Saturday, March 12, 2016

Saat Bung Hatta Mempermalukan Pemuda Yang Menghina Bung Karno

Dunia politik memang selalu keras dan kejam. Kondisi perpolitikan di Indonesia, khususnya saat masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah diramaikan dengan polemik mengenai Pasal Penghinaan Presiden. Dimana pasal ini mengatur sanksi yang bakal diterima oleh seseorang atau badan apabila berbuat sesuatu yang menghina atau merendahkan nama baik dan martabat Presiden Republik Indonesia.

Sudah menjadi rahasia umum sejak dahulu, terutama sejak masa pemerintahan presiden pertama yaitu Presiden Soekarno bahwa menjadi seorang Presiden Republik Indonesia yang multi etnis dan amat majemuk tidak pernah mudah karena sedikit-sedikit dikritik bahkan dihina oleh golongan yang berseberangan atau yang tidak suka dan bahkan benci kepada Presiden. Rakyat kita selalu terbiasa enak saja mengkritik dan mau gampangnya saja tanpa paham masalah yang sebenarnya.

Mungkin bagi sebagian orang, menjadi seorang Presiden Republik Indonesia adalah pekerjaan mudah karena tinggal main pemerintah. Apakah benar demikian?

Bung Karno dan Bung Hatta
Presiden pertama RI, Soekarno (kanan) dan Wakil Presiden pertama RI, M. Hatta (kiri) merupakan sosok yang saling mengisi. Bung Karno adalah orang yang penuh semangat dan meledak-ledak geloranya, sedangkan Bung Hatta berpembawaan tenang

Cerita berikut ini diceritakan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama, Drs. Moh. Hatta (Bung Hatta) di sela-sela pertempuran Surabaya 10 November 1945. Saat itu pihak tentara Inggris meminta Presiden Soekarno untuk berbicara pada rakyat Surabaya agar rakyat Surabaya menahan diri untuk mengangkat senjata sebab sudah tercapai perdamaian antara pihak Sekutu (Inggris) dan pihak Republik.

Bung Tomo, tokoh pemuda Surabaya yang namanya selalu dikenang apabila membicarakan pertempuran maha dahsyat ini pun sudah melakukan hal itu. Dia telah bicara dengan lantang di radio, bahwa menahan diri bukan berarti bangsa dan negara Republik Indonesia kalah oleh Inggris, tetapi demi terwujudnya perdamaian.


Sayangnya rumor yang berkembang di kalangan para pemuda pergerakan di Jakarta lain lagi. Rumornya, Soekarno meminta rakyat Surabaya agar menyerah. Karena mendegar rumor tersebut yang semakin kuat maka Soekarni, seorang tokoh pemuda saat itu bergegas langsung menemui Bung Hatta di kediamannya.

Soekarni Tokoh Pemuda Angkatan 45
Soekarni, tokoh pemuda yang termakan isu sehingga berani menemui Bung Hatta di kediamannya


Dengan emosional dan sedikit menggerutu, Soekarni mengeluarkan uneg-uneg yang membuatnya kesal kepada Bung Hatta. Padahal sebenarnya, ia termakan oleh kabar bohong.

"Soekarno telah menyerah kepada kemauan Inggris, oleh karena itu tidak pantas lagi menjadi Presiden Republik Indonesia," kata Soekarni pada Bung Hatta.

Dengan tenang Bung Hatta menjawab. "Dan siapa penggantinya?"

"Tan Malaka," jawab Soekarni.

Bung Hatta dengan tenang dan panjang lebar namun langsung tepat sasaran langsung "menguliahi" pada Soekarni, bahwa Republik Indonesia bukanlah suatu perkumpulan atau klub yang ketuanya dapat diganti saja atas tuntutan beberapa anggotanya. Republik Indonesia adalah suatu negara yang presidennya dipilih dengan cara tertentu menurut Undang-undang Dasar, dalam hal ini UUD 1945.

"Cobalah saudara pelajari UUD negara kita itu. Selain daripada itu, tidak benar pula yang saudara tuduhkan kepada Soekarno," kata Hatta pada Soekarni yang menjadi pemimpin para pemuda untuk menculik Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok, menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Tan Malaka
Tan Malaka, tokoh komunis yang diinginkan pemuda untuk menggantikan Presiden Soekarno

Dengan tenang Bung Hatta lalu menjelaskan peristiwa yang sebenarnya terjadi di Surabaya. Bung Hatta paham betul apa yang terjadi di sana, karena dirinya saat itu langsung berada di Surabaya, dan melihatnya sendiri. Jadi tidak cuma mendengar desas-desus.

Setelah "dikuliahi" oleh Bung Hatta, Soekarni pun "tak berkutik" lantas meninggalkan rumah Wakil Presiden dengan wajah memerah karena menahan malu.

"Soekarni tidak dapat berkata lagi dan akhirnya dia langsung begitu saja meninggalkan rumahku," kata Hatta.
(Sejarah RI)

No comments:

Post a Comment