Mantan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya akhirnya buka-bukaan mengenai sumbangsih yang telah dilakukannya untuk membangkitkan TVRI.
Helmy buka-bukaan mengungkap alasan TVRI tidak menayangkan Liga Indonesia (yang dianggap sebagai konten lokal) dan memilih menayangkan Liga Inggris. Menurut dia, pembelian hak siar Liga Indonesia lebih mahal 4-5 kali lipat jika dibandingkan dengan Liga Inggris.
"Ada yang tanya kenapa (TVRI) tidak beli Liga Indonesia? Liga Indonesia harganya 4-5 kali lipat dari Liga Inggris," kata Helmy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020.
Helmy menjelaskan bahwa TVRI mendapatkan harga yang sangat murah untuk membeli hak siar Liga Inggris. TVRI hanya membayar sekitar 2 juta dollar AS per sesi tayang. "Katakan rezeki anak saleh, mendapatkan kesempatan tayangkan Liga Inggris dengan harga yang sangat murah. Harganya cuma 3 juta dollar AS, 1 juta dollar AS itu komitmen diambil iklannya. Kami cuma bayar 2 juta dollar AS," jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Helmy kesempatan tersebut tak mungkin disia-siakannya. Ia yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama TVRI pun memutuskan membeli hak siar Liga Inggris. Menurut dia, setiap stasiun televisi membutuhkan "killer content" untuk menarik penonton.
Helmy mengatakan, Liga Inggris merupakan "killer content" bagi TVRI. "Liga Inggris bagi kami adalah killer content, sebuah showcase, sebuah etalase, orang melihatnya dan dia akan masuk, lalu dia akan belanja program-program yang lain, yaitu sosialisasi kami, pendidikan kami, dan sebagainya," tutur Helmy.
Ia pun menegaskan, TVRI sangat sanggup membeli hak siar Liga Inggris. Sebab, pembelian Liga Inggris bisa menggunakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TVRI.
"Apakah konyol kami dengan PNBP, tidak. PNBP TVRI itu sekitar Rp 150 miliar, kami boleh ambil Rp 120 miliar. Kalau hanya akan bayar Liga Inggris seharga 2 juta dollar AS atau Rp 28 miliar, kecil, itu pasti kami bisa bayar," kata dia.
Berdasarkan hal itu, Helmy menyatakan bahwa pihaknya tak terima jika pembelian hak siar Liga Inggris disebutkan berpotensi gagal bayar seperti kasus di tubuh PT Asuransi Jiwasraya. Menurut dia, kasus antara pembayaran Liga Inggris dan polis nasabah Jiwasraya merupakan hal yang berbeda. "Kalau dianggap kami gagal bayar seperti Jiwasraya, masya Allah sungguh dua perbandingan yang sangat berbeda," ujar Helmy.
Sebelumnya, Dewan Pengawas TVRI mengatakan, hak siar penayangan Liga Inggris yang dibeli saat Helmy Yahya menjabat Direktur Utama berpotensi menimbulkan gagal bayar atau utang. Anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko (Moko) bahkan menyatakan potensi utang tersebut mirip dengan krisis keuangan di PT Asuransi Jiwasraya.
"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," kata Moko dalam rapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 21 Januari 2020.
Moko menyampaikan, Helmy sempat mengatakan bahwa program Liga Inggris ditayangkan tanpa biaya. Nyatanya, kata dia, penayangan Liga Inggris berbiaya senilai Rp 126 miliar untuk kontrak tiga sesi, yaitu selama 2019-2022. "Setiap sesi berbiaya 3 juta USD untuk 76 match atau senilai lebih dari Rp 552 juta per pertandingan," ujar dia.
Sumber: Kompas
Helmy buka-bukaan mengungkap alasan TVRI tidak menayangkan Liga Indonesia (yang dianggap sebagai konten lokal) dan memilih menayangkan Liga Inggris. Menurut dia, pembelian hak siar Liga Indonesia lebih mahal 4-5 kali lipat jika dibandingkan dengan Liga Inggris.
Mantan Direktur Utama TVRI, Helmy Yahya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi 1 DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta pada Selasa 28 Januari 2020 |
"Ada yang tanya kenapa (TVRI) tidak beli Liga Indonesia? Liga Indonesia harganya 4-5 kali lipat dari Liga Inggris," kata Helmy dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020.
Helmy menjelaskan bahwa TVRI mendapatkan harga yang sangat murah untuk membeli hak siar Liga Inggris. TVRI hanya membayar sekitar 2 juta dollar AS per sesi tayang. "Katakan rezeki anak saleh, mendapatkan kesempatan tayangkan Liga Inggris dengan harga yang sangat murah. Harganya cuma 3 juta dollar AS, 1 juta dollar AS itu komitmen diambil iklannya. Kami cuma bayar 2 juta dollar AS," jelasnya.
Oleh karena itu, menurut Helmy kesempatan tersebut tak mungkin disia-siakannya. Ia yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama TVRI pun memutuskan membeli hak siar Liga Inggris. Menurut dia, setiap stasiun televisi membutuhkan "killer content" untuk menarik penonton.
Helmy mengatakan, Liga Inggris merupakan "killer content" bagi TVRI. "Liga Inggris bagi kami adalah killer content, sebuah showcase, sebuah etalase, orang melihatnya dan dia akan masuk, lalu dia akan belanja program-program yang lain, yaitu sosialisasi kami, pendidikan kami, dan sebagainya," tutur Helmy.
Ia pun menegaskan, TVRI sangat sanggup membeli hak siar Liga Inggris. Sebab, pembelian Liga Inggris bisa menggunakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) TVRI.
"Apakah konyol kami dengan PNBP, tidak. PNBP TVRI itu sekitar Rp 150 miliar, kami boleh ambil Rp 120 miliar. Kalau hanya akan bayar Liga Inggris seharga 2 juta dollar AS atau Rp 28 miliar, kecil, itu pasti kami bisa bayar," kata dia.
Berdasarkan hal itu, Helmy menyatakan bahwa pihaknya tak terima jika pembelian hak siar Liga Inggris disebutkan berpotensi gagal bayar seperti kasus di tubuh PT Asuransi Jiwasraya. Menurut dia, kasus antara pembayaran Liga Inggris dan polis nasabah Jiwasraya merupakan hal yang berbeda. "Kalau dianggap kami gagal bayar seperti Jiwasraya, masya Allah sungguh dua perbandingan yang sangat berbeda," ujar Helmy.
Sebelumnya, Dewan Pengawas TVRI mengatakan, hak siar penayangan Liga Inggris yang dibeli saat Helmy Yahya menjabat Direktur Utama berpotensi menimbulkan gagal bayar atau utang. Anggota Dewas TVRI Pamungkas Trishadiatmoko (Moko) bahkan menyatakan potensi utang tersebut mirip dengan krisis keuangan di PT Asuransi Jiwasraya.
"Saya akan sampaikan kenapa Liga Inggris itu menjadi salah satu pemicu gagal bayar ataupun munculnya utang skala kecil seperti Jiwasraya," kata Moko dalam rapat dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 21 Januari 2020.
Moko menyampaikan, Helmy sempat mengatakan bahwa program Liga Inggris ditayangkan tanpa biaya. Nyatanya, kata dia, penayangan Liga Inggris berbiaya senilai Rp 126 miliar untuk kontrak tiga sesi, yaitu selama 2019-2022. "Setiap sesi berbiaya 3 juta USD untuk 76 match atau senilai lebih dari Rp 552 juta per pertandingan," ujar dia.
Sumber: Kompas
No comments:
Post a Comment