Thursday, October 3, 2019

Ini Alasan Megawati Tidak Menyalami Surya Paloh dan AHY di Gedung DPR?

Adegan ketika Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak menyalami Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di Gedung MPR/DPR menjadi perbincangan ramai.

Kenapa ya kok Megawati sampai tidak menyalami Surya Paloh? Atau kenapa Surya Paloh tidak menyalami Megawati? Apakah kedua orang ini lagi ngambek tentang masalah jatah? Dan itu AHY kasihan yang sudah siap-siap menyalami Megawati malah seperti dicuekin, apakah benar Megawati tidak melihat AHY sehingga berlalu begitu saja?



Tayangan yang lagi viral itu akhirnya jadi pembahasan juga. Sepertinya dengan kecanggihan teknologi ini, banyak moment yang mungkin tidak disadari oleh para tokoh-tokoh elit politik akhirnya terekam kamera juga. Contohnya anggota dewan yang beristri 3 kedapatan tidur pada saat pembacaan doa di ruang sidang. Dan dia pun mengklarifikasi dengan bebarapa alasan.

Berikut ini adalah cuplikan video adegan yang viral tersebut:



Maka, sejatinya sih, sebagai anggota dewan dan sebagai manusia yang terhormat harus malu ketika kedapatan tidur, apapun itu, alasan tidak akan bisa dipercaya, yang publik lihat adalah aksi tidur. Dan ini memberikan persepsi bahwa potensi tidur ke depannya masih bisa terjadi. Dan kalau kedapatan kamera, tinggal memberikan alasan lagi bahwa ada acara ngeronda semalam bersama ketiga istri, lagi seru-serunya gitu nyobain teknik yang baru. Jadi selalu saja buat alasan.

Kembali ke persoalan Bu Megawati dan Pak Surya Paloh yang tidak salaman dan viral. Megawati yang tidak menyalami AHY karena tidak melihatnya, maka bisa saja juga tidak melihat Surya Paloh. Maka dengan ini, bisa saja Surya Paloh yang enggan bersalaman.

Ataukah, dari kejauhan ketika Megawati berjalan, dia sudah melihat Surya Paloh, berangkali Megawati malas saja melihat Surya Paloh sehingga AHY kena imbasnya karena Megawati keburu buang muka. Namun sebenarnya sih, sebagai politisi handal dan sejati serta patriot, tidak mudah baper dan tidak mudah menyulut permusuhan. Politisi yang patriot selalu mengedepankan kepentingan negara dan rakyat.

Namun teori ini tidaklah mudah. Sebagian besar politik yang kita saksikan selama ini adalah melibatkan perhitungan ekonomis. Istilah kerennya “Dapat apa” terhadap kinerja berpolitik ini. Kalau berkoalisi apa yang bisa didapatkan? Janji apa yang bisa diwujudkan? Untung ngak bagi partai dan keberlangsungan partai? Dan sekelumit ambisi yang tak pernah redup jadi perhatian. Meskipun saat berkoalisi, jargon-jargon perjuangan begitu memukau.

Publik sebelumnya menyaksikan aura ketegangan Megawati dan Surya Paloh. Ketika Megawati ketemu Prabowo, Surya Paloh pun membuat kejutan bertemu dengan Anies Baswedan. Nah, dari sini bisa dihubungkan kejadian kenapa Megawati tidak bersalaman dengan Surya Paloh, atau sebaliknya Surya Paloh yang enggan bersalaman dengan Megawati. Dan saya berharap AHY tidak baper, dan tidak melapor ke Pepo.

Menurut dari amatan saya sih, sebagian besar politisi merasa bisa memberikan perbaikan atau kebaikan pada negara ini terhadap wewenang yang dikuasainya. Misalnya, yang punya partai, merasa partainya ini bisa menjadi wadah bagi kemajuan negeri. Karena itulah logo dan simbol serta slogan-slogan partai bagus-bagus semua. Tidak ada yang menulis terang-terangan hal-hal yang negatif. Misalnya “Partai kedondong membuat anda kecut-kecut dan mencret-mencret serta hidup melarat”



Saya kira semua partai menawarkan janji-janji surga. Pekaes saja menjanjikan Keadilan dan kesejahteraan, namanya saja sudah terlihat. Tapi kenyataannya gimana? Justru beberapa kadernya telah menjadi koruptor. Dan pergerakannya selama ini membuat sebagian besar rakyat sangat risih. Pasalnya waktu pilpres dulu, paling getol simpatisan dan kadernya menyebarkan hoax. Dan pengkaderan serta doktrin yang berjalan telah membuat negara repot. Sangat merepotkan.

Bagaimana dengan partai lain? Yahh...begitulah mekanisme yang ada. Simbol dan bahasa politik ternyata tidak bisa dimaknai dengan begitu polos. Misalnya kalau partai pekaes berjanji bahwa akan mensejahterakan ummat, ketahuilah, bisa saja yang sejahtera adalah elit partai saja.

Seperti joke yang telah menyebar bahwa anggota dewan itu telah banyak mewakili rakyat. Kalau rakyat mau rumah mewah, oknum DPR sudah mewakilinya dengan memiliki rumah mewah dari hasil korupsi. Mau mobil mewah dan baru, juga demikian. Oknum anggota dewan tidak akan pernah mau mewakili hidup rakyat yang sengsara. Mereka tidak akan pernah mau hidup sengsara. Soalnya modal untuk jadi anggota dewan itu banyak juga. Tidak cukup menjadi makhluk yang paling sexy. Dan tidak perlu paham seluk beluk Undang-undang dan Hukum. Pokoknya terpilih dapat gaji dan bisa nanti plesiran hore-hore. Bukan rahasia lagi. Itulah separuh nyawa. Duh, kasihan rakyat

Dan sepanjang pergolakan politik di negeri ini, para politisi ini tidak akan pernah satu sama lain bisa benar-benar akur beneran. Kan ada yang bilang politik itu tidak ada lawan dan tidak ada kawan abadi. Bisa saja nanti Surya Paloh dan Megawati kembali bersalaman dan tertawa-tawa saat pencapresan anaknya masing-masing. Bisa saja kan?

Namun apapun gejolak antara Megawati dan Surya Paloh, yang pastinya partai yang paling membenci Jokowi sejak tahun 2014 harus selalu diwaspadai. Golongan pembenci Jokowi melihat perpolitikan dengan sangat kaku dan sangar. Jangan sampai perseteruan elit politik ini justru melupakan bahaya laten dari para politisi Kadrun yang sudah sangat masif pergerakannya dan akan mengancam NKRI.

No comments:

Post a Comment