Sebagai kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat (AS), China adalah negara dengan pemilik badan usaha milik negara (BUMN) terbanyak di dunia.
Di banyak negara, terutama negara Barat, jumlah BUMN bisa dihitung dengan jari alias hanya tak sampai 2 digit. Indonesia sendiri, saat ini tercatat memiliki perusahaan pelat merah sebanyak 142.
BUMN di Negeri Tirai Bambu sangat mendominasi perekonomian. Dengan dukungan pemerintah, plus kekuatan modal dari perbankan, operasional bisnis para BUMN China juga menjangkau hampir seluruh negara.
Lalu berapa sebenarnya jumlah BUMN di China dan mengapa mereka begitu perkasa?
BUMN China berada di bawah State-owned Assets Supervision and Administration Commission of the State Council (SASAC), semacam Kementerian BUMN di Indonesia. Berbeda dengan Kementerian BUMN di Indonesia di mana perusahaan negara bertanggung jawab dan diawasi oleh Menteri BUMN sebagai wakil pemegang saham di bawah Presiden RI, SASAC berada di bawah Dewan Negara yang merupakan bagian dari Partai Komunis China (PKC).
Salah satu BUMN China |
Dikutip dari laman resmi SASAC, saat ini ada setidaknya 96 BUMN yang berada di bawah pengawasannya. Jumlah ini sudah menurun dibandingkan pada tahun 2018 yakni sebanyak 150 BUMN.
Pengurangan ini dilakukan PKC untuk efisiensi dan sinergi. Namun yang perlu diketahui, 96 perusahaan BUMN yang diawasi SASAC merupakan perusahaan yang berada di bawah pengawasan langsung para pemimpin PKC. Di China, 96 BUMN tersebut dikenal sebagai BUMN pusat.
Namun jika menghitung jumlah seluruh anak perusahaan, cucu perusahaan, dan perusahaan afiliasinya di seluruh dunia, jumlahnya mencapai sekitar 150.000 perusahaan yang tersebar di berbagai negara.
Bisnis BUMN China sendiri begitu menggurita, baik di dalam maupun luar negeri. Banyak dari BUMN China mendominasi daftar di 100 perusahaan terbesar di dunia, baik dari sisi aset maupun pendapatan.
Masih menurut laman SASAC, total pendapatan BUMN China sepanjang tahun 2017 lalu yakni mencapai 52,2 triliun yuan atau setara dengan 7,91 triliun dollar AS.
Dikutip dari CGTN News, sejak berdirinya Republik Rakyat China (RRC) ekonomi di negara itu sangat bergantung peran BUMN. Hampir seluruh sendiri ekonomi dikendalikan pemerintah.
Tidak ada yang berubah sampai tahun 1978 atau ketika China mulai membuka diri dan mereformasi ekonominya dengan gaya lebih kapitalis. Pada saat itu, China menerapkan karakteristik pasar ke dalam sistem ekonominya, menyebutnya sebagai ekonomi pasar sosialis. Sejak itu, BUMN China mulai berkembang sangat pesat.
Selain itu, semakin banyak orang China yang menciptakan bisnis mereka sendiri dan mendirikan perusahaan swasta. Saat itu, beberapa ekonom menyarankan pemerintah China melakukan privatisasi BUMN. Namun dengan alasan pengendalikan ekonomi, pemerintah China memutuskan tetap mempertahankan dominasi BUMN.
Pada akhir tahun 90-an, China mulai mengurangi jumlah BUMN, namun tetap mempertahankan kendali atas perusahaan negara yang lebih besar. Beberapa BUMN yang lebih kecil direstrukturisasi.
Selain itu, banyak pembangunan di seluruh China yang tidak mungkin dikelola oleh swasta, terutama terkait infrastruktur publik di beberapa daerah terpencil. Salah satu mega proyek yang telah diselesaikan BUMN itu adalah jalan tol China. Hanya butuh sekitar 30 tahun untuk membangun lebih dari 160.000 kilometer di jalan bebas hambatan, lebih banyak dari negara lain mana pun di dunia.
Hampir semua jalan raya China dibangun oleh BUMN. Ketika negara membutuhkan infrastruktur untuk dibangun, BUMN bisa melakukan tugasnya dengan baik. Didukung oleh pemerintah, sejumlah perusahaan raksasa milik negara itu tidak perlu mempertimbangkan keuntungan finansial dari proyek-proyek ini.
No comments:
Post a Comment