Friday, May 15, 2020

Ini Cara Keras Vietnam Untuk Tekan Infeksi Virus Corona

Vietnam mendapat pujian dunia dan WHO karena mampu menekan rendah jumlah kasus Covid-19, meskipun negara itu berbatasan langsung dengan China yang merupakan pusat awal pandemi ini berasal.

Pekerja medis memasuki area isolasi untuk mengunjungi dua pasien yang diduga terinfeksi virus baru corona, di Rumah Sakit Cho Ray di Kota Ho Chi Minh, Vietnam

Namun di balik keberhasilan ini, ternyata warga Vietnam yang diduga membawa virus corona dipaksa untuk menjalani karantina di fasilitas pemerintah.

Ketika Lan Anh (bukan nama sebenarnya) kembali ke rumahnya pada 22 Maret 2020 usai mengunjungi kerabatnya di Australia selama dua minggu, ia dibawa ke fasilitas karantina milik pemerintah yang didirikan di Universitas Nasional di Kota Ho Chi Minh.

Perempuan itu menceritakan ke BBC Vietnam tentang kondisi yang dia temui dan jalani di sana.

Toilet kotor, tempat tidur berkarat dan jaring laba-laba 

"Toiletnya hitam dengan kotoran dan wastafelnya penuh dengan genangan air," kata Lan Anh.

"Untungnya, tidak ada bau busuk, tapi sangat kotor. Lalu, tempat tidur berkarat - semuanya berdebu. Ada jaring laba-laba di mana-mana," lanjutnya.

Pada malam pertama, kebanyakan orang hanya diberi satu tikar, tanpa bantal dan selimut. "Hanya ada satu kipas angin di langit-langit kamar. Karena cuaca yang begitu panas dan lembab, seorang di kamar saya suhu badannya tinggi, mereka hampir harus dipantau.

"Perlengkapan di tempat karantina itu sudah disuplai kembali, kata Lan Anh. Tapi dia prihatin dengan fasilitas yang buruk yang bisa memperkeruh ketakutan orang bahwa mereka - atau orang di sekitar mereka - dapat terinfeksi Covid-19 karena di tempat karantina lain telah ada kasus virus corona.

"Kami tidak butuh kenyamanan, tapi kebersihan itu perlu. Toilet, wastafel, dan kamar mandi kotor itu menampung virus dan penyakit-penyakit lain. Jika ada wabah di sini, kondisi sanitasi akan memperburuk keadaan."

"Solusi berbiaya rendah" 

Pemerintah Vietnam telah menyatakan ' perang' terhadap virus corona dengan cara memobilisasi tenaga medis, aparat keamanan, dan masyarakat untuk mengendalikan penyebaran Covid-19.

Namun, strategi yang diterapkan pemerintah Vietnam berbeda jauh dengan cara pengujian massal yang berhasil dilakukan oleh negara-negara kaya di Asia, seperti Korea Selatan.

Di Vietnam, negara padat berpenduduk 96 juta jiwa, Partai Komunis memutuskan untuk melacak virus corona secara agresif. Menyadari bahwa hampir semua kasus - sebesar 141 kasus pada 25 Maret dan tidak ada korban jiwa - berasal dari orang yang tiba dari luar negeri, pemerintah mensyaratkan para pelancong untuk harus dikarantina selama 14 hari setelah kedatangan mereka.

Mereka yang diketahui memiliki virus corona diisolasi dan siapa pun yang pernah kontak dilacak dan dites.

"Melacak wisatawan asing" 

Di antara para pelancong itu terdapat tiga wisatawan asal Inggris yang dilacak ke tempat tinggal mereka di Ha Long Bay, beberapa hari setelah mereka tiba di Vietnam awal bulan Maret ini.

Pemeriksaan itu terjadi karena seorang perempuan di penerbangan yang sama teruji positif Covid-19. Polisi pun dikerahkan ke penginapan tiga orang Inggris itu guna memastikan mereka, yang berusia 20-an, tidak melarikan diri.

