Beberapa hari yang lalu Menteri Pertahanan mempersilakan bagi siapa saja yang memperjuangkan khilafah untuk pergi ke luar negeri. Hal tersebut menmbulkan pandangan skeptis, baik terhadap pemerintah maupun terhadap para pejuang khilafah.
Kenapa? Bagi pejuang khilafah, kita secara jujur akan merasa ragu kalau mereka mau keluar dari negara ini ke negara khilafah, minimal ke negara Islam. Sebab fakta menunjukkan bahwa para imigran dari Timur Tengah atau negara Islam lainnya malah memilih pergi dan mengungsi negara-negara Eropa sebagai tempat pelarian.
Tidak usah jauh-jauh, orang-orang yang membela khilafah suruh ke Aceh saja kita yakin mereka tidak akan mau. Karena sesungguhnya negara khilafah itu hanya utopia, hanya khayalan, alih-alih menjadi tempat sempurna dan penuh kebahagian, sudah banyak negara-negara yang memperjuangkan khilafah malah mengalami konflik tidak berkesudahan.
Untuk menjalankan syariat Islam dengan tenang, nyaman dan aman, maka pancasila adalah sistem yang mendekati sempurna bagi kita semua, hanya tinggal menghargai keyakinan lain, tidak memaksakan aturan dan kehendak kepada penganut kepercayaan lain. Kenapa susah sekali? malah lebih senang memperjuangkan sesuatu yang tidak nyata, utopia dan hanya menimbulkan konflik tidak berkesudahan?
Rasa skeptis kita akhirnya terjawab dan mendapat konfirmasi setelah 120 WNI mantan pejuang ISIS akan dipulangkan oleh pemerintahan Indonesia. Satu sisi menyuruh keluar yang memperjuangkan khilafah, namun di sisi lain malah memulangkan kembali orang-orang yang jelas-jelas sudah keluar dan menjadi pengkhianat negara karena memperjuangkan khilafah. Diusir untuk dikembalikan, sungguh ironi di atas ironi.
Mungkin banyak yang merasa kecewa dengan PBNU selaku organisasi Islam yang katanya berada dalam garis terdepan untuk melawan radikalisme tapi dalam kasus ini malah terkesan abu-abu, tidak pernah tegas menyatakan dimana posisi mereka sebenarnya.
Menurut berita, PBNU mendukung kepulangan WNI mantan ISIS karena alasan kemanusiaan, maka jika suatu saat mereka malah menjadi pelaku teror di Indonesia, artinya PBNU secara tidak langsung sudah mendukung tindakan teror terjadi di Indonesia.
Di lain sisi, komentar ketua umum PBNU Said Aqil seolah menegaskan bahwa sebenarnya mereka juga ragu jika kepulangan WNI eks ISIS ini akan berdampak baik kepada Indonesia.
"Kalau warga negara harus betul-betul diambil sumpahnya setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila, jangan seenaknya pergi sendiri pulang dijemput," ujarnya.
Penulis menjadi semakin bingung karena sebelumnya PBNU juga meminta agar pemerintah membuat undang-undang untuk melarang penyebaran Ideologi Khilaf. Satu sisi menolak, tapi ketika dihadapkan dengan kasus nyata, tiba-tiba PBNU menjadi bingung dan terkesan abu-abu. Ditambah sejauh ini mereka kaum radikal bisa dengan bebas ceramah dimana-mana, melakukan provokasi, menyebarkan kebencian. Adakah PBNU berusaha mencegah dan melawan semua itu? Melihat keadaan yang ada, tampaknya PBNU masih setengah hati dalam pencegahan terhadap radikalisme.
Satu-satunya harapan dan pikiran positif penulis dari kepulangan WNI mantan ISIS ini adalah, agar proses deradikalisasi terhadap mereka berhasil dan membuat mereka menjadi warga negara yang memiliki kecintaan terhadap pancasila, namun entah lah? penulis juga merasa tidak yakin ini akan berhasil, apalagi menurut peneliti dan pengamat terorisme Universitas Indonesia, hanya 30% penganut radikalisme berubah melalui proses deradikalisasi.
Secara logika orang goblok saja artinya hanya 30% peluang agar WNI eks ISIS kembali ke jalan yang benar, berarti peluang mereka untuk menjadi orang baik lebih kecil dari peluang mereka untuk menjadi warga negara yang mendukung khilafah. Misal dari 120 orang yang bertobat 30 persen, artinya cuma 36 orang yang tobat. Masih ada 84 orang atau hampir 2.5 kali lipat yang masih radikal dan berpotensi menjadi pelaku teror di Indonesia. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana jika yang 84 orang malah menular-kan pemahaman mereka kepada warga negara Indonesia yang lainnya?
