Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan belum lama ini mengeluarkan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang standar pelayanan minimum (SPM) Moda Raya Terpadu (MRT) dan Lintas Raya Terpadu (LRT)? Ada sanksi jika mereka tidak memberikan standar pelayanan minimum. Dan sanksi jika MRT dan LRT tidak memenuhi SPM, maka akan ada pemotongan subsidi atau public service obligation (PSO). Besaran SPO untuk MRT pada 2019 senilai Rp 672,38 miliar, sedangkan untuk LRT senilai Rp 327 miliar.
Jadi pada Pergub Nomor 95 Tahun 2019 itu diatur keharusan MRT dan LRT untuk memenuhi SPM di stasiun dan perjalanan. Ada enam SPM yang harus dipenuhi, yaitu keselamatan, keamanan, keandalan, kenyamanan, kemudahan, dan kesetaraan.
Pergub itu juga menyebutkan bahwa Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai pihak yang mengawasi.
Kebijakan itu tertuang dalam Pasal 20 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
(1) Kepala Dinas Perhubungan melakukan pengawasan terhadap penerapan SPM MRT dan LRT sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Dinas Perhubungan melakukan evaluasi pelaksanaan SPM MRT dan LRT paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, jika MRT dan LRT tidak memenuhi SPM, akan ada pemotongan subsidi atau public service obligation (PSO). Tapu Syafrin tidak memerinci besaran sanksi. Namun soal sanksi sudah disepakati Pemprov dengan pihak MRT dan LRT.
"Jadi ada denda. Denda dalam bentuk rupiah. Jadi setiap PSO yang kami berikan, jika terhadap beberapa standar pelayanan minimum yang ditetapkan tidak terpenuhi, tentu dikenakan denda berupa pemotongan tagihan PSO, Ada besarannya di dalam perjanjian kerja sama dengan PT MRT (dan LRT), di sana sudah disepakati beberapa denda rupiah jika SPM tidak terpenuhi," ucap Syafrin. Jumat (4/10/2019)
Gabener Terus Naikkan Anggaran TGUPP Sejak 2017
Kita tau bahwa TGUPP dibentuk oleh pak Jokowi semasa beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tugas dari TGUPP ini untuk memantau dan memberikan masukan kepada Gubernur untuk membangun Jakarta. Sehingga semua SKPD dan UKPD DKI dapat bekerja dengan baik dalam melayani masyarakat dan mendukung pembangunan Kota Jakarta.
Pada era Pak Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI, jumlah TGUPP sangat kecil yakni hanya tujuh orang. Anggarannya tidak dialokasikan di APBD DKI, melainkan menggunakan anggaran operasional Gubernur DKI. Sehingga tidak dipermasalahkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) atau DPRD DKI.
Kemudian, dilanjutkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, jumlah TGUPP membengkak menjadi 26 orang. Tapi sekali lagi, gaji atau bayaran dari anggota TGUPP ini tidak masuk dalam APBD DKI, karena menggunakan anggaran operasional Gubernur DKI.
Keadaan menjadi berbeda sejak Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, tidak hanya jumlah Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang bertambah, tetapi juga anggaran untuk tim ini. Dari tahun ke tahun, terus meningkat. Anggaran TGUPP dari 2017 hingga 2019 mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Kenaikan anggaran yang paling fantastis terjadi pada tahun 2018. Bila pada 2017, alokasi anggaran untuk TGUPP sebesar Rp 1,07 miliar, maka pada 2018, Anies mengalokasikan anggaran TGUPP sebesar Rp 16,20 miliar.
Kemudian, anggaran TGUPP kembali dinaikkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2019. Anies mengusulkan anggaran TGUPP sebesar Rp 19,88 miliar. Tapi yang disetujui oleh DPRD DKI disetujui sebesar Rp 18,99 miliar.
