Kasus percabulan yang dilakukan oleh oknum yang seharusnya mengajarkan akhlak kembali terjadi.
Seorang pendeta sekaligus kepala sekolah di Medan, Sumatera Utara divonis 10 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Medan.
Suasana sidang pengadilan terhadap oknum pendeta bernama Benyamin Sitepu yang menjadi predator seksual |
"Menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa Benyamin Sitepu dengan pidana penjara selama 10 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," sebut hakim.
Tidak hanya pidana fisik, Benyamin juga dibebani membayar denda sebesar Rp 60 juta. "Dengan ketentuan jika tak sanggup membayar diganti dengan pidana kurunan selama 3 bulan," beber majelis. Putusan ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang sebelumnya meminta agar Benyamin dihukum 15 tahun penjara.
Atas putusan ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Irma Hasibuan menyatakan pikir-pikir. "Kita akan lapor ke pimpinan dulu," ucapnya usai sidang. Sejumlah keluarga korban yang hadir di ruangan sidang histeris usai hakim membacakan tuntutan. Mereka tak terima dengan putusan yang dinilai ringan itu. Tetapi tak satu pun dari mereka ingin berbacara kepada media.
Kuasa hukum korban, Ranto Sibarani juga menyayangkan putusan ringan itu. "Kami perlu menyampaikan bahwa putusan tersebut tidak memberikan sukacita kepada keluarga korban maupun korban," kata Ranto.
Dia menilai, putusan hakim tersebut tak mencerminkan keadilan, terutama bagi korban yang sampai kini masih trauma dengan aksi pencabulan itu.
Pihaknya juga yakin, selain enam korban yang berani bicara, ada korban lain dari aksi bejat pendeta itu. "Kami yakin masih ada korban lain," ungkapnya.
Dia berharap, jaksa segera mengajukan banding atas putusan itu. Pihaknya juga akan mengadukan hal itu kepada Komnas Perlindungan Anak, Mahkamah Agung dan Presiden bahwa majelis hakim tidak mampu menjatuhkan hukuman yang memberi efek jera terhadap predator seks anak seperti Benyamin. "Kami meminta MA untuk mengevaluasi putusan itu," pungkasnya.
Kasus pencabulan ini terungkap pada Maret 2021 setelah salah seorang korban buka suara terkait tindakan kepala sekolah swasta itu.
Modus yang digunakannya dalam menjalankan aksinya adalah dengan cara memanggil korban untuk datang ke ruangannya.
Beberapa korban dibawa ke hotel dan rumah pendeta itu. Bahkan, salah satu korban dipaksa untuk melakukan oral seks di dalam kamar hotel.
No comments:
Post a Comment