Banyak yang beranggapan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada rakyat soal Freeport. Namun fakta menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo menunjukkan taringnya dengan mengancam akan mencabut kontrak karya PT Freeport Indonesia apabila tidak memenuhi 3 syarat utama, yakni kenaikan royalti emas serta tembaga, memproses limbah berbahaya dan melepas saham (divestasi). Cadangan emas tambak Freeport ini bisa digunakan untuk menolong penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pemerintah melalui Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengajukan persyaratan tersebut jika Freeport masih ingin mengeruk kekayaan Papua dalam bentuk emas dan tembaga. Sebab selama ini, bangsa Indonesia tidak menikmati keuntungan dari perpanjangan kontrak dengan anak usaha Freeport McMoran. Selama ini, sejak Soeharto meneken kontrak setelah jatuhnya Soekarno, Indonesia hanya mendapatkan royalti sebesar 1 persen dari tambang tersebut. Sebuah hal yang amat membodohi sekaligus merugikan bangsa Indonesia.
Kontrak dengan Freeport ini merupakan kontrak perusahaan asing pertama yang ditandatangani oleh Soeharto setelah ia menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Soekarno.
Rizal Ramli mengatakan "Jangan bayar royalti 1 persen lagi, naikkan jadi 60 sampai 70 persen. Royalti tembaga juga harus lebih tinggi. Jangan buang limbah sembarangan tanpa diproses dan jangan cari-cari alasan tidak mau divestasi saham," saat acara Rembug Nasional Peringatan Satu Tahun Jokowi-JK di Waroeng Solo, Jakarta, pada Selasa 20 Oktober 2015.
Ditambahkan lagi oleh Rizal Ramli bahwa perusahaan tambang lainnya, seperti Newmont dan masih banyak lagi tak ada yang seberani PT. Freeport Indonesia. PT Newmont Nusa Tenggara dan perusahaan tambang lain, bahkan mengolah limbahnya sebelum dibuang ke sungai atau laut.
Rizal Ramli secara blak-blakan mengatakan Freeport bisa seberani itu karena pejabat Indonesia mudah disogok. "Kalau saya bicara lebih detail, bisa masuk ke New York Times, jadi mending kita simpan dulu," tambahnya dengan geram.
Menurut Rizal, ini adalah momentum terbaik bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menulis ulang sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia mengingat ada cadangan emas sangat fantastis yaitu sekitar 23 juta ounce, begitu pula dengan cadangan tembaga.
Rizal mengatakan bahwa Pemerintah Jokowi tidak anti asing, namun pemerintah ingin pembayaran yang lebih fair. Apabila Freeport bersedia melakukan syarat yang diajukan, maka pemerintah baru bersedia menegosiasi. Namun apabila Freeport tetap membandel, maka pemerintah akan mencabut kontrak karya yang telah berjalan sejak dahulu. Ditegaskan oleh Rizal, apabila cadangan emas Freeport dimasukkan ke dalam cadangan dana Bank Indonesia, maka Rupiah bisa menguat melampaui Rp. 5.000 per dollar AS dan ekonomi Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan yang amat menakutkan dan seksi di mata negara manapun.
Oleh karena itu, dia meminta agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk melakukan negosiasi kontrak sesuai aturan berlaku, yaitu dua tahun sebelum kontrak berakhir di 2021. Jadi proses negosiasi baru bisa dimulai pada 2019.
"Makanya harus dipepet Freeport itu, jangan negosiasi sekarang. Ada Menteri yang keblinger mau negosiasi sekarang. Kita bikin kepepet, sehingga pihannya terbatas buat mereka. Pasti Freeport atau Pendiri dan Pemilik Freeport McMoran, James R Moffet mau kok tandatangan, daripada rugi, mending dapat 60-70 persen," pungkas Rizal.
Sebuah niat keras pemerintah yang harus kita dukung agar bangsa-bangsa lain melihat bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang mempunyai harga diri untuk berdiri dengan kedua kaki sendiri.