Jadi mau dibolak balik bagaimanapun, kepulangan mereka hanya akan membuat kaum radikal tumbuh subur di Indonesia. Apalagi penulis meyakini kalau untuk membuat seorang menjadi radikal itu lebih mudah daripada sebaliknya.
Contoh nyata pelaku terorisme yang gagal dalam proses deradikalisasi adalah Terduga pelaku bom di Pasuruan, Jawa Timur, Abdullah. Beliau pernah tercatat pernah menjalani hukuman penjara atas kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada 2010 silam. Lima tahun kemudian dia bebas dan hidup berpindah-pindah.
Jadi jujur saja kami kecewa dengan pemerintahan Indonesia kali ini yang melakukan blunder, penulis berharap ada pembaca yang mencerahkan penulis jika WNI eks ISIS ini akan menjadi warga negara Indonesia yang mencintai pancasila dan bukan menambah jumlah kaum radikal di negara kita. Silakan sampaikan di kolom komentar.
Kesimpulan :
Bagaimanapun ditengah banyaknya investor yang menarik dananya dari Indonesia dan tidak adanya investor yang tertarik berinvestasi di Indonesia seperti dikeluhkan Jokowi beberapa hari lalu, langkah negara kita memulangkan WNI eks ISIS hanya akan membuat investor berfikir dua kali untuk menyimpan dananya di Indonesia, syukur-syukur mereka tidak siap-siap untuk pergi ditengah ketidakpastian kondisi politik tanah air.
Tampaknya ini seperti keluh kesah penulis daripada sebuah opini, ya mau bagaimana lagi semua tinggal cerita hati yang luka. Begitulah kura-kura.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-4731492/menhan-yang-perjuangkan-khilafah-silakan-keluar-dari-indonesia
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190710182004-20-410985/peneliti-cuma-30-persen-teroris-insaf-karena-deradikalisasi
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/Rb1V192k-terduga-pelaku-bom-pasuruan-residivis-deradikalisasi-gagal
https://nasional.okezone.com/read/2019/07/21/337/2081572/120-wni-eks-isis-akan-dipulangkan-ke-indonesia-ketum-pbnu-hati-hati
Kelompok militan Radikal ISIS |
Kenapa? Bagi pejuang khilafah, kita secara jujur akan merasa ragu kalau mereka mau keluar dari negara ini ke negara khilafah, minimal ke negara Islam. Sebab fakta menunjukkan bahwa para imigran dari Timur Tengah atau negara Islam lainnya malah memilih pergi dan mengungsi negara-negara Eropa sebagai tempat pelarian.
Tidak usah jauh-jauh, orang-orang yang membela khilafah suruh ke Aceh saja kita yakin mereka tidak akan mau. Karena sesungguhnya negara khilafah itu hanya utopia, hanya khayalan, alih-alih menjadi tempat sempurna dan penuh kebahagian, sudah banyak negara-negara yang memperjuangkan khilafah malah mengalami konflik tidak berkesudahan.
Untuk menjalankan syariat Islam dengan tenang, nyaman dan aman, maka pancasila adalah sistem yang mendekati sempurna bagi kita semua, hanya tinggal menghargai keyakinan lain, tidak memaksakan aturan dan kehendak kepada penganut kepercayaan lain. Kenapa susah sekali? malah lebih senang memperjuangkan sesuatu yang tidak nyata, utopia dan hanya menimbulkan konflik tidak berkesudahan?
Rasa skeptis kita akhirnya terjawab dan mendapat konfirmasi setelah 120 WNI mantan pejuang ISIS akan dipulangkan oleh pemerintahan Indonesia. Satu sisi menyuruh keluar yang memperjuangkan khilafah, namun di sisi lain malah memulangkan kembali orang-orang yang jelas-jelas sudah keluar dan menjadi pengkhianat negara karena memperjuangkan khilafah. Diusir untuk dikembalikan, sungguh ironi di atas ironi.
Mungkin banyak yang merasa kecewa dengan PBNU selaku organisasi Islam yang katanya berada dalam garis terdepan untuk melawan radikalisme tapi dalam kasus ini malah terkesan abu-abu, tidak pernah tegas menyatakan dimana posisi mereka sebenarnya.
Menurut berita, PBNU mendukung kepulangan WNI mantan ISIS karena alasan kemanusiaan, maka jika suatu saat mereka malah menjadi pelaku teror di Indonesia, artinya PBNU secara tidak langsung sudah mendukung tindakan teror terjadi di Indonesia.
