Pulau Lombok terkenal dengan keindahan alamnya yang masih perawan. Tetapi apabila traveling mengunjungi Lombok, jangan hanya sekadar menikmati keindahan alamnya saja karena kebudayaan lokal warga Lombok amat unik dan akan membuat kita tercengang-cengang. Kita akan terpana oleh kebudayaan mereka yang tak bakalan dijumpai di daerah manapun di dunia ini.
Salah satu tradisi kebudayaan Suku Sasak (penduduk asli Pulau Lombok) adalah "Merariq" dan "Nyongkolan" yang masih lestari hingga kini walaupun zaman sudah serba modern.
"Merariq" secara sederhana bisa diartikan sebagai kawin lari. Dimana kaum pria Suku Sasak di Lombok membawa lari (menculik) gadis yang ia cintai. Seorang pria yang melarikan gadis yang ia cintai untuk dinikahi dianggap lebih ksatria dan terhormat daripada meminta atau melamar gadis tersebut kepada orang tuanya. Apalagi kalau ini dilakukan oleh kaum bangsawan Suku Sasak yang disebut "Lalu" dan "Raden".
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasan ini sangat pribadi dan amat kental aspek moralnya yaitu apabila seorang laki-laki sudah berani melarikan anak gadis orang, maka laki-laki tersebut sudah bisa dan dianggap bertanggung jawab atas gadisnya. Makna lainnya, sang laki-laki sudah siap mempertaruhkan nyawanya demi sang gadis.
Bagi masyarakay Sasak, melarikan anak gadis adalah bentuk penghormatan kepada kaum perempuan. Maksudnya, perempuan tidak bisa disamakan dengan benda atau barang yang bisa ditawar atau diminta begitu saja, tetapi harus didapat dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
Melarikan anak gadis juga tidak boleh sembarangan tapi harus mematuhi aturan dan adat istiadat setempat. Jika tidak, maka akan dikenakan sanksi atau denda sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku.
Bagaimana cara kaum laki-laki melaksanakan menculik gadis pujaannya?
Kaum laki-laki muda (disebut Terune) menculik seorang gadis (disebut Dedare) ditemani beberapa orang temannya yang kemudian akan menjadi saksi. Terune tidak boleh membawa Dedare ke rumahnya sendiri, tetapi harus dititipkan ke rumah kerabatnya, temannya yang bisa dipercaya ataupun kepada keluarga lain. Terune tersebut harus melaporkan aksi penculikannya kepada keluarganya, tokoh masyarakat, tokot agama dan tokoh adat di kampungnya.
Beda dengan para orang tua di daerah lainnya yang akan merasa sangat khawatir apabila anaknya (khususnya anak gadisnya) belum pulang hingga jam 22.00, maka orang tua di Lombok selalu berpikiran positif dan merasa tenang-tenang saja.
Orang tua di Lombok yang anak gadisnya tidak pulang ke rumah dalam waktu 24 jam, maka sudah mafhum dan paham bahwa anak gadisnya akan "Merariq". Selanjutnya mereka melapor ke "Keliang" (kepala lingkungan) dan tokoh-tokoh lain di kampungnya. Proses ini disebut "Mesejati".
Setelah 2-3 hari, maka pihak laki-laki (Terune) akan mengirimkan orang untuk mengabarkan kepada orang tua si gadis untuk membicarakan proses selanjutnya. Proses ini disebut "Nyelabar". Biasanya orang yang dikirim adalah Keliang, tokoh adat dan lainnya yang dipercaya oleh si Terune.
Saat Nyelabar, orang tua sang Terune tidak boleh ikut. Disinilah terjadi saling tawar-menawar, yakni pihak Terune harus "Nyerah" membayar ganti rugi ke pihak orang tua si gadis sebagai bentuk pertanggungjawaban karena telah melarikan anak gadisnya. Nah, disini mungkin detak jantung siapapun akan berdegup kencang seperti bunyi genderang perang.
JIka orang tua si gadis setuju, maka tidak akan menjadi masalah. Tapi apabila orangtua si gadis tidak setuju sedangkan pihak Terune ngotot, maka orang tua si gadis akan memasang mahar yang tinggi untuk merestui anak gadisnya. Ini sebagai jaminan atau ikatan agar anak gadisnya diperlakukan dengan baik.
Apabila telah terjadi kesepakatan barulah diadakan "Sorong Serah" atau "Aji Krama" dimana perwakilan pihak Terune dan Dedare bertemu langsung untuk membahas beberapa masalah seperti menentukan hari baik untuk pernikahan, proses akad nikah, "Nyongkolan dan lain sebagainya.
Setelah semuanya mencapai kata mufakat barulah dilakukan akad nikah sesuai dengan kesepakatan. Setelah akad nikah dilaksanakan barulah dilakukan prosesi selanjutnya yaitu Nyongkolan.
Dalam Nyongkolan ini pengantin diarak sekelompok pemuda pemudi dan keluarga kedua mempelai dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak. Saat Nyongkolan ini adalah saat yang tepat untuk berburu foto, khususnya memotret gadis-gadis suku Sasak yang terkenal manis dan cantik.
Kita mungkin berpikir, apabila hal ini terjadi di tempat lain di luar Lombok, pastilah si gadis akan dihamili atau bahkan menjadi korban perbuatan kriminal. Indonesia kita itu indah dan unik bukan? Kita bertanggung jawab untuk memperkenalkan keunikan Indonesia ini ke seluruh dunia.
Saya cinta negaraku, Indonesia. Bagaimana dengan Anda?