(Tempo, Liputan 6, dan sumber lain)
Pemerintah melalui Menko Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli mengajukan persyaratan tersebut jika Freeport masih ingin mengeruk kekayaan Papua dalam bentuk emas dan tembaga. Sebab selama ini, bangsa Indonesia tidak menikmati keuntungan dari perpanjangan kontrak dengan anak usaha Freeport McMoran. Selama ini, sejak Soeharto meneken kontrak setelah jatuhnya Soekarno, Indonesia hanya mendapatkan royalti sebesar 1 persen dari tambang tersebut. Sebuah hal yang amat membodohi sekaligus merugikan bangsa Indonesia.
Kontrak dengan Freeport ini merupakan kontrak perusahaan asing pertama yang ditandatangani oleh Soeharto setelah ia menjadi Presiden Republik Indonesia menggantikan Soekarno.
Rizal Ramli mengatakan "Jangan bayar royalti 1 persen lagi, naikkan jadi 60 sampai 70 persen. Royalti tembaga juga harus lebih tinggi. Jangan buang limbah sembarangan tanpa diproses dan jangan cari-cari alasan tidak mau divestasi saham," saat acara Rembug Nasional Peringatan Satu Tahun Jokowi-JK di Waroeng Solo, Jakarta, pada Selasa 20 Oktober 2015.
Ditambahkan lagi oleh Rizal Ramli bahwa perusahaan tambang lainnya, seperti Newmont dan masih banyak lagi tak ada yang seberani PT. Freeport Indonesia. PT Newmont Nusa Tenggara dan perusahaan tambang lain, bahkan mengolah limbahnya sebelum dibuang ke sungai atau laut.
Rizal Ramli secara blak-blakan mengatakan Freeport bisa seberani itu karena pejabat Indonesia mudah disogok. "Kalau saya bicara lebih detail, bisa masuk ke New York Times, jadi mending kita simpan dulu," tambahnya dengan geram.
Menurut Rizal, ini adalah momentum terbaik bagi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk menulis ulang sejarah pengelolaan sumber daya alam Indonesia mengingat ada cadangan emas sangat fantastis yaitu sekitar 23 juta ounce, begitu pula dengan cadangan tembaga.
Rizal mengatakan bahwa Pemerintah Jokowi tidak anti asing, namun pemerintah ingin pembayaran yang lebih fair. Apabila Freeport bersedia melakukan syarat yang diajukan, maka pemerintah baru bersedia menegosiasi. Namun apabila Freeport tetap membandel, maka pemerintah akan mencabut kontrak karya yang telah berjalan sejak dahulu. Ditegaskan oleh Rizal, apabila cadangan emas Freeport dimasukkan ke dalam cadangan dana Bank Indonesia, maka Rupiah bisa menguat melampaui Rp. 5.000 per dollar AS dan ekonomi Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan yang amat menakutkan dan seksi di mata negara manapun.
Oleh karena itu, dia meminta agar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said untuk melakukan negosiasi kontrak sesuai aturan berlaku, yaitu dua tahun sebelum kontrak berakhir di 2021. Jadi proses negosiasi baru bisa dimulai pada 2019.
"Makanya harus dipepet Freeport itu, jangan negosiasi sekarang. Ada Menteri yang keblinger mau negosiasi sekarang. Kita bikin kepepet, sehingga pihannya terbatas buat mereka. Pasti Freeport atau Pendiri dan Pemilik Freeport McMoran, James R Moffet mau kok tandatangan, daripada rugi, mending dapat 60-70 persen," pungkas Rizal.
Sebuah niat keras pemerintah yang harus kita dukung agar bangsa-bangsa lain melihat bangsa Indonesia adalah sebuah bangsa yang mempunyai harga diri untuk berdiri dengan kedua kaki sendiri.
(Tempo, Liputan 6, dan sumber lain)
No comments:
Post a Comment