Usai ketiga warga negara Inggris itu dibawa untuk dikarantina, penjaga penginapan membakar kasur dan barang-barang lain yang bersentuhan dengan mereka. Setelah setengah hari usai dites, ketiga wisatawan itu dipastikan tidak tertular. Mereka pun kemudian dibawa ke rumah sakit yang tak dipakai lagi di Ninh Bình, Vietnam utara, dan diperintahkan untuk isolasi diri selama 12 hari ke depan.

Salah satu wisatawan, Alice Parker, mengatakan rumah sakit tempat mereka tinggal awalnya digunakan sebagai rumah sakit jiwa dan menjadi "sangat menakutkan di malam hari".

Alice Parker dan Lucy Parker menikmati liburan di Vietnam sebelum akhirnya diharuskan menjalani karantina 

"Kami memiliki toilet tapi tidak ada shower. Kami juga punya ember untuk mandi dan mencuci pakaian kami," katanya. "Kami sebenarnya cukup beruntung karena kami pernah mendengar orang dalam kondisi yang lebih parah."

Alice Parker dan Lucy Parker menjalani pemeriksaan sebelum dikarantina 


Gelombang infeksi kedua virus corona 

Vietnam berupaya menghindari 'lockdown' atau penutupan wilayah seperti yang dilakukan banyak negara-negara Eropa, namun mengkarantina mereka yang terkena virus.

Ada lebih dari 21.000 orang di daerah-daerah yang dikarantina dan sekitar 30.000 orang melakukan isolasi sendiri, menurut laporan Asia News Network pada 25 Maret.

Gelombang kedua infeksi dari luar negeri telah mendorong pemerintah untuk mengambil langkah-langkah ketat. Mulai Minggu (22/03), Vietnam melarang izin masuk untuk semua warga negara asing, termasuk warga asli Vietnam dan anggota keluarganya, kebijakan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Pemerintah telah memerintahkan untuk mengikuti siapa saja yang memasuki negara itu sejak 8 Maret. "Dalam fase baru ini, kemungkinan penyebaran ke masyarakat sangat tinggi, jadi perlu langkah-langkah kuat untuk mencegah wabah sebelum memuncak," kata Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc dikutip oleh media Vietnam.

"Mobilisasi" 

Sejauh ini, upaya Vietnam menekan penyebaran virus corona tetap rendah mendapat pujian. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), respons cepat pemerintah mengatasi keadaan darurat sangat penting dalam mengendalikan krisis pada tahap awal.

"Vietnam adalah masyarakat mobilisasi," kata Carl Thayer, profesor emeritus di Universitas New South Wales Canberra, kepada Financial Times. "Ini [Vietnam] adalah negara dengan satu partai; memiliki pasukan keamanan publik yang besar, militer dan partai itu sendiri; dan pemerintah sigap dalam merespons bencana alam."

Namun, mencoba memobilisasi orang juga berarti bahwa orang itu didorong juga untuk mengawasi tetangganya, dan ketakutan untuk dipaksa karantina mungkin telah mendorong jumlah orang yang terinfeksi untuk bersembunyi, kata editor BBC Vietnam, Giang Nguyen.


Masyarakat informan 

Para tetangga sering mengadukan kasus-kasus dugaan virus corona dan banyak yang khawatir pemerintah akan campur tangan dalam privasi mereka yang tinggal di daerah karantina. Sementara itu, media yang dikontrol negara juga hanya menyampaikan pesan patriotik ke masyarakat terkait Covid-19.

Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc meminta orang-orang untuk mendukung apa yang disebut "perang panjang di musim semi", - sebuah imbauan pada musim semi 1975 tentang serangan militer yang sukses terhadap pasukan Amerika Serikat.

Pemerintah mengatakan Vietnam harus mempersiapkan kemungkinan munculnya "ribuan" kasus dalam beberapa bulan mendatang.

Rumah sakit Bach Mai di Hanoi, yang pernah dibom oleh Amerika saat Perang Vietnam, kini telah dinyatakan sebagai pusat infeksi Covid-19 setelah sejumlah dokter dan pasien terinfeksi.

Sekarang, sekitar 500 staf medis rumah sakit itu sedang menjalani tes darurat untuk melihat apakah mereka aman dari virus.

Sumber:
Kompas
BBC 

No comments:

Post a Comment