Di lain sisi, komentar ketua umum PBNU Said Aqil seolah menegaskan bahwa sebenarnya mereka juga ragu jika kepulangan WNI eks ISIS ini akan berdampak baik kepada Indonesia.
"Kalau warga negara harus betul-betul diambil sumpahnya setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila, jangan seenaknya pergi sendiri pulang dijemput," ujarnya.
Penulis menjadi semakin bingung karena sebelumnya PBNU juga meminta agar pemerintah membuat undang-undang untuk melarang penyebaran Ideologi Khilaf. Satu sisi menolak, tapi ketika dihadapkan dengan kasus nyata, tiba-tiba PBNU menjadi bingung dan terkesan abu-abu. Ditambah sejauh ini mereka kaum radikal bisa dengan bebas ceramah dimana-mana, melakukan provokasi, menyebarkan kebencian. Adakah PBNU berusaha mencegah dan melawan semua itu? Melihat keadaan yang ada, tampaknya PBNU masih setengah hati dalam pencegahan terhadap radikalisme.
Satu-satunya harapan dan pikiran positif penulis dari kepulangan WNI mantan ISIS ini adalah, agar proses deradikalisasi terhadap mereka berhasil dan membuat mereka menjadi warga negara yang memiliki kecintaan terhadap pancasila, namun entah lah? penulis juga merasa tidak yakin ini akan berhasil, apalagi menurut peneliti dan pengamat terorisme Universitas Indonesia, hanya 30% penganut radikalisme berubah melalui proses deradikalisasi.
Secara logika orang goblok saja artinya hanya 30% peluang agar WNI eks ISIS kembali ke jalan yang benar, berarti peluang mereka untuk menjadi orang baik lebih kecil dari peluang mereka untuk menjadi warga negara yang mendukung khilafah. Misal dari 120 orang yang bertobat 30 persen, artinya cuma 36 orang yang tobat. Masih ada 84 orang atau hampir 2.5 kali lipat yang masih radikal dan berpotensi menjadi pelaku teror di Indonesia. Yang harus dipikirkan adalah bagaimana jika yang 84 orang malah menular-kan pemahaman mereka kepada warga negara Indonesia yang lainnya?
Jadi mau dibolak balik bagaimanapun, kepulangan mereka hanya akan membuat kaum radikal tumbuh subur di Indonesia. Apalagi penulis meyakini kalau untuk membuat seorang menjadi radikal itu lebih mudah daripada sebaliknya.
Contoh nyata pelaku terorisme yang gagal dalam proses deradikalisasi adalah Terduga pelaku bom di Pasuruan, Jawa Timur, Abdullah. Beliau pernah tercatat pernah menjalani hukuman penjara atas kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada 2010 silam. Lima tahun kemudian dia bebas dan hidup berpindah-pindah.
Jadi jujur saja kami kecewa dengan pemerintahan Indonesia kali ini yang melakukan blunder, penulis berharap ada pembaca yang mencerahkan penulis jika WNI eks ISIS ini akan menjadi warga negara Indonesia yang mencintai pancasila dan bukan menambah jumlah kaum radikal di negara kita. Silakan sampaikan di kolom komentar.
Kesimpulan :
Bagaimanapun ditengah banyaknya investor yang menarik dananya dari Indonesia dan tidak adanya investor yang tertarik berinvestasi di Indonesia seperti dikeluhkan Jokowi beberapa hari lalu, langkah negara kita memulangkan WNI eks ISIS hanya akan membuat investor berfikir dua kali untuk menyimpan dananya di Indonesia, syukur-syukur mereka tidak siap-siap untuk pergi ditengah ketidakpastian kondisi politik tanah air.
Tampaknya ini seperti keluh kesah penulis daripada sebuah opini, ya mau bagaimana lagi semua tinggal cerita hati yang luka. Begitulah kura-kura.
Sumber :
https://news.detik.com/berita/d-4731492/menhan-yang-perjuangkan-khilafah-silakan-keluar-dari-indonesia
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190710182004-20-410985/peneliti-cuma-30-persen-teroris-insaf-karena-deradikalisasi
https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/Rb1V192k-terduga-pelaku-bom-pasuruan-residivis-deradikalisasi-gagal
https://nasional.okezone.com/read/2019/07/21/337/2081572/120-wni-eks-isis-akan-dipulangkan-ke-indonesia-ketum-pbnu-hati-hati
No comments:
Post a Comment