Kemudian tahun ini, dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) untuk Rancangan APBD DKI 2020, anggaran TGUPP diusulkan Rp 26,5 miliar. Waah sepertinya Anies Baswedan nggak mau buang-buang waktu untuk terus mengeruk duit negara dengan kata sakti "ANGGARAN."
Tentu saja, Anies hanya punya waktu 3 tahun lagi untuk mengembalikan modal kampanye jualan mayat pada tahun 2017 lalu, dia menggunakan segala cara agar modal kampanyenya bisa kembali utuh atau mendapatkan keuntungan dengan cara me mark up anggaran-anggaran yang ada.
Tabel Anggaran TGUPP DKI era Anies Baswedan
Tahun Usulan Disetujui
2017 Rp 1,69 Miliar Rp 1,07 Miliar
2018 Rp 19,88 Miliar Rp 16,20 Miliar
2019 Rp 19,88 Miliar Rp 18,99 Miliar
2020 Rp 26,5 Miliar (masih dibahas DPRD DKI)
Alokasi anggaran TGUPP dimasukkan dalam pos anggaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI. Dengan nama kegiatan Penyelenggaraan Tugas TGUPP. Saat ini, anggota TGUPP berjumlah 67 orang. Kemungkinan jumlahnya bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan Peratugan Gubernur (Pergub) Nomor 16 tahun 2019 tentang TGUPP. Dalam aturan ini, jumlah TGUPP tidak dibatasi.
Banyak hal yang menjadi pertanyaan para netizen. Apa hasil kerja dari ke 67 anggota TGUPP tersebut? Warga Jakbar tidak punya septic tank kok tidak diurusi dan malahan merlimpahkan tanggung jawab ke Presiden? Atau trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki tapi beralih fungsi untuk pedagang kaki lima, atau kavling tempat jualan di area MRT yang harus seizin dari "nyonyah" Anies kok tidak ada yang protes?
Sumber berita rujukan:
https://news.detik.com/berita/d-4734244/bila-mrt-lrt-tak-penuhi-standar-pelayanan-pemprov-dki-akan-potong-subsidi
Jadi pada Pergub Nomor 95 Tahun 2019 itu diatur keharusan MRT dan LRT untuk memenuhi SPM di stasiun dan perjalanan. Ada enam SPM yang harus dipenuhi, yaitu keselamatan, keamanan, keandalan, kenyamanan, kemudahan, dan kesetaraan.
Pergub itu juga menyebutkan bahwa Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai pihak yang mengawasi.
Kebijakan itu tertuang dalam Pasal 20 ayat 1 dan 2, yang berbunyi:
(1) Kepala Dinas Perhubungan melakukan pengawasan terhadap penerapan SPM MRT dan LRT sesuai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(2) Kepala Dinas Perhubungan melakukan evaluasi pelaksanaan SPM MRT dan LRT paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.
Menurut Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo, jika MRT dan LRT tidak memenuhi SPM, akan ada pemotongan subsidi atau public service obligation (PSO). Tapu Syafrin tidak memerinci besaran sanksi. Namun soal sanksi sudah disepakati Pemprov dengan pihak MRT dan LRT.
"Jadi ada denda. Denda dalam bentuk rupiah. Jadi setiap PSO yang kami berikan, jika terhadap beberapa standar pelayanan minimum yang ditetapkan tidak terpenuhi, tentu dikenakan denda berupa pemotongan tagihan PSO, Ada besarannya di dalam perjanjian kerja sama dengan PT MRT (dan LRT), di sana sudah disepakati beberapa denda rupiah jika SPM tidak terpenuhi," ucap Syafrin. Jumat (4/10/2019)
Gabener Terus Naikkan Anggaran TGUPP Sejak 2017
Kita tau bahwa TGUPP dibentuk oleh pak Jokowi semasa beliau masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Tugas dari TGUPP ini untuk memantau dan memberikan masukan kepada Gubernur untuk membangun Jakarta. Sehingga semua SKPD dan UKPD DKI dapat bekerja dengan baik dalam melayani masyarakat dan mendukung pembangunan Kota Jakarta.
