Saturday, July 6, 2019

Nike Air Max Sensation, Sepatu Basket Pujaan Abas Era 1990an


Era 1990an merupakan era boomingnya bola basket khususnya NBA di Indonesia. Boomingnya ini diikuti oleh munculnya Iwa K yang menjadi pelopor perpaduan bola basket dan musik rap. Dan tentu saja, boomingnya NBA di Indonesia diikuti oleh boomingnya sneaker-sneaker basket "canggih" yang menjadi signature para bintangnya.

Tidak seperti zaman sekarang dimana kultur sneaker di NBA didominasi oleh sepatu-sepatu signature para bintangntya seperti Kyrie Irving, Kevin Durant, LeBron James, Kobe Bryant, Stephen Curry, James Harden. Sungguh tidak asyik.

Mengapa dikatakan tidak asyik? Karena hanya sepatu-sepatu merekalah yang mendominasi lapangan-lapangan kayu saban pertandingan NBA. Tidak ada sepatu-sepatu non signature dengan label nama pemain bintang yang mendapatkan ruang untuk "pamer". Sekali lagi, tidak asyik melihat Kyrie, KD, LeBron, Harden, Curry bertanding dengan lawan yang juga memakai sepatu mereka. Yah, ini hanyalah semata-mata bisnis para produsen sepatu.

Nah, zaman era 1990an bisa dibilang tidak ada kasus seperti ini. Sepatu signature hanya sedikit. Palingan hanyalah Air Jordan, Air Max 2 CW milik Charles Barkley, Reeok Shaq Attaq atau Reebok The Answer-nya Allen Iverson.

Sedangkan di sisi lain banyak sepatu non signature atau sepatu signature namun tidak ditempel label nama sang pemain bintang yang memakainya seperti Nike Air Foamposite, Nike Air Flight Posite, Nike Air Go LWP (ketiganya dipakai oleh Anfernee "Penny" Hardaway", Nike Air Diamond Fury, Nike Air Raid, Nike Air Pippen, Nike Air Max 2 Uptempo, Nike Air More Uptempo, segala macam Nike Air Flight dengan banyak variannya, serta sepatu andalan yang kerap membuat level kegantengan melonjak drastis: Nike Air Max Sensation yang dipakai Chris Webber.

Siapa itu Chris Webber? Jauh sebelum Golden State Warriors beken dengan Splash Brothers-nya, Chris Webber yang berposisi sebagai Power Forward merupakan dedengkot klub yang bermarkas di kota Oakland ini. Webber amat tangguh di bawah ring dan menjadi mesin angka.

Nah, sepatu ini beken saat dia pindah bermain di Washington Bullets (kini menjadi Washington Wizards) bersama tandem sehatinya: Juwan Howard.

Air Max Sensation Chris Webber
Chris Webber dengan Air Max Sensation. Colorway inilah yang saya pakai untuk sekolah saat kelas 3 SMP sekaligus tanding basket

Sepatu ini booming saat saya duduk di kelas 3 SMP. Bantalan Air Max nya yang terlihat vulgar dan telanjang merupakan "gimmick" bagi siapapun yang mengenakan sepatu ini. Bantalan udara berukuran besar pada sol nya ini dipercaya membuat bobot sepatu lebih ringan, menyerap benturan sehingga memberikan rasa nyaman serta membuat lompatan lebih tinggi (sehingga bisa slam dunk). yang terakhir ini hanyalah mitos hahaha.

Saya mendapatkan versi retronya dari seorang sahabat di Malaysia yang kalau lagi bagus moodnya bisa menjadi channel andalan untuk mendapatkan sepatu-sepatu old school dengan harga murah.

Chris Webber
Nike Air Max Sensation (Retro)

Tampak depan


Nike Air Max Sensation
Tampak belakang

Bisa dikatakan sepatu ini sangat cocok bagi saya yang kala bermain menempati posisi rebounder sekaligus pointer di paint area dan perimeter serta tidak suka banyak pamer aksi crossover. Cukup bermain secara sederhana saja. Tangkap, lompat, lempar. Beres.

Bobot sepatu ini cukup ringan. Modelnya mencengkeram kaki dan amat memberikan support bagi engkel (pesan moral, kalau mainnya banyak grasak-grusuk seperti saya, sebaiknya pilih sepatu minimal model mid jangan yang low agar tidak kena cedera engkel atau bahkan achilles).

Air Sole unitnya mantap menyerap benturan saat mendarat setelah melompat. Traksinya bagus dan tidak licin (Air Max 2 CB milik Charles Barkley desainnya bagus, namun LICIN! Terlebih lagi di lapangan keramik. Saat saya pakai sekolah ngga sengaja nginjak tumpahan air di depan kelas pun bikin saya terpeleset).

Nike Air Max Sensation
Traksi dan support sepatu ini amat mantap dan awet di lapangan indoor dan outdoor 

Kekurangannya hanyalah sepatu ini kurang cocok untuk mereka yang berkaki lebar. Dan agar aman sebaiknya naikkan 0,5 sampai 1 size. Serta (ini masalah klasik sepatu berbantalan udara maksimum dan telanjang), bantalan udara di bagian tumit sering cepat lepas dan membutuhkan reglue apabila cukup intens digunakan untuk bertanding.

Para abas zaman now mungkin tidak akan kenal dengan sepatu-sepatu basket "antik" era 1990an. Namun percayalah, sepatu basket era 1990an memiliki material yang mumpuni, tidak ada "sunat" dalam jumlah material dan kualitasnya. Namun sayangnya, sepatu retro ini (walau original) bahan outsolenya rasanya berbeda dengan sepatu yang saya gunakan dulu pada tahun 1995. Nampaknya bakalan langsung ada "retakan bermotif sambaran petir" setelah beberapa kali dipakai bertanding. Sebuah kerusakan cepat khas sepatu basket zaman now akibat makin lama harga material semakin mahal. Sepatu basket zaman dulu jauh lebih awet daripada sepatu basket zaman sekarang.

Percayalah, Nike pada zaman dahulu tidak pelit dalam volume "AIR SOLE UNIT" pada varian-varian sepatu basket produksinya karena harga material dan upah buruh masih sangat murah. Zaman sekarang hanyalah sebatas ZOOM yang hanya keren di nama dan gembar-gembor propagandanya namun faktanya AIR SOLEnya hanya seukuran maksimal 2 jempol.

Bagi para sneakerhead, sepatu ini layak di koleksi.

No comments:

Post a Comment