(Tri/Lombok)
Kecantikan alami gadis Suku Sasak yang terpancar dari wajahnya yang bebas pulasan make up |
Salah satu tradisi kebudayaan Suku Sasak (penduduk asli Pulau Lombok) adalah "Merariq" dan "Nyongkolan" yang masih lestari hingga kini walaupun zaman sudah serba modern.
"Merariq" secara sederhana bisa diartikan sebagai kawin lari. Dimana kaum pria Suku Sasak di Lombok membawa lari (menculik) gadis yang ia cintai. Seorang pria yang melarikan gadis yang ia cintai untuk dinikahi dianggap lebih ksatria dan terhormat daripada meminta atau melamar gadis tersebut kepada orang tuanya. Apalagi kalau ini dilakukan oleh kaum bangsawan Suku Sasak yang disebut "Lalu" dan "Raden".
Mengapa hal ini bisa terjadi? Alasan ini sangat pribadi dan amat kental aspek moralnya yaitu apabila seorang laki-laki sudah berani melarikan anak gadis orang, maka laki-laki tersebut sudah bisa dan dianggap bertanggung jawab atas gadisnya. Makna lainnya, sang laki-laki sudah siap mempertaruhkan nyawanya demi sang gadis.
Bagi masyarakay Sasak, melarikan anak gadis adalah bentuk penghormatan kepada kaum perempuan. Maksudnya, perempuan tidak bisa disamakan dengan benda atau barang yang bisa ditawar atau diminta begitu saja, tetapi harus didapat dengan penuh perjuangan dan pengorbanan.
Melarikan anak gadis juga tidak boleh sembarangan tapi harus mematuhi aturan dan adat istiadat setempat. Jika tidak, maka akan dikenakan sanksi atau denda sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku.
Bagaimana cara kaum laki-laki melaksanakan menculik gadis pujaannya?
Kaum laki-laki muda (disebut Terune) menculik seorang gadis (disebut Dedare) ditemani beberapa orang temannya yang kemudian akan menjadi saksi. Terune tidak boleh membawa Dedare ke rumahnya sendiri, tetapi harus dititipkan ke rumah kerabatnya, temannya yang bisa dipercaya ataupun kepada keluarga lain. Terune tersebut harus melaporkan aksi penculikannya kepada keluarganya, tokoh masyarakat, tokot agama dan tokoh adat di kampungnya.
Beda dengan para orang tua di daerah lainnya yang akan merasa sangat khawatir apabila anaknya (khususnya anak gadisnya) belum pulang hingga jam 22.00, maka orang tua di Lombok selalu berpikiran positif dan merasa tenang-tenang saja.
Orang tua di Lombok yang anak gadisnya tidak pulang ke rumah dalam waktu 24 jam, maka sudah mafhum dan paham bahwa anak gadisnya akan "Merariq". Selanjutnya mereka melapor ke "Keliang" (kepala lingkungan) dan tokoh-tokoh lain di kampungnya. Proses ini disebut "Mesejati".
Setelah 2-3 hari, maka pihak laki-laki (Terune) akan mengirimkan orang untuk mengabarkan kepada orang tua si gadis untuk membicarakan proses selanjutnya. Proses ini disebut "Nyelabar". Biasanya orang yang dikirim adalah Keliang, tokoh adat dan lainnya yang dipercaya oleh si Terune.
Saat Nyelabar, orang tua sang Terune tidak boleh ikut. Disinilah terjadi saling tawar-menawar, yakni pihak Terune harus "Nyerah" membayar ganti rugi ke pihak orang tua si gadis sebagai bentuk pertanggungjawaban karena telah melarikan anak gadisnya. Nah, disini mungkin detak jantung siapapun akan berdegup kencang seperti bunyi genderang perang.
JIka orang tua si gadis setuju, maka tidak akan menjadi masalah. Tapi apabila orangtua si gadis tidak setuju sedangkan pihak Terune ngotot, maka orang tua si gadis akan memasang mahar yang tinggi untuk merestui anak gadisnya. Ini sebagai jaminan atau ikatan agar anak gadisnya diperlakukan dengan baik.
Apabila telah terjadi kesepakatan barulah diadakan "Sorong Serah" atau "Aji Krama" dimana perwakilan pihak Terune dan Dedare bertemu langsung untuk membahas beberapa masalah seperti menentukan hari baik untuk pernikahan, proses akad nikah, "Nyongkolan dan lain sebagainya.
Setelah semuanya mencapai kata mufakat barulah dilakukan akad nikah sesuai dengan kesepakatan. Setelah akad nikah dilaksanakan barulah dilakukan prosesi selanjutnya yaitu Nyongkolan.
Cantiknya pengantin wanita Sasak saat Nyongkolan |
Pengantin wanita Sasak saat diarak dalam prosesi Nyongkolan |
Dalam Nyongkolan ini pengantin diarak sekelompok pemuda pemudi dan keluarga kedua mempelai dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak. Saat Nyongkolan ini adalah saat yang tepat untuk berburu foto, khususnya memotret gadis-gadis suku Sasak yang terkenal manis dan cantik.
Kita mungkin berpikir, apabila hal ini terjadi di tempat lain di luar Lombok, pastilah si gadis akan dihamili atau bahkan menjadi korban perbuatan kriminal. Indonesia kita itu indah dan unik bukan? Kita bertanggung jawab untuk memperkenalkan keunikan Indonesia ini ke seluruh dunia.
Saya cinta negaraku, Indonesia. Bagaimana dengan Anda?
(Tri/Lombok)
ada yang kurang dari suku bangsawannya keturunan DATU tidak di sebut sebab keturunan DATU pembesar dari keturunan LALU dan RADEN
ReplyDeletewah terima kasih untuk tambajannya
Delete