Kasus terorisme di Indonesia nampaknya sudah sedemikian
parah dan fatalnya meracuni generasi muda sehingga fanatisme yang ada tidak
lagi bisa mencerna nilai-nilai agama yang benar secara jernih.
Hal ini berakibat nilai-nilai luhur kemuliaan Tuhan
ditafsirkan secara serampangan sehingga menyebabkan timbulnya rasa saling
membenci dan tiada penyesalan kala berhasil menghilangkan nyawa banyak orang
lain.
Hal ini bisa dilihat ketika pada Kamis 20 Oktober 2016 lalu pengadilan
menjatuhkan hukuman 10 tahun penjara, kepada seorang anggota teroris ISIS, Dodi
Suradi (23 tahun) karena keterlibatannya dalam bom bunuh diri dan serangan
bersenjata di Jakarta pada awal tahun 2016 ini.
Suradi tidak menunjukkan penyesalan saat disidang, bahkan ia memamerkan senyum lebarnya kala menjalani sidang |
Dodi ditangkap aparat keamanan sehari setelah kejadian serangan
bom pada 14 Januari 2016 di Kawasan Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat
yang menewaskan 8 orang, termasuk 4 orang yang diketahui merupakan anggota
militan simpatisan ISIS.
Dari pantauan selama persidangan, Suradi tidak terlihat
menunjukan penyesalan sedikit pun ketika menjalani persidangan. Bahkan dengan
percaya diri ia mengatakan tidak akan mengajukan banding karena hukumannya
adalah "risiko menjadi seorang teroris".
⠀
Saat para petugas yang menjaga hendak membawa dirinya keluar
dari ruang sidang, Suradi sempat mengucapkan takbir dan memamerkan senyuman
lebar kepada para wartawan dan pengunjung sidang.
Hakim Achmad Fauzi yang memimpin persidangan di Pengadilan
Negeri Jakarta Barat menyebutkan bahwa Suridi melanggar undang-undang anti
teror Indonesia, karena memberikan pasokan yang digunakan untuk membuat bom
yang dipakai dalam serangan.
Diketahui bahwa Suradi menasbihkan dirinya untuk bersumpah
setia (baiat) kepada ISIS pada tahun 2014.
Dalam persidangan ini, Ali Hamka (48 tahun) yang juga
merupakan simpatisan ISIS diganjar vonis hukuman 4 tahun penjara karena mencoba
mencari senjata dan amunisi bagi para teroris.
Ali Hamka juga diketahui aktif menebarkan ideologi kekerasan
dan bahkan mengirimkan putranya ke Poso, Sulawesi Tengah untuk bergabung dengan
Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso yang tewas ditangan aparat keamanan
pada bulan Juli 2016 lalu.
(IB Times)
No comments:
Post a Comment