Monday, January 16, 2017

Ini Latar Belakang Terjadinya Peristiwa Malari 1974

Tanggal 15 Januari akan selalu terkenang sebagai hari dimana salah satu sejarah kelam bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapapun takkan pernah mengira bahwa kunjungan kenegaraan resmi Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka di Jakarta, 14-17 Januari 1974, akan terus tercatat dalam sejarah perjalanan negeri ini.

Perang Timur Tengah dan boikot minyak Arab yang memukul Jepang tepat di jantung produksi dan usaha dagangnya membuat Jepang merasa perlu mendapatkan teman-teman baru di kawasan Asia Tenggara.

Hal itu membuat PM Tanaka harus membuat keputusan yang cepat dan stategis. Oleh karena itu, dia bersama anggota kabinetnya segera melakukan safari diplomatik ke luar negeri untuk menyelamatkan negara. 

Dalam kunjungan safari diplomatiknya, dalam waktu 11 hari saja, PM Tanaka mengunjungi Manila, Bangkok, Singapura, Kuala Lumpur, dan Jakarta.

Pada hari Senin 14 Januari 1974 sekitar pukul 19.45, pesawat Super DC-JAL warna putih yang membawa PM Tanaka mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

PM Tanaka dan dan putrinya, Makiko disambut karpet merah oleh Presiden Soeharto dan Wakil Presiden Sultan Hamengku Buwono IX..

Pada saat bersamaan, sebanyak ratusan mahasiswa sudah menunggu di luar kompleks Bandara Halim dengan membawa poster-poster yang berisi tulisan-tulisan kecaman. Para mahasiswa ini memprotes dan menolak Jepang mendominasi ekonomi di Indonesia.

Demonstrasi mereka tidak hanya selesai sampai disitu, karena keesokan harinya terjadi demonstrasi pada Selasa 15 Januari 1974, yang lalu dikenal dengan nama Malari (Malapetaka Lima Belas Januari). Demonstrasi ini membuat kegiatan ekonomi di ibukota pun lumpuh.

PM Jepang Tanaka Saat Peristiwa Malari
Dengan naik helikopter TNI Angkatan Darat dari atap gedung Bina Graha, PM Tanaka, yang didampingi Presiden Soeharto, tiba di Halim Perdanakusumah untuk kembali ke Jepang, Kamis 17 Januari 1974

Menhankam/Pangab Jendral TNI M Panggabean, Pangkopkamtib Jendral TNI Soemitro, dan Menteri Luar Negeri Adam Malik turun ke jalan, berdialog dengan demonstran.

Untuk mempercepat penanganan, Pelaksana Khusus (Laksus) Pangkopkamtib DKI Jakarta Raya Mayor Jenderal GH Mantik, sejak 15 Januari, memberlakukan jam malam, pukul 18.00- pukul 06.00 untuk daerah Jakarta Raya dan sekitarnya.

Semua sekolah, mulai dari SD hingga perguruan tinggi diliburkan mulai 16 Januari. Belasan rencana perayaan pernikahan ditunda, diundur, pindah tempat, sampai diganti dengan pernikahan tamasya, termasuk resepsi pernikahan putra sulung Ketua Mahkamah Agung Prof Oemar Seno Adji SH yang awalnya hari Sabtu 19 Januari 1974 petang diundur menjadi Minggu 20 Januari 1974 siang.

Situasi ini memunculkan rencana dialog antara Tanaka dan perwakilan mahasiswa di Bina Graha, Rabu 16 Januari 1974 pukul 09.00.

Dari Universitas Indonesia diwakili Hariman Siregar, Yudil Herry, dan Slamet Rahardjo beserta 15 mahasiswa dari beberapa universitas. Namun, dialog tersebut dibatalkan tanpa adalasan yang jelas. Keadaan Jakarta Raya mulai normal pada Kamis pagi 17 Januari 1974. Jalan-jalan raya pun kembali dipadati kendaraan bermotor seiring menggeliatnya aktivitas ekonomi.

Pada hari itu juga dengan naik helikopter TNI Angkatan Darat dari atap gedung Bina Graha, Tanaka bersama putrinya, Makiko, didampingi Presiden Soeharto langsung menuju Halim. Tanaka mengakhiri kunjungan dan kembali ke Jepang.

Melihat kondisi yang semakin normal, Laksus Pangkopkamtibda Jaya Mayjen TNI GH Mantik dengan pengumuman Nomor 009/PK/I/74 menghapus jam malam mulai Senin, 21 Januari 1974.
(Kompas)

1 comment: