Musim panas selalu disambut gembira oleh semua orang. Namun di Palestina, musim panas bisa disambut dengan gembira dan bisa pula dengan kekesalan dan rasa gondok. Apa pasal?
Di Palestina, musim panas adalah musim orang menikah. Musimnya pasangan laki-laki dan perempuan berpesta. Mereka bersukacita dan kemudian melanjutkannya dengan berbulan madu. Oh, betapa indahnya.
Namun, kegembiraan tidak dirasakan oleh para tamu undangan. Bagi mereka, menghadiri acara kondangan di Palestina sama saja berarti bencana keuangan. Lho, kok?
Budaya di Palestina sebenarnya sama seperti di Indonesia dimana para tamu yang diundang diharapkan memberikan "amplop" sumbangan uang untuk membantu meringankan beban mempelai yang mempunyai hajatan atau lebih halusnya, membantu mereka untuk memulai meneumpuh hidup baru.
Uang sumbangan para tamu yang dimasukkan dalam amplop tersebut pun biasanya ditandatangani dan dan kemudian amplopnya dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang diletakkan di pintu masuk atau meja penerima tamu di dalam area acara pernikahan.
Sebenarnya, uang sumbangan bagi mempelai yang menikah ini sebenarnya sikhlasnya atau sukarela. Namun sudah menjadi rahasia umum di Palestina bahwa tuan rumah hajatan biasanya menandai tamu dari jumlah uang sumbangan mereka.
Oleh karena itu, budaya seperti ini selain dianggap sebagai cara berbagi beban biaya penting di masyarakat, di sisi lain kebiasaan menyumbang untuk donasi acara perkawinan di Palestina ini juga dianggap mendatangkan tekanan dan beban sosial di kalangan masyarakat yang ikut andil memperparah keterbatasan keuangan warga di Palestina.
Seorang warga Ramallah di Tepi Barat bernama Murad Shriteh (46 tahun) mengaku uangnya terkuras habis gara-gara diundang untuk hadir di lebih dari satu acara pernikahan dalam sepekan. Dalam dua pekan saja, uangnya sebesar US$ 400 (sekitar Rp 5,2 juta) yang setara dengan lebih separuh gaji bulanannya ludes untuk sumbangan acara penikahan di sana-sini.
Bahkan, untuk sisa hari pada bulan Agustus 2016 ini dia sudah menerima beberapa undangan pernikahan lagi. Dia merasa terbebani. "Sisa Agustus ini, saya sudah menerima sejumlah undangan pernikahan. Tetapi, saya pikir, saya harus menolak sebagiannya," ujar Murad.
Apabila mengacu kepada statistik kependudukan di Palestina, dalam setahun ada rata-rata lebih dari 25.000 pernikahan. Hampir sama dengan di Indonesia, pesta-pesta pernikahan di Palestina umumnya berlangsung mewah. Makanan berlimpah ruah, live music dan tari-tarian dihadirkan, begitu juga dengan fotografer profesional.
Sebenarnya, berapa sih rata-rata biaya pernikahan yang dihabiskan oleh satu pasangan mempelai pernikahan di Palestina? Anda akan terkaget-kaget.
Sebuah pesta pernikahan di Palestina biasanya memakan biaya US$30.000 (sekitar Rp 394 juta). Bahkan keluarga miskin pun bisa menghabiskan sampai US$10.000 (sekitar Rp 131 juta) hanya untuk pesta pernikahan tersebut.
Ada sebuah tradisi yang unik namun cukup "meneror" bagi tamu yang menghadiri undangan pernikahan di Palestina. Dalam beberapa acara pernikahan, uang sumbangan para tamu ditunjukkan (amplopnya dibuka) lalu dikalungkan di leher mempelai pria. Kadang ada juga tamu yang nakal, amplopnya kosong tak berisi uang. Namun tamu nakal semacam ini nampaknya harus berhati-hati.
"Dari rekaman video, saya bisa tahu siapa mereka (tamu undangan nakal atau pelit)," ujar salah seorang yang mengadakan hajatan pernikahan. "Saat kerabat mereka punya hajat, saya tak akan lupa kejadian ini," tambahnya.
Bahkan, di Palestina, acara pernikahan pun bisa jadi ajang balas dendam masalah keuangan. Beruntunglah kita di Indonesia, karena yang mempunyai hajat tidak akan berlaku seperti ini karena apabila kita sudah datang dan memberikan doa restu, yang punya hajat sudah merasa bahagia dan merasa terhormat.
(AFP)
Di Palestina, musim panas adalah musim orang menikah. Musimnya pasangan laki-laki dan perempuan berpesta. Mereka bersukacita dan kemudian melanjutkannya dengan berbulan madu. Oh, betapa indahnya.
Salah satu acara pernikahan di Palestina. Acara pernikahan di Palestina biasanya mewah |
Namun, kegembiraan tidak dirasakan oleh para tamu undangan. Bagi mereka, menghadiri acara kondangan di Palestina sama saja berarti bencana keuangan. Lho, kok?
Budaya di Palestina sebenarnya sama seperti di Indonesia dimana para tamu yang diundang diharapkan memberikan "amplop" sumbangan uang untuk membantu meringankan beban mempelai yang mempunyai hajatan atau lebih halusnya, membantu mereka untuk memulai meneumpuh hidup baru.
Uang sumbangan para tamu yang dimasukkan dalam amplop tersebut pun biasanya ditandatangani dan dan kemudian amplopnya dimasukkan ke dalam sebuah kotak yang diletakkan di pintu masuk atau meja penerima tamu di dalam area acara pernikahan.
Sebenarnya, uang sumbangan bagi mempelai yang menikah ini sebenarnya sikhlasnya atau sukarela. Namun sudah menjadi rahasia umum di Palestina bahwa tuan rumah hajatan biasanya menandai tamu dari jumlah uang sumbangan mereka.
Oleh karena itu, budaya seperti ini selain dianggap sebagai cara berbagi beban biaya penting di masyarakat, di sisi lain kebiasaan menyumbang untuk donasi acara perkawinan di Palestina ini juga dianggap mendatangkan tekanan dan beban sosial di kalangan masyarakat yang ikut andil memperparah keterbatasan keuangan warga di Palestina.
Seorang warga Ramallah di Tepi Barat bernama Murad Shriteh (46 tahun) mengaku uangnya terkuras habis gara-gara diundang untuk hadir di lebih dari satu acara pernikahan dalam sepekan. Dalam dua pekan saja, uangnya sebesar US$ 400 (sekitar Rp 5,2 juta) yang setara dengan lebih separuh gaji bulanannya ludes untuk sumbangan acara penikahan di sana-sini.
Bahkan, untuk sisa hari pada bulan Agustus 2016 ini dia sudah menerima beberapa undangan pernikahan lagi. Dia merasa terbebani. "Sisa Agustus ini, saya sudah menerima sejumlah undangan pernikahan. Tetapi, saya pikir, saya harus menolak sebagiannya," ujar Murad.
Apabila mengacu kepada statistik kependudukan di Palestina, dalam setahun ada rata-rata lebih dari 25.000 pernikahan. Hampir sama dengan di Indonesia, pesta-pesta pernikahan di Palestina umumnya berlangsung mewah. Makanan berlimpah ruah, live music dan tari-tarian dihadirkan, begitu juga dengan fotografer profesional.
Sebenarnya, berapa sih rata-rata biaya pernikahan yang dihabiskan oleh satu pasangan mempelai pernikahan di Palestina? Anda akan terkaget-kaget.
Sebuah pesta pernikahan di Palestina biasanya memakan biaya US$30.000 (sekitar Rp 394 juta). Bahkan keluarga miskin pun bisa menghabiskan sampai US$10.000 (sekitar Rp 131 juta) hanya untuk pesta pernikahan tersebut.
Ada sebuah tradisi yang unik namun cukup "meneror" bagi tamu yang menghadiri undangan pernikahan di Palestina. Dalam beberapa acara pernikahan, uang sumbangan para tamu ditunjukkan (amplopnya dibuka) lalu dikalungkan di leher mempelai pria. Kadang ada juga tamu yang nakal, amplopnya kosong tak berisi uang. Namun tamu nakal semacam ini nampaknya harus berhati-hati.
"Dari rekaman video, saya bisa tahu siapa mereka (tamu undangan nakal atau pelit)," ujar salah seorang yang mengadakan hajatan pernikahan. "Saat kerabat mereka punya hajat, saya tak akan lupa kejadian ini," tambahnya.
Bahkan, di Palestina, acara pernikahan pun bisa jadi ajang balas dendam masalah keuangan. Beruntunglah kita di Indonesia, karena yang mempunyai hajat tidak akan berlaku seperti ini karena apabila kita sudah datang dan memberikan doa restu, yang punya hajat sudah merasa bahagia dan merasa terhormat.
(AFP)
No comments:
Post a Comment