Tuesday, August 20, 2019

Muhammadiyah Bandingkan Ceramah Abdul Somad dengan Ceramah KH Azhar di Akademi Katolik

Video ceramah Ustadz Abdul Somad (UAS) yang membawa-bawa salib, jin kafir dan patung di Pekanbaru, Riau yang viral akhirnya berbuntut pada pelaporan ke Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri. Somad dituding telah menistakan agama.

Ustadz Abdul Somad menista agama
Ustadz Abdul Somad

Terkait hal tersebut, UAS kemudian memberikan klarifikasi tentang ceramahnya itu. Ia hanya menjawab pertanyaan dari jemaah tentang patung dan kedudukan Nabi Isa, saat ceramah di masjid secara tertutup.

UAS mengaku ceramah itu disampaikan tiga tahun lalu di kajian subuh di Masjid An-Nur, Pekanbaru.

Menyikapi polemik ini, Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, KH Fathurrahman Kamal, menjelaskan konten ceramah yang disampaikan UAS tersebut. Dalam menjelaskan konten ceramah UAS, Kiai Fathurrahman membandingkannya dengan ceramah KH Ahmad Azhar Basyir di Akademi Katolik Yogyakarta.

Berikut penjelasan lengkap KH Fathurrahman dalam keterangan tertulisnya:
Pada 1969, tokoh Muhammadiyah KH Ahmad Azhar Basyir, MA (yang kemudian menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah 1990-1995) menyampaikan kuliah tentang Muhammadiyah di Akademi Kateketik Katolik Yogyakarta. Secara tulus Kiai Azhar Basyir menyampaikan ucapan terima kasih, bahkan merasa mendapat kehormatan dengan undangan dari Institusi Katolik tersebut. Ketika itu, Kiai Azhar Basyir menyampaikan ceramah dengan judul: “Mengapa Muhammadiyah berjuang menegakkan tauhid jang murni?”

Kata Sang Kiai, “Karena Muhammadiyah yakin benar-benar, dan ini adalah keyakinan seluruh umat Islam, bahwa tauhid jang murni adalah ajaran Allah sendiri. Segala ajaran jang bertendensi menanamkan kepercayaan “Tuhan berbilang” bertentangan dengan ajaran Allah. Dan oleh karena keyakinan “Tuhan berbilang” itu menyinggung Keesaan Tuhan jang mutlak, maka keyakinan “Tuhan berbilang” itu benar-benar dimurkai Allah. Tauhid murni mengajarkan Keesaan Tuhan secara mutlak. Kepercayaan bahwa sesuatu atau seseorang selain Allah mempunyai sifat ke-Tuhanan, disebut “syirik”. Syirik adalah perbuatan dosa terbesar yang tidak diampuni Allah.”

Apakah lantas Kiai Azhar Basyir dianggap menista ajaran Katolik? Tentu tidak, sebab pidato tersebut tidak dapat dipisahkan dari konteks; baik konteks peristiwa atau lingkungan di mana beliau diminta untuk memberi kuliah tentang Muhammadiyah, konteks internal pembicara yang tak dapat dipisahkan dari suasana batin maupun keyakinan agamanya (tauhid murni). Sebab beliau tak hendak tampil dengan wajah ganda. Beliau menerangkan tauhid yang autentik, dan tak bermaksud menista keyakinan saudara-saudara kita yang beragama Katolik.

Muhammadiyah dikenal sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar sejak berdiri tahun 1912. Bahkan salah satu faktor penting pendorong lahirnya Muhammadiyah adalah melawan penetrasi misi zending Kristiani dengan mendirikan amal usaha sekolah, rumah sakit dan panti asuhan untuk menolong kaum dhuafa yang menjadi target sasaran pemurtadan (Membendung Arus: Alwi Shihab, 2016). Sehingga banyak lahir dai/ulama/pakar kristologi di lingkungan Muhammadiyah seperti  KH Bahaudin Mudhari dan KH Abdullah Wasian. Dakwah tabligh memurnikan tauhid ini telah dikenal luas baik di internal umat Islam maupun eksternal antar umat beragama di Indonesia. Tidak pernah terbayang dan terjadi dakwah ala Muhammadiyah tersebut dianggap sebagai penistaan terhadap agama di luar Islam.

Muhammadiyah itu mencerahkan, tapi juga meneguhkan. Ciri khas berislam ala Muhammadiyah adalah ideologi Tajdid. Tajdid itu keserasian antara tsawabit (purifikasi) dan mutghayyirat (dinamisasi). Akidah itu masuk pada domain tsawabit (purifikasi), peneguhan yang secara internal umat dan warga harus diproteksi, tentu dengan adab dan etika pada umumnya. 

Kita pun sangat memahami sikap teologis umat non-Islam terhadap persoalan teologis internal umat Islam. Peneguhan-peneguhan yang dilakukan di internal umat tidak dapat dimaknai sebagai penistaan ajaran agama lain, sebagaimana para pastur/pendeta meneguhkan iman jamaatnya dengan tidak membenarkan, atau mungkin memperolok-olok, teologi agama selain agama mereka sendiri. Maka di ranah inilah berlaku tasamuh (toleransi), saling memahami dan empati. Tak perlu baper. Demikian pula halnya konten ceramah Ustaz Abdul Somad, jangan dimaknai berlebihan karena itu dilakukan dalam ranah terbatas internal umat, bukan disampaikan secara terbuka di tempat publik. Lihatlah peristiwa KH Ahmad Azhar Basyir, baik muslim dan Katolik harus sama-sama dewasa. 


Hanya dengan kedewasaan dan kearifan umat beragama, kita dapat terus merajut dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Para warganet dari kalangan agama apapun hendaknya bijak mencerna, menyaring dan berhati-hati menyatakan sesuatu ke ranah publik yang tidak seharusnya dan tidak pada tempatnya untuk dibawa ke ranah hukum. Jika tidak, maka ini hanya akan menyiram api ke atas rumput kering yang mudah terbakar. Kami meminta dengan tegas agar pemerintah dan aparat hukum dapat menyelesaikan masalah ini dengan tepat dan bijak agar potensi konflik umat beragama dapat diredam. Semoga Allah SWT memberkati kita semua.

Sumber: disini

No comments:

Post a Comment