Friday, October 4, 2019

Hasil Wawancara Eksklusif Veronica Koman dengan Media Australia: Benar-benar Kuman Bagi Papua

ABC.net.au, portal berita Australia pada akhirnya mengundang Veronica Koman untuk melakukan wawancara khusus terkait Papua yang sedang dilanda provokasi dan hoax-hoax.

Veronica Koman saat diwawancarai oleh televisi Australia

Artikel ini merupakan sebuah opini mengenai Veronica yang dianggap kuman bagi Indonesia, Veronica Koman, tersangka provokasi.

Opini ini juga akan digunakan untuk membantah tudingan Tempo yang mengatakan buzzer-buzzer Jokowi lebih suka menggoreng-goreng isu khilafah ketimbang isu kerusuhan Papua. Mari kita simak bagaimana Veronica Koman ini harus ditangkap segera, sebelum membuat kerusakan yang jauh lebih parah.

Veronica dalam wawancara eksklusifnya mengatakan bahwa dia tidak akan berhenti untuk terus menyuarakan pelanggaran HAM dan ketidakadilan yang dialami oleh rakyat Papua.

Sudah jelas bagi kita bahwa semakin Veronica menyuarakan pelanggaran HAM, semakin tidak kondusif keadaan Papua. Sekarang ini kita tahu bagaimana sulitnya pemerintah membereskan kerusakan di Papua akibat hoax-hoax yang ada.

Ini ada satu orang provokator yang ada di Australia, kabur dan bersembunyi. Ia mendapatkan perlindungan dari negara yang juga pernah berpolemik dengan Indonesia.

Makin lama makin kelihatan bahwa Veronica Koman ini semakin lama semakin mirip dengan Rizieq Shihab. Sama-sama ada di luar negeri, dan terus melakukan provokasi.

Veronica Koman bahkan berani mengatakan bahwa periode ini adalah periode yang paling suram di dalam sejarah Papua 20 tahun terakhir. Katanya ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana.

"Sebab saya kira saat ini kita menyaksikan periode paling suram di Papua dalam 20 tahun terakhir. Kini ada tindakan keras yang belum pernah terjadi sebelumnya di sana", demikian ucapannya.

Kalimat ini benar-benar memiliki kemiripan dengan apa yang ia bicarakan ketika ia ada di atas mobil komando sewaktu ingin cari perhatian dalam membebaskan Ahok.

Kalimatnya kira-kira seperti ini. Ia mengatakan kira-kira bahwa era Jokowi jauh lebih parah penegakan hukumnya ketimbang era SBY. Dari sini kita pun sudah tahu bahwa cara yang sama dilakukan oleh Veronica dalam membahas isu mengenai Papua.

Skala Papua jauh lebih besar ketimbang skala Ahok saat itu. Tapi strategi yang dilakukan oleh Veronica Koman ini, sama. Ia menggunakan “metode debat superlatif”.

Artinya menganggap lawan politiknya atau lawan debatnya dalam posisi terendah. Maka muncullah istilah “Ini adalah era paling parah, jauh lebih dari sebelumnya”.

Superlatif adalah keadaan di mana orang diposisikan dalam kondisi “paling”. Entah paling tinggi atau paling rendah. Artinya begini. Jika ia menganggap era Jokowi adalah era yang paling rendah, maka ia menganggap dirinya yang paling tinggi.

Dalam teori logical fallacy, kita melihat ada celah-celahnya. Celah dari Veronica Koman adalah, dia secara tidak langsung menjadi seperti yang ia kritisi. Saat ini, ketika ia mengkritisi pemerintahan Jokowi sebagai era yang paling buruk dalam pandangannya terhadap Papua, dia jatuh ke lubang yang lain.

Dalam kesalahan logika yang ada, dia tidak sadar sedang menggunakan kacamata kuda. Dia tidak melihat bahwa pembangunan infrastruktur Jokowi ini merupakan sebuah bentuk perhatian Jokowi kepada Papua.

Selain itu, beberapa tokoh penting di Papua, pun diangkat menjadi orang-orang yang bekerja di istana. Perhatian pembangunan kepada Papua, adalah sebuah perhatian yang tidak pernah ada di era sebelumnya.

Veronica Koman, kuman bagi Indonesia ini seringkali menggunakan cara-cara ini, untuk membetulkan posisinya. Dia aman. Dia akan aman karena dia dilindungi oleh orang-orang yang ada di Australia. Mengapa? Karena Australia adalah negara yang hubungannya tidak terlalu erat dengan Indonesia.

Tapi Jokowi tidak mau melihat itu. Jokowi ingin merangkul negara-negara lain. Karena Jokowi sadar, bahwa dunia ini adalah satu. Dia ingin merangkul dan bersahabat dengan Australia. Salah satu indikatornya dan kode-kode langkah kuda Jokowi sebenarnya sudah terbaca.

Jokowi tidak ingin bermasalah dengan negara lain. Pada saat tanggal 2 Oktober 2019, ia memposting di Instagramnya mengenai hari batik.

Ia memposting hari batik, bersama mantan Perdana Menteri Australia, Mr. Malcolm Turnbull. Artinya begini. Jokowi tahu bahwa relasi Indonesia dan Australia agak merenggang, apalagi dalam kasus keamanan Veronica Koman.

Melihat Jokowi, saya melihat ada harapan untuk Papua. Jokowi dan Papua adalah satu. Nama istrinya adalah Iriana. Iriana yang diambil dari nama Irian. Dan di tanah Papua, Jokowi mendapatkan suara 90 persen. Apa maknanya? Jokowi dicintai oleh rakyat Papua.

Hanya saja, para kaum separatis saja yang ingin menyerahkan Papua ke tangan negara yang tidak bisa mengelolanya. Sejarah membuktikan satu hal. Bahwa di dalam lepasnya sebuah lokasi dari Indonesia, negara itu pasti mengalami kesulitan. Tidak percaya? Lihat saja Timor Timur.

Kita berharap Veronica bisa segera ditangkap. Karena ini urusan kedaulatan negara Indonesia. Bahkan di sidang PBB, Benny Wenda pun sudah diusir. Artinya, dunia tidak ingin Papua lepas dari Indonesia. Kalau pun ada negara lain, mungkin itu Australia saja. Kenapa? Karena di sana ada gunung emas, yang konon katanya tidak bisa habis-habis.

Selamatkan Indonesia, tangkap Veronica, Kuman Indonesia.

https://www.abc.net.au/indonesian/2019-10-04/saya-tak-akan-berhenti:-veronica-koman-buka-suara-di-australia/11573894

No comments:

Post a Comment