Masih ingat gugatan Dirjen HAM kepada penyedia jasa laundry
hanya gara-gara karena jas yang dicuci menjadi mengerut sehingga tidak bisa
digunakan untuk menghadiri sebuah acara penting yang mengharuskan sang Dirjen
mengenakan jas tersebut?
Nah, setelah kasus ini menjadi ramai di media sosial karena
sang penyedia jasa laundry “curhat” dan membuat sang Dirjen panen hujatan
akhirnya membuat sang Dirjen bersangkutan angkat bicara untuk klarifikasi.
Dirjen HAM Mualimin Abdi menegaskan bahwa gugatannya yang
ditujukan kepada pengelola laundry (kiloan) akibat jas dinasnya berkerut,
dilakukan atas nama pribadi. Ia pun beralasan kalau gugatan itu sebagai
pembelajaran penyelesaian konflik hukum.
Dirjen HAM Mualimin ketika memberikan konferensi pers (foto: Detikcom) |
Menurut Mualimin, gugatan tersebut dia lakukan bukan untuk mencari
sensasi atau hal lainnya. Ia beralasan bahwa dirinya hanya ingin memberikan
contoh penyelesaian konflik dengan jalur hukum.
"Niat saya menggugat Mas Budi nggak ada niat apa-apa.
Saya hanya memberi contoh agar siapa pun, masyarakat yang merasa dirugikan
orang lain, kalau jalan lain ditempuh, ya melalui jalur hukum. Sebenarnya
pingin itu," ujar Mualimin dalam konferensi pers di kantornya, Jalan HR
Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin 10 Oktober 2016.
⠀
Ia pun mengatakan pada media bahwa saat mediasi dirinya
terbersit untuk menerima permintaan maaf sang pemilik laundry. Niat tersebut
bahkan diperkuat dengan mencabut kembali gugatannya.
⠀
"Tapi di hati saya berniat lagi maka besok juga kalau
mas Budi minta maaf dan kita saling memaafkan di waktu pengadilan, saling
memaafkan saya bilang mas besok saya cabut gugatannya karena mas Budi sudah
minta maaf dan akui kesalahannya," cetus Mualimin.
Mualimin menggugat Fresh Laundry ke Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (PN Jaksel) sebesar Rp 210 juta lewat gugatan perdata biasa.
Rinciannya, Rp 10 juta untuk harga jas dan Rp 200 juta kerugian immateril.
Tapi benarkah langkah hukum yang dilayangkan Mualimin?
Usut punya usut, berdasarkan UU yang berlaku, seharusnya
gugatan Mualimin dilayangkan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) dengan ganti rugi tidak boleh melebihi harga barang.
Kalau tidak mau menggunakan jalur BPSK, maka bisa
menggunakan jalur peradilan perdata sederhana di pengadilan yang diselesaikan
dalam satu pekan. Hal itu diatur dalam Peraturan MA Nomor 2 Tahun 2015 dengan
ketentuan ganti rugi hanya seharga kerugian materil/jas Rp 10 juta, tanpa
kerugian immateril.
Saat ditanya, apabila niatnya memang ingin memberikan
pelajaran hukum kepada masyarakat, lantas mengapa tidak menggunakan sarana
hukum perdata khusus yang ada dan malahan sang Dirjen mencantumkan kerugian
immateril Rp 200 juta yang jauh melebihi nilai yang harus ditanggung oleh
tergugat?
⠀
"Sudah selesai-sudah selesai," begitulah jawab Mualimin buru-buru meninggalkan ruang
jumpa pers.
(dari berbagai sumber)
No comments:
Post a Comment