Berbagai cara ditempuh untuk menjaga diri dari serangan virus corona, termasuk melindungi area mulut dengan obat kumur. Banyak orang meyakini, obat kumur dapat membantu membunuh kuman dan virus yang ada di sekitar mulut. Tapi, benarkah demikian?
Dilansir dari Live Science 21 Oktober 2020, para peneliti melakukan eksperimen yang dilakukan di laboratorium, menggunakan sel manusia yang dikultur dalam larutan.
Pada penelitian ini, para peneliti tidak menguji langsung pada orang-orang, bagaimana efek penggunaan produk seperti obat kumur pada virus corona. Selain itu, perlu dicatat bahwa para ilmuwan dalam penelitian ini menggunakan bentuk virus corona yang disebut HCoV ? 229e - bukan SARS-CoV – 2, yang merupakan virus corona spesifik penyebab Covid-19.
Namun menurut peneliti, kedua virus tersebut secara genetik serupa, sehingga hasil eksperimen diharapkan sama.
Sementara itu, otoritas kesehatan masih berusaha untuk menghilangkan kesalahpahaman terkait pertahanan virus corona. Banyak ilmuwan yang menyerukan agar ada lebih banyak penelitian yang menyelidiki, bagaimana produk seperti obat kumur dapat berinteraksi dengan dan menonaktifkan SARS-CoV-2, karena adanya bahan kimia yang diketahui mengganggu selaput virus.
Untuk memeriksa hal ini, tim dari Penn State University mengekspos sel hati manusia dalam kultur dengan larutan campuran yang mengandung HCoV-229e, baik itu pada obat kumur, semprotan hidung, atau sampo bayi yang diencerkan hingga 1 persen.
Hasil pengujian mengungkap, bahwa semua produk tersebut efektif dalam menonaktifkan virus, meskipun tingkat efektivitasnya bervariasi di antara setiap produk, dan tergantung pada berapa lama produk tersebut bersentuhan dengan virus. "Dengan waktu kontak 1 hingga 2 menit, larutan sampo bayi 1 persen mampu menonaktifkan lebih dari 99 persen hingga 99,9 persen virus atau lebih," tulis para peneliti dalam makalah mereka.
Di antara larutan oral, banyak produk yang diuji tampak mampu menonaktifkan 99,99 persen virus setelah 30 detik, dan ketika waktu inkubasi bertambah lama dari itu (1 hingga 2 menit), para peneliti tidak dapat mendeteksi virus menular yang tersisa di dalam sel.
Temuan yang telah dilaporkan dalam Journal of Medical Virology ini, mendukung penelitian sebelumnya dari Jerman yang diterbitkan pada Juli lalu, yang juga menyatakan paparan obat kumur dapat secara signifikan mengurangi lonjakan jumlah virus corona. Sebagai catatan, bahwa penelitian di Jerman menggunakan SARS-CoV-2 dalam percobaan, yang serupa dengan penelitian Penn State.
Meski demikian, tak satu pun dari studi tersebut membuat peneliti yakin akan mendapatkan hasil yang sama jika pengujian dilakukan langsung pada manusia.
“Ada banyak hal yang tidak kami ketahui tentang bagaimana produk seperti obat kumur dapat berfungsi dalam skenario dunia nyata,” kata ahli mikrobiologi Craig Meyers, penulis pertama studi tersebut. Namun, mengingat hasil positif yang didapatkan dalam eksperimen seperti ini - dan mengingat betapa sedikit pertahanan yang dimiliki saat ini terhadap virus corona - di luar protokol kesehatan seperti menjaga jarak secara fisik, mencuci tangan, dan memakai masker - para peneliti mengatakan harus melakukan penelitian lebih lanjut, dengan mengamati uji klinis untuk mengevaluasi apakah produk seperti obat kumur benar-benar dapat mengurangi viral load pada pasien positif Covid-19.
"Uji klinis diperlukan untuk menentukan apakah produk ini dapat mengurangi jumlah pasien positif virus corona atau melindungi mereka dengan pekerjaan be
risiko tinggi yang dapat dengan mudah terinfeksi saat berbicara, batuk, atau bersin," ujar Meyers. "Bahkan jika penggunaan obat kumur dapat mengurangi transmisi hingga 50 persen, itu tentu akan berdampak besar."
Sumber: Live Science
No comments:
Post a Comment