Pada era Pak Jokowi menjabat sebagai Gubernur DKI, jumlah TGUPP sangat kecil yakni hanya tujuh orang. Anggarannya tidak dialokasikan di APBD DKI, melainkan menggunakan anggaran operasional Gubernur DKI. Sehingga tidak dipermasalahkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) atau DPRD DKI.
Kemudian, dilanjutkan oleh Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, jumlah TGUPP membengkak menjadi 26 orang. Tapi sekali lagi, gaji atau bayaran dari anggota TGUPP ini tidak masuk dalam APBD DKI, karena menggunakan anggaran operasional Gubernur DKI.
Keadaan menjadi berbeda sejak Anies Baswedan menjabat Gubernur DKI Jakarta, tidak hanya jumlah Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang bertambah, tetapi juga anggaran untuk tim ini. Dari tahun ke tahun, terus meningkat. Anggaran TGUPP dari 2017 hingga 2019 mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Kenaikan anggaran yang paling fantastis terjadi pada tahun 2018. Bila pada 2017, alokasi anggaran untuk TGUPP sebesar Rp 1,07 miliar, maka pada 2018, Anies mengalokasikan anggaran TGUPP sebesar Rp 16,20 miliar.
Kemudian, anggaran TGUPP kembali dinaikkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI 2019. Anies mengusulkan anggaran TGUPP sebesar Rp 19,88 miliar. Tapi yang disetujui oleh DPRD DKI disetujui sebesar Rp 18,99 miliar.
Kemudian tahun ini, dalam kebijakan umum anggaran-plafon prioritas anggaran sementara (KUA-PPAS) untuk Rancangan APBD DKI 2020, anggaran TGUPP diusulkan Rp 26,5 miliar. Waah sepertinya Anies Baswedan nggak mau buang-buang waktu untuk terus mengeruk duit negara dengan kata sakti "ANGGARAN."
Tentu saja, Anies hanya punya waktu 3 tahun lagi untuk mengembalikan modal kampanye jualan mayat pada tahun 2017 lalu, dia menggunakan segala cara agar modal kampanyenya bisa kembali utuh atau mendapatkan keuntungan dengan cara me mark up anggaran-anggaran yang ada.
Tabel Anggaran TGUPP DKI era Anies Baswedan
Tahun Usulan Disetujui
2017 Rp 1,69 Miliar Rp 1,07 Miliar
2018 Rp 19,88 Miliar Rp 16,20 Miliar
2019 Rp 19,88 Miliar Rp 18,99 Miliar
2020 Rp 26,5 Miliar (masih dibahas DPRD DKI)
Alokasi anggaran TGUPP dimasukkan dalam pos anggaran Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) DKI. Dengan nama kegiatan Penyelenggaraan Tugas TGUPP. Saat ini, anggota TGUPP berjumlah 67 orang. Kemungkinan jumlahnya bisa bertambah atau berkurang sesuai dengan Peratugan Gubernur (Pergub) Nomor 16 tahun 2019 tentang TGUPP. Dalam aturan ini, jumlah TGUPP tidak dibatasi.
Banyak hal yang menjadi pertanyaan para netizen. Apa hasil kerja dari ke 67 anggota TGUPP tersebut? Warga Jakbar tidak punya septic tank kok tidak diurusi dan malahan merlimpahkan tanggung jawab ke Presiden? Atau trotoar yang seharusnya untuk pejalan kaki tapi beralih fungsi untuk pedagang kaki lima, atau kavling tempat jualan di area MRT yang harus seizin dari "nyonyah" Anies kok tidak ada yang protes?
Sumber berita rujukan:
https://news.detik.com/berita/d-4734244/bila-mrt-lrt-tak-penuhi-standar-pelayanan-pemprov-dki-akan-potong-subsidi
No comments:
Post a Comment