Wednesday, August 31, 2016

Klarifikasi Menkeu Sri Mulyani dan Dirjen Pajak Terkait Isu Sesat Mengenai Tax Amnesty Yang Meresahkan

Beberapa hari terakhir ini banyak beredar berita "pelintiran" dari website berita "abal-abal" mengenai program pengampunan pajak atau Tax Amnesty yang disebutkan "memburu" masyarakat kecil berpenghasilan rendah dan mereka yang tidak kena pajak.

Beredar luasnya itu tersebut tak pelak membuat (banyak) masyarakat yang tidak paham dan awam menjadi paranoid, terkecoh, dan membenci pemerintah.

Menkeu Sri Mulyani Indrawati (foto Metrotvnews.com)

Terkait hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan sebuah pernyataan untuk meluruskan dan klarifikasi. Menkeu menegaskan bahwa masyarakat yang penghasilannya masuk dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak perlu mengikuti program amnesti pajak ini.

Saat ini batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yakni Rp 54 juta setahun atau Rp 4,5 juta per bulan. Oleh karena itu, masyarakat yang berpenghasilan dibawah Rp 4,5 juta sebulan tidak diharuskan untuk mengikuti tax amnesty.

Menkeu Sri Mulyani merasa perlu untuk menjalaskan hal ini secara langsung karena adanya keresahan masyarakat kecil yang disebutkan diatas. Dalam isu-isu menyesatkan yang beredar di media sosial, golongan masyarakat ini menjadi sasaran kebijakan amnesti pajak dan akan dikenai denda sebesar 200% bila tidak mengikuti program pengampunan pajak tersebut.

"Beberapa yang kami lihat dari sisi reaksi, terutama masyarakat kebanyakan yang merasa sangat terancam oleh undang-undang ini. Kami coba menyimak dan melakukan respon," demikian yang disampaikan oleh Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, pada Selasa 30 Agustus 2016..

Bukan cuma itu saja, Menkeu menjelaskan bahwa pihaknya juga menyimak keresahan masyarakat di jejaring sosial atas UU Pengampunan Pajak ini. Bahkan ia juga mendapatkan laporan keresahan para petani, nelayan, hingga pensiunan.

"Kami berikan klarifikasi bagi mereka petani, nelayan, para pensiunan yang pendapatannya memang tidak masuk ke dalam kategori PTKP mereka tidak perlu melakukan haknya dalam hal ini amnesti pajak," kata Menkeu.

Pemerintah akan terus melakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksaan program amnesti pajak sehingga tidak menimbulkan keresahan kepada masyarakat kecil.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah mengatakan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak pada prinsipnya menyasar wajib pajak skala besar, terutama yang menaruh uangnya di luar negeri agar uang itu dibawa ke dalam negeri.

Bahkan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi pun juga sudah mengeluarkan peraturan untuk menjawab keresahan masyarakat atas program amnesti pajak.

Beleid yang ditandatangani Ken pada 29 Agustus 2016 ini dikeluarkan untuk menjawab keresahan masyarakat atas program pengampunan pajak atau amnesti pajak.

Poin-poin penting yang ada dalam Perdirjen Pajak 11/2016 antara lain:

Pertama, orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia, atau subyek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada tahun pajak terakhir di bawah PTKP, dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak.

Kepada mereka tidak berlaku pula Pasal 18 UU Pengampunan Pajak. Pasal 18 UU Pengampunan Pajak mengatur pengenaan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200 persen dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar.

Kedua, harta warisan bukan merupakan obyek pengampunan pajak apabila diterima oleh ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP.

Harga warisan juga bukan merupakan obyek pajak apabila sudah dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan pewaris.

Ketiga, demikian juga ketentuan untuk harta hibahan yang bukan merupakan obyek pengampunan pajak, syaratnya sama dengan ketemuan harta warisan di atas.

Keempat, ahli waris atau penerima hibah dengan ketentuan tersebut di atas tidak bisa diterapkan Pasal 18 UU Pengampunan Pajak.

Kelima, bagi wajib pajak yang tidak menggunakan haknya untuk mengikuti pengampunan pajak dapat menyampaikan SPT tahunan pajak penghasilan atau pembetulan SPT tahunan pajak penghasilan.


Keenam, nilai wajar yang dilaporkan wajib pajak dalam surat pernyataan harta tidak dilakukan pengujian atau koreksi oleh Dirjen Pajak.

Nah, sudah bukan zamannya lagi "pers" memberikan keterangan dan publikasi yang menyesatkan dan meresahkan masyarakat demi menaikkan rating.
(Kompas dan berbagai sumber lain)

3 comments: