Hingga hari ini, sudah lebih dari 1 juta orang di dunia telah terinfeksi virus corona dengan tingkat kematian sekitar 5 persen.
Sejak wabah virus corona terjadi pada akhir Desember 2019, para ahli kesehatan telah menekankan betapa pentingnya mencuci tangan dengan sabun, menyemprotkan disinfektan, dan menutupi mulut dengan lengan saat batuk.
Namun demikian, laju penyebaran virus corona membutuhkan upaya yang lebih keras. Hal ini membuat sejumlah negera mengambil tindakan penguncian dan menerapkan jaga jarak. Bagaimana sebenarnya virus corona itu menyebar?
Menurut penelitian baru yang diterbitkan dalan The New England Journal of Medicine, para ilmuwan menyebut bahwa partikel aerosol dapat menyebarkan virus corona. Hal itu mengindikasikan adanya kemungkinan penularan penyakit melalui udara, tetapi dalam kondisi tertentu.
Partikel Aerosol vs Droplet (tetesan pernapasan)
Meski terlihat sama, tetapi partikel aerosol tidak sama dengan tetesan dari pernapasan. Direktur Medis Mikrobiologi Diagnostik di Rumah Sakit Methodist Houston S. Wesley Long mengatakan, partikel aerosol memiliki ukuran yang jauh lebih kecil. "Maka partikel dapat melakukan perjalanan jarak jauh dan dapat dengan mudah dihirup ke paru-paru," kata Long, seperti dilansir dari Huffpost, Rabu (1/4/2020).
"Tetesan pernapasan cenderung sekitar 20 kali lebih besar dan berjalan sekitar enam kaki (2 meter) atau kurang sebelum jatuh ke tanah," lanjutnya.
Partikel aerosol mungkin hanya akan ditemukan dalam kondisi tertentu dan memiliki risiko infeksi sangat rendah pada kebanyakan orang. Namun, penelitian itu menunjukkan bahwa partikel aerosol dapat melayang di udara selama beberapa jam. Hal inilah yang membuat para petugas medis memiliki risiko tinggi akan terpapar virus corona.
Sementara itu, Profesor yang juga merupakan Ketua Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bryant University, Kristen Hokeness menyebutkan, prosedur lain yang dapat menghasilkan aerosol adalah prosedur pelingkupan dan CPR.
Ketika cairan yang mengandung virus, seperti air liur atau lendir terganggu selama prosedur, cairan itu dapat tetap tinggal di udara dengan bergantung pada tetesan air, debu, dan partikel lainnya.
"Begitu berada di udara, partikel-partikel itu dapat tersebar melalui aliran udara dari ventilasi atau kipas yang membantu mereka bergerak di luar ruang langsung mereka," jelas Hokeness. Selain sirkulasi udara, menurut Hokeness, aktivitas manusia seperti berjalan dan membuka pintu juga dapat lebih memudahkan perjalanan partikel.
Di sisi lain, tetesan pernapasan (droplet) memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan dapat mendarat dengan cepat setelah dilepaskan oleh orang yang terinfeksi. Perbedaan transmisinya adalah droplet diproduksi ketika seseorang sedang batuk atau bersin.
Droplet terbatas dalam hal jangkauan. Droplet bisa mengenai seseorang ketika berada dalam jarak dekat sekitar 1 meter. Itulah sebabnya kami mengatakan 2 meter sebagai ukuran jarak," jelas dia.
Meski demikian, penyebaran virus melalui udara bukanlah cara yang paling berpotensi membuat seseorang terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Jika ini terjadi, maka jumlah orang yang terinfeksi akan lebih banyak.
Virus corona diprediksi menyebar ke sekitar 2 hingga 2,5 orang untuk setiap satu orang yang terinfeksi. Ketika sebuah penelitian menunjukkan bahwa virus corona bisa muncul sebagai aerosol, sebuah laporan dari dua rumah sakit di Wuhan justru tidak mendeteksi partikel-partikel seperti dalam 35 sampel udara.
Cara penularan yang paling umum diyakini masih melalui kontak dengan tetesan pernapasan. Artinya, penularan tetesan dapat terjadi ketika seseorang batuk ke permukaan benda atau tangan, kemudian ditransfer oleh tangan ke hidung atau mulut penerima.
"Kami masih belajar tentang Covid-19, tetapi virus corona dapat hidup beberapa hari di permukaan yang keras dan bekerja dengan baik pada kulit. Mereka kurang optimal pada permukaan berpori seperti karton atau kain," kata Long.
Penelitian dalam The New England Journal of Medicine mengulas berapa lama virus corona hidup dalam berbagai konteks. Sebagai partikel aerosol yang melayang di udara, virus dapat bertahan hingga tiga jam. Sementara, pada plastik dan stainless steel dapat bertahan hingga tiga hari. Para peneliti menemukan bahwa virus itu bertahan untuk waktu yang jauh lebih sedikit pada tembaga, yaitu sekitar empat jam.
"Ini adalah bukti sangat awal tentang bagaimana virus dapat menyebar. Terkadang itu tidak selalu sempurna ketika diterjemahkan ke dunia," kata Hokeness. "Tapi diskusi ini penting ketika kita berusaha untuk menjaga petugas perawatan kesehatan dan publik. Kami mempelajari semuanya secara real time," lanjut dia.
Sumber: Kompas
Sejak wabah virus corona terjadi pada akhir Desember 2019, para ahli kesehatan telah menekankan betapa pentingnya mencuci tangan dengan sabun, menyemprotkan disinfektan, dan menutupi mulut dengan lengan saat batuk.
Namun demikian, laju penyebaran virus corona membutuhkan upaya yang lebih keras. Hal ini membuat sejumlah negera mengambil tindakan penguncian dan menerapkan jaga jarak. Bagaimana sebenarnya virus corona itu menyebar?
Menurut penelitian baru yang diterbitkan dalan The New England Journal of Medicine, para ilmuwan menyebut bahwa partikel aerosol dapat menyebarkan virus corona. Hal itu mengindikasikan adanya kemungkinan penularan penyakit melalui udara, tetapi dalam kondisi tertentu.
Partikel Aerosol vs Droplet (tetesan pernapasan)
Meski terlihat sama, tetapi partikel aerosol tidak sama dengan tetesan dari pernapasan. Direktur Medis Mikrobiologi Diagnostik di Rumah Sakit Methodist Houston S. Wesley Long mengatakan, partikel aerosol memiliki ukuran yang jauh lebih kecil. "Maka partikel dapat melakukan perjalanan jarak jauh dan dapat dengan mudah dihirup ke paru-paru," kata Long, seperti dilansir dari Huffpost, Rabu (1/4/2020).
"Tetesan pernapasan cenderung sekitar 20 kali lebih besar dan berjalan sekitar enam kaki (2 meter) atau kurang sebelum jatuh ke tanah," lanjutnya.
Partikel aerosol mungkin hanya akan ditemukan dalam kondisi tertentu dan memiliki risiko infeksi sangat rendah pada kebanyakan orang. Namun, penelitian itu menunjukkan bahwa partikel aerosol dapat melayang di udara selama beberapa jam. Hal inilah yang membuat para petugas medis memiliki risiko tinggi akan terpapar virus corona.
Sementara itu, Profesor yang juga merupakan Ketua Departemen Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Bryant University, Kristen Hokeness menyebutkan, prosedur lain yang dapat menghasilkan aerosol adalah prosedur pelingkupan dan CPR.
Ketika cairan yang mengandung virus, seperti air liur atau lendir terganggu selama prosedur, cairan itu dapat tetap tinggal di udara dengan bergantung pada tetesan air, debu, dan partikel lainnya.
"Begitu berada di udara, partikel-partikel itu dapat tersebar melalui aliran udara dari ventilasi atau kipas yang membantu mereka bergerak di luar ruang langsung mereka," jelas Hokeness. Selain sirkulasi udara, menurut Hokeness, aktivitas manusia seperti berjalan dan membuka pintu juga dapat lebih memudahkan perjalanan partikel.
Di sisi lain, tetesan pernapasan (droplet) memiliki ukuran yang jauh lebih besar dan dapat mendarat dengan cepat setelah dilepaskan oleh orang yang terinfeksi. Perbedaan transmisinya adalah droplet diproduksi ketika seseorang sedang batuk atau bersin.
Droplet terbatas dalam hal jangkauan. Droplet bisa mengenai seseorang ketika berada dalam jarak dekat sekitar 1 meter. Itulah sebabnya kami mengatakan 2 meter sebagai ukuran jarak," jelas dia.
Meski demikian, penyebaran virus melalui udara bukanlah cara yang paling berpotensi membuat seseorang terinfeksi virus corona jenis baru penyebab Covid-19. Jika ini terjadi, maka jumlah orang yang terinfeksi akan lebih banyak.
Virus corona diprediksi menyebar ke sekitar 2 hingga 2,5 orang untuk setiap satu orang yang terinfeksi. Ketika sebuah penelitian menunjukkan bahwa virus corona bisa muncul sebagai aerosol, sebuah laporan dari dua rumah sakit di Wuhan justru tidak mendeteksi partikel-partikel seperti dalam 35 sampel udara.
Cara penularan yang paling umum diyakini masih melalui kontak dengan tetesan pernapasan. Artinya, penularan tetesan dapat terjadi ketika seseorang batuk ke permukaan benda atau tangan, kemudian ditransfer oleh tangan ke hidung atau mulut penerima.
"Kami masih belajar tentang Covid-19, tetapi virus corona dapat hidup beberapa hari di permukaan yang keras dan bekerja dengan baik pada kulit. Mereka kurang optimal pada permukaan berpori seperti karton atau kain," kata Long.
Penelitian dalam The New England Journal of Medicine mengulas berapa lama virus corona hidup dalam berbagai konteks. Sebagai partikel aerosol yang melayang di udara, virus dapat bertahan hingga tiga jam. Sementara, pada plastik dan stainless steel dapat bertahan hingga tiga hari. Para peneliti menemukan bahwa virus itu bertahan untuk waktu yang jauh lebih sedikit pada tembaga, yaitu sekitar empat jam.
"Ini adalah bukti sangat awal tentang bagaimana virus dapat menyebar. Terkadang itu tidak selalu sempurna ketika diterjemahkan ke dunia," kata Hokeness. "Tapi diskusi ini penting ketika kita berusaha untuk menjaga petugas perawatan kesehatan dan publik. Kami mempelajari semuanya secara real time," lanjut dia.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment