Thursday, September 12, 2019

Megatransaksi dalam Pertemanan Negara-negara Arab dengan Israel

Dunia Arab di kawasan Timur Tengah semakin hari semakin dinamis dan cenderung susah diprediksi arah perkembangannya di kawasan, karena negara-negara kini banyak yang mendobrak stigma.

Rudal Iron Dome Arab Saudi


Sudah tentu banyak yang mengira bahwa dunia Arab (baca: Islam) akan serta merta mengharamkan sesuatu yang berbau Israel, Yahudi, dan Zionis terlebih lagi untuk berurusan dengan mereka. Namun isu tersebut kini sudah usang di kawasan Teluk seiring bergulirnya reformasi di dunia Arab.

Salah satu isu hangat terkait hal ini adalah kini Uni Emirat Arab (UEA) terus membangun hubungan dengan Israel meskipun kedua negara tersebut hingga saat ini masih belum memiliki hubungan diplomatik resmi.

Haaretz, media terkemuka yang berhaluan kiri di Israel dalam laporannya pada Selasa 20 Agustus 2019 mengungkapkan bahwa UEA dan Israel telah mencapai kesepakatan megatransaksi di sektor kerjasama intelijen dan pertahanan senilai 3 miliar dollar AS. Adapun perundingan mengenai kesepakatan ini sudah berlangsung sejak satu dekade silam.

Matanya Kochavi, seorang pengusaha Israel yang mengendalikan perusahaan di Swiss, disebut-sebut mempunyai peran besar dibalik terwujudnya megatransaksi tersebut. Kochavi disinyalir juga memiliki beberapa perusahaan di Israel yang bergerak di bidang keamanan dan militer. Upaya megatransaksi UEA-Israel ini telah dirintis sejak tahun 2006 dengan Kochavi sebagai mediatornya.

Adapun salah satu isi dari kesepakatan megatransaksi tersebut adalah Israel akan menyuplai 2 pesawat mata-mata supercanggih kepada UEA. Dengan pesawat tersebut, UEA bakal memiliki keunggulan telak di sektor pesawat pengintai dan mata-mata serta informasi intelijen di kawasan Teluk Persia.

Haaretz melaporkan bahwa Israel telah melakukan pengiriman untuk menyerahkan satu pesawat mata-mata supercanggih kepada UEA pada tahun 2018 lalu dan akan menyerahkan satu lagi pesawat serupa pada tahun 2020.

Yang perlu dicatat adalah pesawat mata-mata supercanggih tersebut mampu mengacaukan sistem komunikasi musuh, membuka sistem komunikasi elektronik Iran termasuk jaringan radar dan sistem pertahanan anti-serangan udara yang mengawal instalasi-instalasi nuklir Iran.

Pesawat mata-mata supercanggih Israel ini telah diuji coba beberapa pekan sebelumnya dengan lepas landas dari pangkalan udara militer Al Dhafra di Abu Dhabi, UEA. Pesawat itu masih dikendalikan oleh pilot Israel dan pada tahun 2020 akan diserahkan secara penuh kepada UEA.

Pesawat mata-mata tersebut terbang beberapa jam di atas Teluk Persia untuk mengumpulkan dan mendata informasi intelijen di beberapa negara di kawasan itu seperti Iran, Arab Saudi, Irak dan Yaman. Sedangkan pesawat mata-mata kedua yang akan diserahkan pada tahun 2020 saat ini dalam tahap pengembangan teknologi di Inggris dan telah diuji coba terbang di atas kota London.

Tak puas terhadap Amerika Serikat
Alasan UEA membeli sendiri pesawat amata-mata supercanggih ini karena mereka tidak puas atas hasil informasi intelijen yang dipasok oleh AS selama ini. AS ditengarai hanya memberikan informasi secara terbatas dan setengah hati kepada UEA terkait situasi kawasan Teluk Persia.

Padahal, saat ini dan ke depannya UEA sangat butuh informasi intelijen yang tidak hanya terbatas di kawasan Teluk Persia saja, tetapi juga di Yaman dan Libya karena UEA pun juga terlibat langsung dalam perang di Yaman dan Libya.

Di Libya, UEA mendukung pasukan Jenderal Khalifa Haftar melawan pasukan loyalis Perdana Menteri Fayez Siraj untuk merebut ibukota Tripoli. Sedangkan di Yaman, UEA membentuk dan mendukung milisi Dewan Transisi Selatan (STC) yang pada 17 Agustus 2019 lalu mengambil alih kota Aden dari pasukan loyalis Presiden Abdurabbuh Mansour Hadis.

Saat ini UEA disinyalir tengah mendesak Israel agar mempercepat penyerahan pesawat mata-mata supercanggih kedua pada awal tahun 2020 menyusul peningkatan ketegangan di Teluk Persia setelah jatuhnya kembali sanksi AS atas Iran dan makin sulitnya situasi di Yaman.

Haaretz juga melaporkan bahwa Israel, UEA dan Arab Saudi akhir-akhir ini intensif saling tukar-menukar informasi intelijen terkait isu Iran.

Tony Blair Institute, pada Agustus 2018 pernah melaporkan bahwa neraca perdagangan Israel dengan negara-negara Arab Teluk tak kurang dari 1 milliar dollar AS per tahun.

Pendiri dan Direktur Pusat UEA untuk Kajian Strategis, Jamal al-Suweidi mengatakan bahwa isu Palestina kini bukan lagi hambatan untuk pengembangan hubungan Israel dengan UEA dan negara-negara Arab Teluk lainnya. Menurut al-Suweidi, ancaman dari Iran dan loyalisnya, seperti Hezbollah di Lebanon dan kelompok Houthi di Yaman, kini menjadi prioritas agenda bagi negara-negara Arab Teluk untuk segera dihadapi.

Hal ini mau tak mau memaksa mereka bekerja sama dengan Israel untuk menghadapi musuh bersama itu.

Arab Saudi merupakan negara Teluk pertama yang "berteman" dengan Israel dengan memberi sistem pertahanan rudal canggil Iron Dome dari Israel pada September 2018. Sistem pertahanan Iron Dome ini bagi Arab Saudi sudah terbukti ketangguhannya saat mencegat 6 rudal yang ditembakkan oleh milisi Houthi di Yaman yang mengincar sasaran berupa Bandara di Arab Saudi.

Sumber:
1. https://kompas.id/baca/internasional/2019/08/22/megatransaksi-uea-dan-israel
2. https://dunia.tempo.co/read/1126557/hadapi-iran-arab-saudi-beli-rudal-iron-dome-dari-israel
3. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190826082849-120-424571/arab-saudi-cegah-6-rudal-houthi-yang-ingin-serang-bandara

No comments:

Post a Comment