Indonesia adalah negara yang (dianggap) kaya raya namun tidak juga kunjung menjadi negara maju dan adidaya. Hal ini menjadi pertanyaan banyak kalangan tak terkecuali di luar negeri.
Walau dianggap negara yang kaya dan berlimpah sumber daya alam, masyarakat Indonesia masih merasa terhimpit oleh beban hidup. Seringkali terjadi demonstrasi meminta kenaikan gaji atau konflik buruh dengan majikan, Terlebih lagi kondisi perekonomian dunia secara global hingga saat ini masih lemah walaupun cenderung mengalami penguatan.
Melemahnya perekonomian ini banyak dirasakan hampir semua negara di dunia. Indonesia pun tak luput dari imbas masalah global ini. Nilai tukar
Rupiah naik turun dan cenderung melemah, serta banyak perusahaan yang gulung tikar dan apabila berusaha keras bertahan maka mau tidak mau harus melakukan PHK pada banyak karyawannya.
Kondisi Indonesia ini tak luput dari perhatian Direktur Operasional IMF, Christine Lagarde. Lagarde percaya bahwa Indonesia bisa melalui semua ini, karena.potensi besar yang
dimiliki Indonesia.
Lagarde melihat bahwa Sumber Daya Manusia (SDM) usia muda (usia produktif) di Indonesia jumlahnya amat besar. Jumlah penduduk usia produktif di
Indonesia akan terus meningkat dan menjadi potensi yang tersimpan yang harus "diolah" untuk mencapai kemajuan. Kondisi ini
berbeda dengan negara lain di kawasan ASEAN yang justru mengalami penurunan jumlah tenaga kerja usia produktif.
Lagarde mengingatkan bahwa pada tahun 2030 mendatang, 70% dari total penduduk Indonesia
atau sekitar 180 juta jiwa adalah usia produktif.
"Pada tahun 1930 Soekarno mengatakan 'Beri aku 1000
orang, aku akan pindahkan gunung. Tapi beri aku satu pemuda dan akan ku guncang
dunia'. Ini potensi besar," kata Lagarde.
Lagarde menambahkan oleh karena memiliki SDM usia produktif yang tinggi, maka Indonesia memiliki peluang yang unik dibanding negara-negara lain.
Ada tiga langkah penting yang menurut Lagarde perlu dilakukan
Indonesia untuk merealisasikan potensi tersebut.
Langkah yang pertama adalah pembangunan infrastruktur modern
dan efisiensi, terutama listrik dan transportasi. Menurut Lagarde, kurangnya
infrastruktur yang memadai membuat sektor lain tidak efisien.
Lagarde kemudian memberi contoh biaya logistik yang diperkirakan bisa mencapai lebih dari 24% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
Malaysia yang biaya logistiknya hanya sebesar 13%. Belum lagi akses listrik bagi masyarakat
Indonesia, menurut Lagarde belum menyeluruh bagi seluruh rakyat, baru sekitar 80% dibandingkan dengan Malaysia yang sudah 100%.
Meski demikian, Lagarde mengapresiasi pemerintah Indonesia
yang sudah menempatkan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama.
Langkah kedua yang perlu diperbaiki pemerintah adalah iklim
investasi. Lagarde menilai, pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang
kondusif. Lagarde pun mencontohkan Jepang, China dan Korea sebagai negara yang
mampu bersaing dalam hal produksi barang dan jasa.
Kebijakan perdagangan internasional yang mendukung proses
integrasi ekonomi menjadi langkah ketiga yang disarankan Lagarde. Wanita
pertama yang menduduki posisi kunci di IMF ini menilai, potensi besar Indonesia
bukan hanya pasar domestik, tetapi tetapi juga pasar global dengan 1,5 miliar
konsumen.
Lagarde pun mengingatkan Indonesia agar segera memperkuat daya saingnya karena sudah diberlakukan MEA.
(dari berbagai sumber)