

"Mereka diperintah untuk berlayar ke Pulau Jawa oleh sang ayah. Di Cirebon, ketiganya berguru kepada Syekh Nurjati dan diperkenalkan dengan Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon." tulis Bambang Setia Budi dalam Masjid Kuno Cirebon.

Kedua putra Sultan Baghdad tersebut kemudian mendirikan masjid masing-masing sebagai basis penyebaran agama Islam mereka. Sementara itu, saudara perempuan mereka Syarifah Baghdadi, menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia pun turut membantu penyebaran agama Islam bersama saudara dan suaminya.

Sementara itu, pernikahan Sunan Gunung Jati dengan putri keturunan Tionghoa, Ong Tien Nio tidak banyak teretam. Para peneliti lebih banyak menduga jika pernikahan itu terjadi saat pemerintahan Cirebon melakukan hubungan dagang dengan orang-orang Tionghoa.

Pertemuan keduanya terjadi di China saat Sunan Gunung Jati melawat ke sana. Namun pernikahannya terjadi di Jawa. Untuk menjaga hubungan baik dengan Mereka, sekaligus menyebarkan agama Islam di kalangan masyarakat asing tersebut, Sunan Gunung Jati menikahi Ong Tien Nio.

Pengaruh China sendiri sebenarnya sangat kental terasa di Cirebon. Banyak bangunan masjid yang dipenuhi oleh ornamen China seperti keramik, piring, dan kerajinan knas China lainnya. Hal itu cukup memperkuat bukti adanya hubungan yang Kuat antara Sunan Gunung Jati dengan etnis Tionghoa

No comments:

Post a Comment